INILAH.COM, Jakarta - PT Adaro Energy Tbk mengumumkan perolehan laba bersih 
triwulan pertama 2009 sebesar Rp 1,14 triliun, naik tajam dibanding periode 
sama tahun lalu yang merugi Rp 12 miliar.

Siaran pers Adaro di Jakarta, Kamis (30/4), iktisar laporan keuangan perseroan 
menyebutkan, peningkatan laba bersih yang signifikan ini disebabkan oleh 
kenaikan volume penjualan dan kenaikan perolehan harga jual batubara. 
Akibatnya, pendapatan usaha perseroan menjadi Rp 6,5 triliun atau naik sebesar 
91% dibandingkan periode sebelumnya.

Pada periode yang sama, laba usaha Adaro Energy naik sebesar 254% dari Rp 691 
miliar menjadi Rp 2,4 triliun. "Kami sangat gembira dengan hasil yang telah 
dicapai sampai dengan kuartal pertama tahun ini dimana kami membukukan laba 
bersih sebesar Rp 1,14 triliuan," kata Presiden Direktur Adaro Energy Garibaldi 
Thohir.

Oleh karena itu, katanya, perseroan akan meneruskan upaya mengintegrasikan 
rantai pasokan batubara dari lokasi penambangan ke pelabuhan (pit to port). 
Harapan nantinya, kata dia, Adaro Energy akan menjadi perusahan penambangan 
batubara terintegrasi terbesar di Indonesia.

Dengan adanya kenaikan laba bersih perseroan yang signifikan, terjadi 
peningkatan net margin (perbandingan laba bersih terhadap pendapatan usaha) 
dari minus 0,4% menjadi 17,5%.

Sejalan dengan itu, EBITDA Adaro Energy juga meningkat sangat signifikan yakni 
sebesar 400 persen menjadi Rp 2,7 triliun dari sebelumnya sebesar Rp 540 
miliar. Sementara EBITDA marjin naik dari 16 persen menjadi 41%.

Adaro Energy memiliki tiga segmen bisnis utama, yaitu penambangan dan 
perdagangan batubara, jasa penambangan batubara dan jasa lainnya seperti 
pelabuhan.

Pada kuartal pertama 2009, penerimaan konsolidasi dari kegiatan penambangan dan 
perdagangan batubara melalui Adaro Indonesia dan Coaltrade (CTI) naik sebesar 
77% menjadi US$ 546 juta (Rp 6,35 triliun) atau sekitar 97% dari total 
penerimaan Adaro Energy.

Kemudian, penerimaan Adaro Indonesia dari penjualan batubara adalah sebesar US$ 
526 juta (Rp 6,12 triliun) temasuk penerimaan dari CTI, anak perusahaan Adaro 
di Singapura, sebesar US$ 9 juta (Rp 107 miliar).

Dengan demikian, setelah eliminasi untuk transaksi antar perusahaan, penerimaan 
Adaro Indonesia adalah sebesar US$ 517 juta (Rp 6,02 triliun).

Pendapatan dari jasa penambangan meningkat sebesar 92% menjadi Rp 627 miliar 
karena adanya kenaikan harga jasa dan volume usaha.

Adapun pendapatan dari usaha lainnya tercatat sebesar Rp 54 miliar, sebagian 
besar berasal dari aktivitas fasilitas pelabuhan dan terminal batubara 
Indonesia Bulk Terminal (IBT) milik Adaro Energy. [*/cms]

Kirim email ke