Making Love ini yg pernah buat riset kalau ANTM bakal terjun ke 1400 ya?

MBagas irsyadinanda <[EMAIL PROTECTED]> wrote:                               
              05/09/2007 04:48:50 WIB   JAKARTA, Investor Daily
Data pertumbuhan manufaktur dan belanja konstruksi Amerika Serikat sedikit 
melemah. Tren itu memperkuat kecemasan sejumlah ekonom tentang ancaman resesi 
di negeri itu. Peluang terjadinya resesi di AS sekitar 60%.  
Ekonom dari tiga institusi ternama, yakni JP Morgan Chase & Co, Lehman 
Brothers, dan Merrill Lynch sama-sama menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi 
AS akibat melonjaknya biaya kredit yang dipicu krisis perumahan (mortgage). 


 Analis Merrill Lynch, Selasa (4/9), menyatakan peluang resesi ekonomi di AS 
sebesar 60%. Sedangkan Kurt Karl, kepala ekonom Swiss Reinsurance, reasuransi 
terbesar dunia, memprediksi peluang resesi di AS hanya sekitar 35%. Dia yakin 
dampak krisis subprime mortgage (SM) terhadap ketenagakerjaan hanya temporer 
dan pendapatan masyarakat segera meningkat.


 Sinyal resesi juga terbaca dari dua indikator yang selama ini memperkukuh 
ekonomi AS, yakni lapangan kerja dan pengeluaran konsumsi, tak lagi imun 
terhadap imbas krisis SM. 


 Mantan Menkeu AS Larry Summers mengingatkan pula meningkatnya risiko resesi AS 
akibat kenaikan biaya kredit yang bakal memukul konsumen dan pebisnis. Menurut 
profesor di Harvard University ini, kombinasi pelemahan di sektor perumahan, 
kontraksi kredit, meningkatkan ketidakpastian dan volatilitas, dan 
terpangkasnya kesejahteraan makin memperkuat potensi resesi.


 Larry Summers pekan lalu memperkirakan, perekonomian AS akan menghadapi risiko 
resesi yang lebih parah ketimbang setelah tragedi 11 September 2001. Alasan 
dia, karena belum ada angka pasti korban krisis SM, di samping pemerintah AS 
belum mengobservasi kejadian sebenarnya kasus SM dan pengaruhnya terhadap 
perekonomian.


 Martin Feldstein, presiden Biro Riset Ekonomi Nasional juga melihat adanya 
kenaikan risiko resesi yang signifikan saat ini. 
  
 Pertumbuhan Melambat


 Para investor global mencermati data bulanan Agustus tentang pertumbuhan 
manufaktur, belanja konstruksi, dan penjualan otomotif di Amerika Serikat yang 
diumumkan Selasa. Ketiganya merupakan indikator kunci yang menjadi sinyal 
kondisi perekonomian negeri itu. 


 Pertumbuhan manufaktur di AS pada Agustus, yang tercermin pada indeks 
Institute for Supply Management, sedikit menurun ke posisi 52,9, dari 53,8 pada 
Juli. Namun hal itu dinilai masih mencerminkan adanya ekspansi.


 Sedangkan belanja pada proyek konstruksi juga turun pada Juli, sebesar 0,4%. 
Hal ini mengindikasikan bahwa pembangunan rumah sedikit melambat. 


 Investor juga menunggu data pasar tenaga kerja AS yang akan diumumkan Jumat 
lusa. Para ekonom yang disurvei Thomson Financial memprediksi bahwa upah sektor 
nonpertanian naik pada Agustus, tingkat pengangguran bertahan pada level 4,6%, 
serta penghasilan per jam naik 0,3%.


 Di lain sisi, turbulensi di sektor finansial AS dan global telah meluruhkan 
kepercayaan konsumen dan pebisnis berdasarkan survei akhir Agustus lalu. Hal 
itu membuat mereka mengerem belanja, yang memicu resesi. Gelagat itu membuat 
peritel terbesar dunia, Wal-Mart, menurunkan prediksi laba tahun ini. 


 Jonathan Basile, ekonom Credit Suisse Holdings di New York menyatakan, bila 
krisis kredit di AS sampai menurunkan penjualan otomotif, itu akan mencemaskan 
pasar. 


 Penjualan otomotif Ford pada Agustus diprediksi turun 12% dan General Motors 
terpangkas 5,9%.


 Pada pengujung 2000, anjloknya kepercayaan konsumen yang diperburuk oleh 
kontraksi manufaktur dan penurunan terendah penjualan otomotif dalam dua tahun 
telah memicu resesi di AS. 


 Menurut data Bloomberg, penjualan mobil dan truk di AS turun selama tujuh 
bulan berturut-turut, penurunan terendah dalam 31 tahun. 


 Suku Bunga Global


 Perhatian investor juga masih terfokus pada bank sentral AS (The Fed). 
Sejumlah investor optimistis bahwa The Fed tidak hanya memangkas suku bunga 
acuan (Fed Fund rate/FFR) sebesar 0,25% pada pertemuan 18 September, tapi juga 
akan menurunkan lagi 0,25% pada Oktober. The Fed tak pernah memangkas FFR sejak 
2003, ketika turun dari 1,25% menjadi 1%. Mulai 2004, The Fed menaikan FFR 
secara gradual hingga mencapai 5,25% pada Juni 2006, tertinggi sejak awal 2001.


 Selain itu, para investor juga penasaran apakah bank sentral Inggris (Bank of 
England) dan bank sentral Eropa (ECB) bakal memangkas bunga pada Kamis besok. 


 Di tengah ketidakpastian sikap The Fed dan bursa yang fluktuatif, sejumlah 
perusahaan multinasional mengabaikan krisis SM. Sony Corp tetap akan 
mencatatkan saham anak perusahaannya yang bergerak di sektor keuangan di Tokyo 
Stock Exchange bulan depan untuk menghimpun dana lebih US$ 3 miliar dalam IPO 
terbesar di Jepang tahun ini.
  
 Sebuah lembaga investasi milik Pemerintah Dubai, Istithmar, bahkan berniat 
membeli dua perusahaan yang terpukul oleh besarnya eskposur mortgage. 


 Sebelumnya, Bank for International Settlement (BIS) menyatakan, anjloknya 
pasar finansial yang dipicu krisis SM tak seburuk krisis moneter pada 1998 yang 
dipicu kolapsnya lembaga investasi Long-Term Capital Management (LTCM) di 
Rusia. LTCM, lembaga investasi Rusia yang dikelola John Meriwether mengalami 
gagal bayar karena terjerat utang US$ 40 miliar pada Agustus 1998, yang membuat 
pemodal panik dan menarik semua portofolionya.


 Saat krisis SM, kata BIS, harga saham perbankan hanya turun 17% tahun ini, 
atau separo dari penurunan saham perbankan pada 1998 sebesar 35%.


 Bursa Regional


 Pada penutupan perdagangan Selasa, mayoritas bursa regional ditutup melemah 
tipis. Namun, di Bursa Efek Jakarta (BEJ), indeks harga saham gabungan (IHSG) 
naik tipis 1,54 poin (0,06%) ke level 2.215. Pemodal asing membukukan pembelian 
bersih Rp 23,89 miliar.
  
 Menurut analis PT Paramitra Alfa Sekuritas Miranda Hotmadia, indeks BEJ masih 
berpeluang menguji resistance berikutnya di level 2.230-an. 
  
 Sedangkan indeks Nikkei 225 terpangkas 0,63%, indeks gabungan Manila turun 
1,69%, Shanghai turun 0,51%, Hang Seng 0,08%, Korsel 0,38%, dan Singapura minus 
0,3%.
  
 Kim Hak-kyun, analis Korea Investment and Securities menilai, dampak terburuk 
SM di AS telah berlalu. “Tapi, pertanyaan utamanya apakah The Fed akan 
memangkas bunga pada pertemuan 18 September," ujarnya.


 Bursa Korsel sempat naik, terdongkrak sentimen positif akuisisi 51% saham 
Korea Exchange Bank (KEB) oleh HSBC. Hal itu memicu harga saham KEB naik 1,7%. 


 Di AS, setelah bursa tutup pada Senin karena peringatan Hari Buruh, pada awal 
perdagangan Selasa, indeks cenderung menguat. Hal itu dipicu kenaikan saham 
perusahaan teknologi seperti Apple dan Yahoo. Indeks Dow Jones naik 0,33%, 
indeks S&P 500 meningkat 0,68%, serta indeks Nasdaq terdongkrak 1,01%.
  
 Sementara itu, harga minyak naik mendekati US$ 74 per barek akibat hantaman 
badai Felix merusak fasilitas kilang minyak di Teluk Meksiko. (asp/art/cd/hg)






          
---------------------------------
Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru!
     
                               

 Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com 

Reply via email to