Memulai sesuatu yang baik dari diri sendiri dulu adalah suatu "KEMUTLAKAN", 
membagi atau men-sharingkan sesuatu yang bernilai/bermutu adalah suatu 
"KEHARUSAN", mencerdaskan dan mencerahkan suatu komunitas atau bangsa adalah 
sebuah "KERELAAN".

Regards,
Jacob 




________________________________
From: AB <asepbuh...@yahoo.com>
To: obrolan-bandar@yahoogroups.com
Sent: Sat, January 16, 2010 11:06:32 AM
Subject: Bls: [ob] Inkongruensi Bangsa Ini

  
mari mulai dari diri sendiri dulu untuk memperbaiki diri...

rgds

ab



________________________________
Dari: Jacob Oen <oenja...@yahoo. com>
Kepada: obrolan-bandar@ yahoogroups. com
Terkirim: Sab, 16 Januari, 2010 10:08:27
Judul: [ob] Inkongruensi Bangsa Ini

  
Setelah beberapa hari tidak sempat mengikuti perkembangan bursa secara saksama, 
memantau situasi politik tanah air dan membaca OB milis, ternyata 
bahwa keadaannya tidak banyak berubah. 

Dunia Persahaman kita tetap penuh dengan intrik-intrik cerdas (baca 
kotor?) oleh Pelaku besar Bursa.

Carut marut perpolitikan kita terus menggelinding di mana yang menjadi 
"center of attention-nya" adalah "PANSUS" BANK CENTURY yang semakin hari nampak 
semakin jauh dari tujuan utama "pansus dibentuk". Jika dibandingkan negara lain 
kita masih harus banyak belajar, sebagai contoh pemerintah China merencanakan 
membangun lapangan udara di TIBET dengan anggaran sekitar USD.350 Million, 
dengan tujuan meningkatkan "standard of living" bangsa Tibet, tetapi di sini 
para politikus kita masih saja berkutat dengan kepentingan politik mereka tanpa 
dengan sungguh-sungguh memikir nasib bangsa ini ke depan dalam era globalisasi, 
termasuk FTA yang akan segera dimasuki.

Tetapi ada yang tetap menarik yaitu OB milis, yang mana mulai tampil kembali 
"bintang2" OB milis masa lalu dan tetap aktif-nya para pakar TA di OB milis....

Ada pandangan bahwa ''Kita adalah apa yang kita baca" oleh karena itu di bawah 
ini sebuah tulisan menarik di kolom "Opini" KOMPAS Cetak hari ini yang patut 
dibaca dan direnungkan.   

Inkongruensi Bangsa Ini
Sabtu, 16 Januari 2010 | 02:41 WIBLimas Sutanto
Kalau kita tega (atau berani tegas) mengatakan bahwa bangsa Indonesia sakit, 
pertanyaan mendasar yang niscaya dijawab adalah: apakah penyakit bangsa ini?
Hal itu terasa makin pantas dikemukakan karena akhir-akhir ini kian terhayati 
betapa keindahan, citra yang baik, kesantunan, ketenangan, dan ketertiban yang 
begitu tampak dan sengaja ditampakkan di permukaan kehidupan bangsa ini terasa 
tidak memiliki landasan substansi yang congruent (sejalan dan serasi) dengan 
semua penampilan hebat di permukaan itu.
Penampilan hebat para pemimpin, yang terkesan lebih bersih dibandingkan dengan 
penguasa yang lampau, tidak kongruen dengan kemewahan mobil dinas yang 
dijatahkan melalui prosedur yang ”bersih”, dalam arti diwujudkan tanpa 
melanggar peraturan atau undang-undang apa pun. Peraturan atau undang-undang 
disiasati dan dijadikan siasat untuk melakukan sesuatu yang menguntungkan diri 
sendiri.
Kemenangan gemilang dalam pemilihan umum begitu mengesankan dan pada awalnya 
sangat membanggakan. Namun, George Junus Aditjondro dalam bukunya, Membongkar 
Gurita Cikeas, dapat meredupkan kegemilangan, kesan hebat, dan kebanggaan yang 
sebelumnya begitu mencuat. Bisa saja orang mengatakan, benang-benang gagasan 
George Aditjondro tentang jejaring korupsi itu ngawur atau bersifat memfitnah, 
tetapi jika pikiran bening digunakan untuk membaca buku itu, dan reputasi serta 
rekam jejak sang penulis buku dipertimbangkan, dapat dirasakan betapa 
setidaknya sebagian kandungan buku George Aditjondro dapat dijadikan masukan 
dan kritik bagi para penguasa untuk mawas diri.
Namun, yang terlihat dalam kenyataan justru sikap defensif yang intinya adalah 
aksi asal membela diri. Pidato dan bantahan didengungkan, bahkan kegiatan 
membantah mencapai tingkat begitu sengit. Salah satu pembantah cerdik memainkan 
strategi playing victim dan mengadu ke polisi karena merasa dirinya dizalimi 
sang penulis, bukan saja secara tertulis, tetapi juga secara fisik.
Memalukan
Panitia Khusus DPR tentang Hak Angket Bank Century yang sedang berusaha 
memberikan penampilan mengesankan bagi rakyat di sana-sini dibercaki beberapa 
serpihan peristiwa memalukan, seperti pertengkaran antaranggota Pansus seputar 
ihwal yang sama sekali tidak penting jika ditinjau pada perspektif penyelidikan 
kasus Bank Century. Dalam pertengkaran terlontar kata-kata kasar, seperti 
”bangsat”, dan terluapkan emosi keras penuh amarah.
Ini sungguh incongruent (berlawanan) dengan kesan santun, segalanya serba 
terukur, tenang, baik, necis, dan tertib yang sela- ma ini begitu diandalkan di 
permukaan. Tanya-jawab dalam sidang-sidang Pansus pun mengguratkan kesan bahwa 
tokoh-tokoh yang tampil, apa pun jabatannya, seperti apa pun reputasinya selama 
ini, ternyata suka berkelit dengan kerap bilang ”tidak tahu” untuk membela 
dirinya sendiri. Ini tentu incongruent dengan kewajiban mereka sebagai pejabat 
berintegritas.
Mungkin penyakit bangsa ini adalah inkongruensi (incongruence) . Inti 
inkongruensi adalah ketidakjujuran dan ketidaktulusan. Di balik inkongruensi 
bersarang kepentingan diri sendiri. Manusia mengejawantahkan inkongruensi 
karena dia mementingkan dirinya sendiri, berbuat untuk dirinya sendiri, bukan 
berbuat untuk kepentingan orang lain. Memang tidak ada manusia yang dapat 
melarang seseorang untuk bersikap inkongruen. Namun, di tengah masyarakat dan 
bangsa selalu ada orang-orang tertentu yang dipilih oleh hamparan luas warga 
untuk menjalankan suatu jabatan publik atau untuk jadi pemimpin. Orang-orang 
tertentu itu disebut pejabat publik dan pemimpin. Tugas mereka adalah melayani 
kepentingan orang-orang di luar diri mereka sendiri, bukan melayani kepentingan 
diri sendiri. Mereka seyogianya kongruen dan konsisten.
Kini bangsa ini masih kurang memiliki pejabat publik dan pemimpin yang 
kongruen. Mudah-mudahan para pejabat publik dan pemimpin itu mau bermawas diri 
dan menjadi makin kongruen. Namun, sungguhkah bangsa ini suka dengan pemimpin 
yang kongruen?
Anda mungkin masih ingat betapa Gus Dur adalah pemimpin yang selalu 
menomorsatukan kepentingan orang-orang lain dan berani mengorbankan kepentingan 
dirinya sendiri. Gus Dur adalah pemimpin yang kongruen. Namun, Gus Dur tampil 
begitu saja dengan celana pendek dan baju seadanya di teras Istana, melambaikan 
tangan buat hamparan rakyat di hadapannya. Dan, apa yang terjadi kemudian? 
Orang-orang mengecam perbuatan Gus Dur itu.
Mungkin bangsa ini memang lebih suka pada inkongruensi yang dibungkus 
penampilan bagus ketimbang kongruensi yang tidak terlalu peduli penampilan di 
permukaan. Seluruh warga bangsa pun perlu mawas diri.
Limas Sutanto Psikiater Konsultan Psikoterapi; Wakil Presiden Asia Pacific 
Association of Psychotherapists; Tinggal di Malang  




________________________________
From: Joe Grunk <joe_gr...@yahoo. com>
To: obrolan-bandar@ yahoogroups. com
Sent: Sat, January 16, 2010 9:20:12 AM
Subject: Bls: [ob] Indices Support Resistance

  
Welcome aboard bro..




________________________________
Dari: Liem Hok Hwan <limh...@gmail. com>
Kepada: obrolan-bandar@ yahoogroups. com
Terkirim: Sab, 16 Januari, 2010 08:02:35
Judul: [ob] Indices Support Resistance

Terlampir Sectoral Indices Support Resistance untuk senin 18 Januari 2010.

Semoga bermanfaat.

Happy Cuan and Merry Safe Trading

Hok1
Facebook : Liem Hok Hwan

Plaza Bapindo Citibank Tower, t.14
Jl. Jend. Sudirman Kav.54-55
Jakarta 12190
Telp. +6221.2557.1088 (Cust.Service)
Fax. +6221.2557.1089
Helpdesk. +6221.2557.1099
Email: cs-ketr...@kimeng. co.id


------------ --------- --------- ------

+ +
+ + + + +
Mohon saat meREPLY posting, text dari posting lama dihapus 
kecuali diperlukan agar CONTEXTnya jelas.
+ + + + +
+ +Yahoo! Groups Links




" 
________________________________
Apakah saya bisa menurunkan berat badan? 
Temukan jawabannya di Yahoo! Answers! " 

________________________________
Selalu bisa chat di profil jaringan, blog, atau situs web pribadi! 
Yahoo! memungkinkan Anda selalu bisa chat melalui Pingbox. Coba! 



      

Kirim email ke