Hero telah resmi diakuisisi 94% oleh dairy farm milik malaysia minggu lalu....

Ketika Hero Jadi "Kuda Troya"



Kamis, 12 Juni 2003

Oleh : Teguh S. Pambudi dan Herning Banirestu





Di tengah lanskap dunia ritel nasional yang berguncang, Hero terus
ekspansif. Namun, betulkah ia hanya jadi "kuda tunggangan" Dairy Farm?
Dan bisakah langkah-langkah ekspansif itu membuat Hero cemerlang? 





Seminggu lalu, tepatnya 5 Juni 2003, selembar faks mendarat di meja
redaksi SWA. Isinya, merekonfirmasi berita yang sudah beredar. Lewat
RUPSLB, PT Hero Supermarket Tbk. akhirnya resmi mengakuisisi 22 gerai
supermarket Tops di Indonesia. Mengucurkan Rp 111 miliar, 22 gerai Tops
itu (secara bertahap akan berganti nama menjadi Hero Supermarket)
membuat pasar swalayan Hero berkekuatan 111 buah di Indonesia.



111 dan 111. Suatu kebetulan? "Rencana ini sebenarnya sudah lama, tapi
baru terlaksana setelah disetujui RUPSLB," ungkap Ipung Kurnia,
Presiden Direktur Hero. Perkara angka yang sama, boleh jadi suatu
kebetulan. Namun, bagi perusahaan yang berdiri sejak 1971 ini, Ipung
menegaskan, langkah itu tak datang dari langit. Boleh dikata ini sebuah
desain. "Akuisisi merupakan bagian dari strategi perseroan untuk
berkembang di samping melalui pengembangan organik (menambah gerai),"
katanya. Dan satu lagi yang patut dicatat. Dampak akuisisi sangat
signifikan terhadap posisi Hero. Selain memperluas jaringan pemasaran,
"Kami jadi perusahaan ritel paling lengkap formatnya di Indonesia,"
ujarnya bangga.



Ipung jelas boleh bangga. Anak perintis Hero, M. Saleh Kurnia, ini juga
tak keliru. Format ritel Hero memang tergolong paling lengkap.
Jaringannya tersebar mulai dari toko, apotek, swalayan, hingga
hypermarket Giant (lihat "Format Ritel Hero"). Persoalannya, seperti
diungkap di atas, akuisisi ini adalah sebuah desain. Juga, strategi
pengembangan. Namun, tepatkah langkah ini?



Format Ritel Hero

-------------------------------------------------------------------------

Nama                      Jenis Jumlah 

------------------------------------------------------------------------- 

Hero Supermarket      Pasar swalayan                                            
89

Guardian                  Apotek dan jaringan pengecer produk pribadi      69

Star Mart                 Convenience store                                     
   38

Giant                       Hypermarket                                         
        3

Total                                                                           
            199

------------------------------------------------------------------------- 

Sumber: PT Hero Supermarket Tbk.

Keterangan: 22 gerai Tops membuat Hero Supermarket menjadi 111 gerai.
Dalam waktu dekat, akan dibuka 3-5 Hero Supermarket, 2-3 Giant, serta
beberapa Star Mart dan Guardian.



Tunggu sebentar, sebelum menjawab hal itu, muncul pertanyaan lain:
betulkah ini strategi Hero sebagai pemain lokal alias kepentingannya?
Atau, ini kepentingan global Dairy Farm International Holdings Ltd.
yang gerah melihat Carrefour mengiris-ngiris Asia?



Pertanyaan itu muncul karena Dairy sebagai pemegang 37% saham Hero,
adalah raja ritel Asia yang sedang agresif-agresifnya. Pada 2002,
kelompok usaha yang termasuk anggota Jardine Matheson Group ini begitu
rakus mencaplok dan mengembangkan sayapnya. Oktober 2002, Dairy
mengakuisisi 22 gerai jaringan supermarket Kayo di Taiwan. Di Cina,
Dairy melebarkan jaringan 7-Eleven di Guandong menjadi 61 toko dan
segera menambah 65 gerai. Akhir Desember 2002, Korea Selatan dimasuki
untuk membangun toko kesehatan dan kecantikan.



Yang patut dicatat -- karena hal ini menimbulkan pertanyaan di atas --
pada 2 Mei 2003, Dairy mencapai persetujuan dengan Royal Ahold NV untuk
mengakuisisi 34 supermarket Tops di Malaysia. Supermarket Tops yang
akan segera di-rebranded menjadi Giant and Cold Storage ini membuat
rantai hypermarket dan supermarket Dairy menjadi 47 gerai di negeri
jiran itu. Lantas, apa hubungannya dengan Tops Indonesia?



Pada 4 Juni 2003 atau sehari sebelum faks diterima SWA, perusahaan
Belanda ini mengumumkan akan segera menjual US Foodservice, perusahaan
distributor makanan terbesar di AS setelah Sysco Corp. Inilah buntut
yang meletus sejak Februari 2003. Di bulan itu, manajemen Ahold
mengakui, Foodservice, perusahaan miliknya yang berbasis di Maryland,
AS, menggembungkan labanya sebesar US$ 880 juta selama kurun 2000-2002.
Di AS, Ahold mengoperasikan 1.600 gerai dalam 6 bendera (Stop &
Shop, Giant-Landover, Giant-Carlisle, Tops, BI-LO, dan Bruno’s).
Sebagai catatan, Giant miliknya ini tak ada hubungannya dengan Giant
Hypermarket yang dikembangkan Dairy. Giant milik Ahold dibangun bersama
Giant Food Inc.



Skandal akuntansi (kendati tak sebesar Enron) ini memang memojokkan
Ahold. Namun, bukan itu yang membuat Foodservice dijual. Ahold juga
ditimpa dua masalah besar selain citranya yang merosot: utang US$ 14
miliar dan bisnis yang tidak fokus (perusahaan ini tak hanya masuk ke
ritel tapi juga real estat, distribusi, logistik, hingga periklanan).
Penjualan Foodservice merupakan bagian dari strategi Ahold mengurangi
utang serta menata portofolio bisnisnya yang amburadul. Begitu juga
tujuan penjualan Tops Malaysia dan Tops Indonesia.



Di Indonesia, Ahold pertama kali masuk ke pasar ritel melalui technical
service agreement dengan Grup PSP di tahun 1996. Persetujuan ini
berakhir pada 2002 dan membuat Ahold Tops Indonesia yang berawak 1.600
orang dengan total penjualan 2002 mencapai 37 juta Euro, menjadi anak
usaha Royal Ahold sepenuhnya (100%). Jadi?



Mari kita lihat. Tops Malaysia dan Indonesia dibeli Dairy dalam waktu
berdekatan. Bedanya, di Malaysia melalui Dairy Farm Giant Retail Sdn.
Bhd., sementara di Indonesia melalui Hero. Bukankah ini sebuah desain?
Dan siapa lagi sang pemilik desain kalau bukan Dairy yang tak tertutup
kemungkinan mempunyai kesepakatan tersendiri dengan Ahold (mungkin
Dairy akan kembali membeli jaringan Ahold di tempat lain)?



"Itu (pembelian Tops Malaysia) adalah separated transaction dan tidak
ada hubungannya dengan Indonesia," sergah Ipung. Di Tanah Air,
lanjutnya, evaluasi akuisisi dilakukan oleh manajemen Hero yang 50,1%
sahamnya dimiliki keluarga Saleh Kurnia lewat bendera PT Hero Pusaka
Sejati. Bukan oleh Dairy. Perusahaan yang pada 2002 mencetak laba
bersih US$ 343 juta itu, ia menegaskan, hanya membantu manajemen Hero
dalam technical knowhow sehari-hari.



Jelas Ipung layak berbicara seperti itu. Namun, di luar perseroan,
berita burung beredar kuat. Isinya: sebagai CEO, Ipung kurang memiliki
"taring" karena orang-orang Dairy, di bawah pimpinan Michael Kok yang
menjabat COO Hero, diisukan banyak bercokol dan mengatur kendali
operasinal Hero sehari-hari. Isu yang jelas-jelas tak mudah
dikonfirmasi sekalipun ada fakta menyeruak. Lihat Giant. Dalam
situsnya, dairyfarmgroup.com, manajemen Dairy begitu bangga mengatakan
bahwa tahun 2002, di tengah agresivitasnya mencaplok ritel-ritel Asia,
mereka membangun 6 hypermarket Giant di Asia Tenggara, termasuk dua di
Indonesia. Lho, apa hubungannya? 



Masih di situs yang sama, manajemen Dairy mengungkap bahwa mereka
percaya format Giant (hypermarket) sangat sempurna untuk melengkapi
format ritel Hero sehingga berencana membuka lebih banyak di Indonesia.
Dari hal itu, kuat dugaan, Dairy-lah yang memengaruhi manajemen Hero
mendirikan Giant. Memengaruhi untuk menggempur Carrefour yang makin
menggila dan tak kenal belas kasih. Dengan kata lain, Hero diibaratkan
menjadi kuda Troya bagi Dairy, perusahaan papan atas Asia yang per 31
Desember 2002 mengoperasikan 2.300 gerai di pelbagai belahan Asia
termasuk supermarket, hypermarket, toko kesehatan dan kecantikan,
convenience store, serta restoran.



Tak keliru bila asumsi seperti itu muncul. Tops Malaysia dicaplok.
Lalu, Giant yang notabene hypermarket usungan Dairy di Malaysia dan
Singapura, dibawa ke Indonesia. Namun, asumsi itu juga mudah
dipatahkan. Bukankah hal yang wajar bila Hero yang gerah atas sepak
terjang Carrefour lantas bersinergi dengan Dairy yang tak rela Asia
dicabik-cabik?



Tentu saja hak Dairy kalau memang ia bertindak seperti itu. Seperti
Odysseus, Raja Ittacha yang membuat kuda Troya untuk menghancurkan kota
Troy dalam epik besar karya Homer. Maklum, Hero adalah bagian dari
kerajaannya. Namun, juga hak Hero bersinergi semacam itu. Artinya,
sudut pandangnya diubah; inilah cara bertahan sang perintis pasar
swalayan Indonesia. Dan kembali ke atas, pertanyaan yang lebih penting
justru: tepatkah langkah akuisisi Tops? Bisakah ini membuat Hero
memenangkan perang di medan ritel nasional?



Menjawabnya, harus memetakan terlebih dulu lanskap bisnis ritel
nasional. Kemudian, melihat dan mengaitkan dengan posisi Hero sebagai
salah satu pemain.



Membincang lanskap bisnis ritel, menurut Yuswohady, Kepala Corporate
& Strategy Practice MarkPlus&Co, harus diakui Carrefour yang
luar biasa agresif (sejak 1998 membangun 10 gerai) telah membuat
guncangan besar. Dan bagi Hero, Carrrefour adalah ancaman mematikan.
Pasalnya, regulasi memungkinkan jagoan Prancis itu masuk ke central
business distric (pusat perkantoran) dan secondary business distric
(pertemuan jalan utama di jantung kota) yang notabene merupakan wilayah
Hero Supermarket.



Persoalan makin menyakitkan karena selain mengusung konsep one stop
shopping yang membuat pilihan barang teramat banyak, Carrefour juga
bermain di harga yang serendah-rendahnya. Sementara itu, supermarket
Hero masih terbatas di barang-barang pokok, seperti makanan dan
toiletries.



Itu di pasar swalayan. Di sektor minimarket, Hero juga mesti
menyaksikan ritel-ritel lokal muncul bak cendawan di musim hujan.
Memang, Star Mart tidak memfokuskan diri ke perumahan atau pinggiran
kota, tetapi ke perkantoran serta apartemen. Namun, tak urung,
minimarket ini terkepung peritel lokal, terutama Indomart dengan 741
gerai dan Alfamart (425 gerai). Alhasil, kecuali Guardian yang
lokasinya hampir selalu bersama Hero, di tengah lanskap yang bergoyang
keras, Hero yang sepanjang 2002 membuka 2 Giant, 15 supermarket, 8 Star
Mart, dan 16 Guardian, digempur habisan-habisan.



Giant yang hadir pada 2002 -- akan terus bertambah di tahun-tahun
selanjutnya -- sulit dimungkiri merupakan penanding Carrefour. Memang,
kendati ramai dikunjungi, Giant terbilang baru sehingga belum terlampau
bisa dievaluasi. Namun, dengan rencana penambahan yang cukup banyak,
Giant menimbulkan harapan bagi Hero menghantam Carrefour (juga peritel
lain). Apalagi, Hero mencoba bermain ke pinggir seperti di Tangerang
dan Cimanggis (Depok), serta segera menyusul akhir Juli ini di Bekasi.
Bagaimana dengan Tops?



Di mata Yuswohady, terlepas apakah akuisisi itu arahan Dairy atau
bukan, secara strategi tidaklah mengerankan Tops dicaplok. Hematnya,
dalam format ritel Hero, supermarket merupakan silver bullet (ritel
unggulan) sehingga semua reputasi dan investasi dipertaruhkan di sana.
Maklum, dalam format ritel Hero, proporsi supermarket adalah mayoritas
(44,7%) dan menjadi 50,2% begitu 22 gerai Tops berganti nama.
Mengakuisisi Tops ibarat langkah preemptive strike: mengambil dulu
sebelum diembat ritel lain. 



Memang, dilihat dari brand awareness, Tops terbilang kurang top. Namun,
selain langkah preemptive strike, Tops terhitung bagus dipandang dari
sudut lokasi. Dan ini diakui Ipung. Menurutnya, Tops yang banyak
bercokol di Bandung dan Surabaya akan memperkuat jaringan supermarket
Hero di dua kota tersebut yang dirasa masih kurang. Di Kota Kembang,
selama ini Hero hanya berkutat dengan 6 supermarket dan 6 Guardian. Di
Kota Buaya, hanya empat supermarket, 6 Guardian, dan tahun lalu Giant.
"Setidaknya Tops akan menyumbang sekitar 20% dari total pendapatan
perusahaan," ungkap Ipung.



Toh meski mengakui penting, Ipung menyangkal bila pengembangan
perusahaannya (organik maupun akuisisi) dilakukan berdasarkan nafsu
bersaing dengan kompetitor asing. Ini semua (termasuk Giant dan Tops),
katanya, merupakan strategi memperkuat jaringan pemasaran semata. 



Di Cimanggis dan Tangerang, itu mungkin. Namun, Bandung jadi bukti
betapa Hero memang bertarung dengan Carrefour. Dan bukan hanya
bertarung, tapi siap menghantam. Tilik saja, selain memperkuat jaringan
supermarket lewat Tops, di Paris van Java ini Hero adu jidat dengan
Carrefour. Giant akan dibangun dekat pintu tol Pasteur, sementara
Carrefour siap membuka diri di Jl. Moh. Toha (dekat pintu tol Kopo).
Menariknya, kedua pintu tol ini adalah ruas jalan tol
Padalarang-Cileunyi. 



Lupakan dulu soal nafsu bersaing atau tidak -- sekalipun agresivitas
Hero memunculkan penafsiran seperti itu. Pertanyaan kemudian yang tak
kalah penting, bisakah itu menjadikan Hero perusahaan yang oke?



Menilik lokasi, akuisisi Tops memang signifikan dan bisa dikategorikan
tepat secara strategi. Namun, untuk menyimpulkan langkah ini segera
membuat Hero menjulang, mesti hati-hati. Perhatikan kinerja keuangan
Hero. Kurun 1998-2002, omset Hero memang terus meningkat. Namun, selama
kurun itu juga, laba bersih terus merosot. Terakhir, 2002, Hero hanya
mampu mencetak laba bersih Rp 30 miliar sementara pada 2001 meraup Rp
61 miliar. Ujungnya, investor pun terimbas. Laba bersih per saham terus
terjun bebas. Tahun lalu laba per saham hanya Rp 93 (lihat "Kinerja
Keuangan PT Hero Supermarket Tbk.).



Kinerja Keuangan PT Hero Supermarket Tbk. (dalam Rp miliar)

--------------------------------------------------------------- 

                                 2002    2001    2000    1999    1998 

--------------------------------------------------------------- 

Penjualan bersih           2.396   1.989   1.692   1.491  1.380

Laba kotor                     516      451     372      343     321

Laba usaha                      41       82       82       79       72

Margin operasional (%)    1,73     4,14    4,88     5,35    5,22

Laba (rugi) bersih              30       61       67       90    (68)

Laba (rugi) per saham

(dalam rupiah)                  93     235      290      386   (293) 

Total aset                      963     834      820      710     644

ROA (%)                       3,18    7,42     8,25   12,79  (10.70) 

--------------------------------------------------------------- 

Sumber: Laporan Keuangan Hero



Dalam Laporan Keuangan, Ipung memberi penjelasan muramnya kinerja Hero.
Intinya, secara eksternal, persaingan harga di dunia ritel membuat
margin operasional terus merosot. Tahun 2002, hanya 1,73% sementara
tahun 2001 mencapai 4,14%. Sementara itu, secara internal, beban usaha
terus melonjak. Pada 2002, mencapai Rp 475 miliar, atau naik 28,6% dari
tahun 2001 (Rp 369 miliar). Tak heran, laba usaha ikut-ikutan anjlok.
Tahun 2002 cuma Rp 41 miliar, merosot dua kali lipat dibanding 2001. 



Ironisnya, problem ini tampaknya akan terus belanjut. Sepanjang kuartal
I/2003 saja, laba bersih tercukur hingga 71,4% menjadi Rp 4,3 miliar
dibanding periode yang sama tahun 2002 (Rp 14,4 miliar). Padahal,
penjualan melejit jadi Rp 622 miliar dari Rp 541 miliar. Dan usut punya
usut, kembali, ini gara-gara beban usaha yang tak henti berlari:
menjadi Rp 121 miliar dari Rp 109,6 miliar.



Lantas, apa artinya ini semua?



Ekspansi Hero, baik secara organik maupun akuisisi, memang diprediksi
mampu menggenjot penjualan di samping menggempur ritel-ritel lain. Akan
tetapi, selama beban usaha dan beban penjualan tak bisa ditekan, lalu
margin operasional juga tak kunjung meningkat, sulit buat Hero menjadi
perusahaan berkilau. Celakanya, dengan persaingan ritel yang kian ketat
dan saling bermain merendahkan harga, hal itu diprediksi cenderung
terjadi. Dan inilah problem yang membelit Hero, yang mesti mendapat
perhatian ekstra, bukan saja dari Ipung tapi juga dari rekan-rekannya
di Dairy.



Menghadapi masalah ini, Yuswohady menyarankan Hero melakukan beberapa
hal. Prioritas pertama, menguatkan supply chain management (SCM) agar
operasional perusahaan lebih efisien. Kedua, tidak terpancing bermain
di mass market. Selain sudah penuh, bermain di sektor ini akan
mengandalkan permainan harga. "Padahal, konsumer mass market sangat
cepat berpindah kalau ada yang menawarkan lebih rendah," katanya. "Hero
harus penetrasi lebih dalam ke daerah ibu-ibu berduit," sambungnya.
Ketiga, terus bertahan dengan citra kualitas yang bagus. Kemudian,
memberi layanan yang tidak diberikan peritel lain. 



Di luar ketiga hal di atas, Yuswohady juga menyarakan dua hal lain yang
berada di tingkatan strategis. Pertama, menyegmentasi ulang pasarnya.
Ditegaskan kembali siapa konsumennya dan bagaimana membangun konsumen
loyalis lewat Customer Relationship Management yang mumpuni. Kedua,
menilik kembali pola ekspansinya. Menurutnya, bukan hal yang merugikan
jika Hero mulai merangsek ke daerah. "Ada baiknya daerah digarap lebih
serius, terlebih dengan adanya otonomi daerah," sarannya.



Beberapa daerah yang disarankannya disasar adalah kota-kota kedua,
seperti Purwokerto atau Madiun. "Pemain asing posisinya akan lemah di
luar Jakarta, terutama di kota kedua," katanya. Menyasar ke daerah ini,
sebaiknya juga dilakukan Star Mart. Persoalannya, semua saran itu bukan
tanpa kerikil. Selain Star Mart akan bertarung dengan ribuan ritel
lokal yang sudah menjamur, Hero juga akan semakin dituntut untuk
mengefisiensikan SCM-nya.



SCM. Di luar langkah-langkah eskpansi yang penuh harap serta saran
meresegmentasi konsumen, pada akhirnya inilah komponen inti yang
mendesak diperbarui agar Hero mampu bersinar -- karena langkah ekspansi
bisa dievaluasi. Sejauh ini, manajemen Hero telah bekerja keras
mengurangi ruang-ruang di Pusat Distribusinya di Cibitung untuk menekan
modal kerja. Sayang, menilik kinerja kuartal I/2003, tampaknya ini
memang benar-benar menjadi pekerjaan rumah buat Hero. Dan aha, juga
buat Dairy. Sebagai pemilik, sangatlah layak jika Dairy juga memberikan
sentuhan midasnya di aspek ini. Tentunya, agar tak sekadar dicap
sebagai penunggang.



Riset: Asep Rohimat dan Siti Sumariyati


http://www.facebook.com/note.php?note_id=60742086201



      __________________________________________________________
Coba Yahoo! Messenger 10 Beta yang baru. Kini dengan update real-time, 
panggilan video, dan banyak lagi! Kunjungi http://id.messenger.yahoo.com/

Kirim email ke