JAKARTA: Volume penjualan batu bara PT Bumi Resources Tbk pada
semester I tahun ini mencapai 25,99 juta ton, sehinga pendapatannya
diperkirakan mencapai US$1,56 miliar atau setara dengan Rp15,42 triliun.




Dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu senilai US$829,91
juta, pendapatan perusahaan induk tambang batu bara terbesar di
Indonesia itu, PT Kaltim Prima Coal dan PT Arutmin Indonesia, meroket
87,89%.




Perkiraan pendapatan Bumi semester I/2009 itu dikalkulasi berdasarkan
volume penjualan batu bara perusahaan milik PT Bakrie & Brothers
Tbk, yang dikendalikan oleh keluarga Bakrie, sebesar 25,99 juta ton dan
asumsi harga jual rata-rata batu bara US$60 per ton.




Volume penjualan batu bara Bumi naik 30% pada kuartal II tahun ini
menjadi 14,69 juta ton dibandingkan dengan penjualan kuartal sebelumnya
11,30 juta ton.




Kinerja operasional itu akan disampaikan manajemen Bumi Resources dalam
roadshow ke Singapura bersama dengan Bakrie & Brothers untuk
menjaring investor baru, termasuk mitra strategis bagi beberapa proyek
dan ekspansi ke depan.




"Kami akan mengikuti Investor Day yang diadakan oleh RBS [Royal Bank of
Scotland] di Singapura mulai hari ini [kemarin] hingga akhir pekan,"
ujar Senior Vice President Investor Relations Bumi Dileep Srivastava
kepada Bisnis, kemarin.




Menurut dia, Bumi optimistis bisa meraih peningkatan volume penjualan
dan produksi sebesar 10% pada akhir tahun ini menjadi 56,65 juta ton
dari 51,50 juta ton pada akhir tahun lalu.





"Meski demikian, biaya produksi akan lebih rendah 15% dibandingkan dengan biaya 
produksi per Desember 2008," katanya.




Jika dihitung dengan asumsi harga US$60 per ton, pendapatan Bumi tahun
ini bisa mencapai US$3,39 miliar atau setara dengan Rp33,50 triliun.





Dileep menjelaskan harga jual rata-rata batu bara pada tahun ini berkisar US$60 
per ton.




"Proyeksi terbaik kami mengenai harga rata-rata penjualan berkisar
US$60 per ton. Namun, laporan hasil audit tentang kinerja keuangan Bumi
pada semester I/2009 akan dilaporkan kepada otoritas bursa pada akhir
September 2009," tuturnya.




Berdasarkan riset pada 2 Agustus 2009 oleh analis Ahmad Solihin dari
CLSA Asia-Pacific Markets, volume produksi Bumi pada semester I tahun
ini mencapai 27 juta ton, sehingga produksi pada kuartal II kemungkinan
naik 30% dibandingkan dengan volume produksi pada kuartal I.




"Manajemen Bumi sejauh ini memberi indikasi harga jual rata-rata batu
bara US$60 per ton. Namun, kami menggunakan asumsi estimasi harga jual
US$61,5 per ton," tuturnya.




Analis Rahnia Rahmundita dari CIMB dalam risetnya pada 31 Juli
memperkirakan pendapatan Bumi pada tahun ini mencapai US$3,19 miliar.




Estimasi CIMB itu lebih rendah 6,26% dibandingkan dengan pendapatan
US$3,39 miliar yang menggunakan asumsi penjualan 56,65 juta ton.





Analis Daisy Suryo dari Bank of America-Merrill Lynch dalam risetnya 
memperkirakan penjualan Bumi pada tahun ini US$2,94 miliar.





Saham treasury





Riset CLSA itu mengungkapkan Bumi mempunyai 470 juta saham treasury hasil dari 
buyback.




Namun, sebanyak 290 juta saham telah dialokasikan untuk menyelesaikan
obligasi tukar sebelumnya, sehingga saham selebihnya, 180 juta saham,
bisa digunakan untuk mendukung obligasi tukar senilai US$375 juta yang
diterbitkan oleh Enercoal Resources Pte Ltd.




Jika tidak memiliki saham treasury yang mencukupi untuk mendukung
obligasi itu, perusahaan itu melaksanakan opsi penyelesaian tunai.




Namun, Dileep dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia
kemarin menegaskan Bumi tidak memerlukan alokasi saham treasury, yang
diperoleh dari buyback, dan saham baru untuk penerbitan obligasi tukar
senilai US$375 juta yang jatuh tempo pada 2014.





Enercoal, anak perusahaan Bumi, mempunyai opsi untuk membayar surat utang tukar 
itu secara tunai.




Harga konversi obligasi itu mencapai Rp3.366,90 per saham Bumi, 30%
lebih tinggi dari harga referensi yang ditetapkan senilai Rp2.589,93.





Seorang manajer investasi menambahkan penerbitan obligasi tukar itu kemungkinan 
ditawarkan kepada pemodal strategis.





"Kabar yang beredar menyebutkan China Investment Corporation [CIC] 
berpartisipasi dalam penerbitan obligasi itu," ujarnya.




CIC merupakan BUMN investasi yang didirikan oleh pemerintah China pada
29 September 2007. Institusi itu tidak membatasi investasinya pada
sektor, geografi, dan kategori aset.




Ulasan CLSA itu mengungkapkan permintaan yang besar terhadap obligasi
tukar Bumi menunjukkan sinyal pulihnya kepercayaan dari pemodal.




"Kami rasa lebih penting [jika ada investor strategis berpartisipasi
pada obligasi tukar itu terkonfirmasi], hal itu akan meningkatkan
kepercayaan terhadap Bumi."


      

Reply via email to