Ekonomi 27/10/2009 - 17:35 Saham Bakrie Group Melorot Pasar Trauma ‘Repo’ Bakrie? Ahmad Munjin
(wsj.com)INILAH.COM, Jakarta - Saham-saham The Seven Brothers diguyur tekanan jual sehingga serempak terlempar ke teritori negatif, Selasa (27/10). Isunya, Bakrie Group kembali melakukan repo. Arhya W Satyagraha, Head of Research Trimegah Securities mengatakan jika mencermati potensi keperluan pendanaan, Bakrie Group sangat berpeluang melakukan aksi repo. Namun apakah akan banyak diminati, sangat tergantung pada level berapa harga saham yang dijaminkannya dan berapa nilai total yang dikehendaki Grup Bakrie. Hal itu, lanjut Arhya, akan menjadi kunci perhatian investor. Arhya mencontohkan, jika dana yang dicari Rp500 miliar sementara harga saham PT Bakrie & Brothers (BNBR) senilai Rp100, jelas akan memberikan satu tekanan jual. “Itu pula yang menjadi alasan mengapa saham-saham Bakrie Group melemah hari ini,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Selasa (27/10). Pada penutupan perdagangan Selasa (27/10) semua saham Bakrie Group terlempar ke zona negatif hingga rata-rata 6,1%. PT Bumi Resources (BUMI) turun Rp200 (7,33%) menjadi Rp2.525, BNBR terkoreksi Rp7 (6,36%) menjadi Rp103, dan PT Energi Mega Persada (ENRG) anjlok Rp25 (8,6%) menjadi Rp285. Begitu juga dengan PT Bakrie Sumatera (UNSP) yang tiarap Rp40 (4,93%) ke level Rp770; PT Bakrieland Development (ELTY) menyusut Rp15 (4,76%) ke angka Rp300; PT Bakrie Telecom (BTEL) terdepresiasi Rp5 (4,03%) ke posisi Rp119; dan PT Darma Henwa (DEWA) melemah Rp13 (6,87%) menjadi Rp176. Tekanan jual terjadi karena dua alasan. Salah satunya karena secara historis investor sudah terjebak dengan kasus repo sebelumnya. Akibatnya, aksi ini akan menjadi satu sentimen negatif. “Selain itu, karena harga penjaminannya di bawah harga pasar,” ujarnya. Ditanya apakah investor masih trauma, Arhya mengatakan hal itu sangat tergantung pada term of condition, bagaimana tahap pembayarannya, dan pada harga berapa saham jaminannya. “Kalau repo, dan harganya Rp1 kenapa tidak untuk memiliki saham BNBR Rp1. Karena, down side-nya tidak mungkin minus Rp1. Jadi, kuncinya di harga berapa yang membuat investor tertarik untuk membeli repo tersebut,” paparnya. Meski persolan traumatik bisa diatasi, namun Arhya memperkirakan Bakrie Group akan kesulitan menarik dananya dalam jumlah triliunan rupiah seperti sebelumnya karena peminatnya sekarang dipastikan akan turun. “Tapi, masih ada yang minat asalkan di harga berapa dan seberapa atraktif valuasi yang akan diajukan kepada calon pembeli,” imbuhnya. Menurutnya, optimisme terhadap saham Grup Bakrie sangat tergantung pada berapa dana yang dibutuhkan berapa dan bagaimana dampaknya terhadap kinerja perusahaan. Harus dipastikan apakah repo tersebut akan menjadi suatu beban bagi perseroan. “Dalam arti kata, mereka harus memiliki tingkat keyakinan, kinerja Bakrie Group akan mencukupi dan bisa men-generate untuk membayar repo tersebut,” tukasnya. Perbaikan kinerja akan tercermin pada perbaikan harga sahamnya. Sebaliknya, jika kasusnya seperti repo sebelumnya di mana harga sahamnya jebol, pembeli saham repo akan menanggung beban berat. “Misalnya harga reponya di level Rp100 namun sekarang harganya di angka Rp70. Jadi, bagaimana caranya. Artinya, BNBR harus menyetor saham sebagai tambahan,” tuturnya. Pilihan lain, investor yang mendapatkan saham dari pembelian repo tersebut dipastikan akan melakukan penjualan. Dalam kondisi ini, Arhya mernyarankan agar pelaku pasar bersikap rasional. “Mereka harus memastikan apa yang memicu koreksi ini dan seperti apa outlook ke depannya,” timpalnya. Arhya mencontohkan, jika investor percaya kinerja BUMI akan baik-baik saja dan pelaku pasar masih memiliki dana, seharusnya masih melakukan aksi pembelian tanpa terpengaruh oleh isu repo ini. “Karena jika investor yakin outlook BUMI di level Rp3.500, berarti potential upside-nya sangat besar sehingga layak melakukan akumulasi beli,” pungkasnya. [mdr] Terhubung langsung dengan banyak teman di blog dan situs pribadi Anda? Buat Pingbox terbaru Anda sekarang! http://id.messenger.yahoo.com/pingbox/