Bagi-bagi Bonus Direksi Bank Dipersoalkan Suku bunga tetap tinggi untuk mempertahankan laba.
JAKARTA - Bagi-bagi bonus yang dilakukan tiga bank milik pemerintah kepada para komisaris dan direksi dipersoalkan sejumlah kalangan. Tiga bank negara yang diketahui akan memberikan bonus yang nilainya relatif cukup besar tahun ini adalah Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia, dan Bank Rakyat Indonesia, setelah ketiga bank tersebut tahun lalu berhasil meraup laba. Sumber Tempo mempertanyakan pembagian bonus yang diberikan oleh BNI. "Bagaimana bank itu bisa membagi-bagi bonus yang relatif cukup besar, sementara janji memberikan dividen ke pemerintah saja tidak dipenuhi?" Dia menjelaskan, dua tahun lalu bank itu berjanji akan memberikan dividen minimal sebesar 25 persen. Tapi tahun ini direksi malah mengusulkan hanya akan menyetorkan dividen ke pemerintah di bawah angka itu. Ia tidak mempersoalkan bagi-bagi bonus yang diberikan Bank Mandiri, karena bank itu tetap menyetorkan dividen di atas 35 persen. Apalagi bonus yang diberikan Bank Mandiri jauh lebih kecil dari yang diberikan BNI. Direktur Utama PT BNI Tbk Gatot Suwondo sebelumnya menyatakan pengurangan dividen itu sebagai alternatif penambahan modal bank tahun ini. Sebab, krisis tak memungkinkan bank menerbitkan surat utang (subdebt) atau menerbitkan saham baru (rights issue). BRI pun berencana meminta porsi dividen yang harus dibayarkan ke pemerintah tahun ini lebih kecil dari tahun lalu sebesar 50 persen. Menurut Direktur Keuangan PT BRI Tbk Abdul Salam, pengurangan pembayaran dividen itu akan dialihkan untuk meningkatkan kinerja perseroan, termasuk menggenjot pengucuran kredit Direktur Biro Riset Infobank Eko B. Supriyanto juga menilai pembagian bonus terhadap para komisaris dan direksi di tiga bank negara itu kurang bijaksana. Menurut Eko, pembagian bonus di dunia bisnis perbankan memang lumrah dilakukan. Hanya, sebaiknya tidak dilakukan pada saat situasi perbankan sedang tidak efisien. Apalagi sampai saat ini perbankan masih belum bersedia menurunkan suku bunga yang masih terbilang tinggi. Padahal masih ada ruang untuk menurunkan suku bunga tersebut. "Dengan adanya pembagian bonus ini bisa dikatakan bank kurang memiliki rasa berkorban terhadap nasabah," kata Eko saat dihubungi Tempo di Jakarta kemarin. Ironisnya lagi, menurut dia, perbankan enggan menurunkan bunga dengan alasan menjaga keuntungan tetap tinggi. Sebab, tahun ini perbankan nasional masih dibayangi penurunan laba akibat pengaruh krisis global, termasuk adanya kemungkinan peningkatan nonperforming loan (NPL) atau kredit seret. Hasil riset majalah Infobank yang dilansir kemarin menyatakan perbankan tahun ini akan mempertahankan laba besar dengan tetap mempertahankan bunga tinggi. "Jangan harap bank akan menurunkan suku bunga secara drastis. Bank akan tetap mempertahankan suku bunga tinggi untuk menopang laba mereka," kata Eko ketika memaparkan hasil risetnya. Dia menjelaskan, alasan perbankan menginginkan laba besar melalui suku bunga tinggi, antara lain karena perbankan Indonesia tidak efisien sehingga bunga tinggi sangat dibutuhkan untuk mengeruk laba. Net interest margin atau selisih antara bunga kredit dan deposito itu di Indonesia tinggi, sekitar 6-9 persen. Dengan selisih sebesar itu, toh bank tetap belum menghasilkan laba yang maksimal. BRI, misalnya, dengan net interest margin sebesar 9 persen, aset Rp 246,08 triliun, dan kredit Rp 161 triliun, hanya mendapatkan pendapatan bunga Rp 6 triliun. Selain itu, perbankan yang telah dimiliki investor asing memacu agar laba di bank tersebut bisa segera mencapai titik impas (break even point). "Misalnya Temasek, mereka ingin secepatnya mencapai titik impas. Jadi mereka memacu Bank Danamon cepat untung karena bank tidak bisa hidup dari bunga rendah. Ya, mereka jadinya tetap mematok bunga bank tinggi," katanya. Eko menambahkan, direksi perbankan juga menginginkan kinerja perbankan yang tampak baik dengan mendorong pencapaian laba tinggi untuk memberikan kesan yang baik dalam rapat umum pemegang saham. Padahal tahun ini perbankan masih akan dibayang-bayangi penurunan pertumbuhan laba, yang indikasinya mulai tampak. Pertumbuhan kredit juga dia perkirakan akan turun. Ekonom Iman Sugema menambahkan, bank saat ini dibayangi penurunan laba. Pasalnya, ini dipicu karena bank-bank ingin mempertahankan likuiditas dengan meningkatkan suku bunga deposito. Peningkatan itu memicu semua bank turut menaikkan suku bunga deposito agar nasabah tidak berpindah tempat. "Perlu dicarikan cara yang baik agar bank-bank segera mengucurkan kredit dengan bunga yang harusnya diturunkan untuk mendukung perekonomian," katanya. Seperti diberitakan sebelumnya, direksi dan komisaris PT Bank Mandiri Tbk tahun ini, selain mendapatkan kenaikan gaji, menerima limpahan bonus miliaran rupiah. Bonus yang disiapkan mencapai Rp 61,63 miliar. Menurut Direktur Utama Bank Mandiri Agus Martowardojo, bonus sebesar 1,16 persen itu diambil dari laba bersih perseroan pada 2008 yang tercatat mencapai Rp 5,3 triliun. "Porsi bonus itu akan dibagi 22 persen untuk komisaris dan 78 persen bagi direksi," kata Agus. Sedangkan kenaikan gaji ditetapkan sebesar 11,06 persen dan tetap mempertahankan rasio pemberian dividen sebesar 50 persen dari laba bersih. Laba bersih Bank Mandiri sebesar Rp 5,3 triliun sepanjang 2008 itu naik 22,3 persen dibandingkan dengan laba 2007 sebesar Rp 4,3 triliun. Kenaikan laba tahun lalu didorong melonjaknya laba operasional sebesar Rp 7,9 triliun. BRI menggelontorkan bonus hingga Rp 69,14 miliar kepada para petingginya. Tak ketinggalan, gaji komisaris dan direksi pun ikut dinaikkan 11,06 persen. Perseroan membagikan dividen sebesar Rp 2,085 triliun atau setara dengan 35 persen dari laba bersih. Sedangkan BNI menggelontorkan bonus sebesar 2,95 persen atau Rp 35,4 miliar dari laba bersih tahun buku 2008 yang tercatat mencapai Rp 1,2 triliun. Gaji pun dinaikkan 11,06 persen. Rapat umum pemegang saham BNI telah menyepakati pembagian dividen sebesar 10 persen dari laba bersih 2008 atau setara dengan Rp 8 per saham. http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/05/29/Ekonomi_dan_Bisnis/krn.20090529.166535.id.html