Nah ini nih yg saya cari2 ada hitung2an model gini, soalnya selama ini saya 
gelap (hehe maklum deh).

  ----- Original Message ----- 
  From: James Arifin 
  To: obrolan-bandar@yahoogroups.com 
  Sent: Wednesday, April 23, 2008 1:05 PM
  Subject: [obrolan-bandar] Kenaikan BBM Sulit Ditahan


  Ada yang bisa komentar nggak terhadap analisa berikut: mestinya selama 
konsumsi untuk subsidi lebih rendah dari penghasilan dari produksi mestinya 
efek kenaikan minyak net-net an aja.

  Regards,

  ---------- Forwarded message ----------
  From: Johand Dimalouw <[EMAIL PROTECTED]>
  Date: Apr 22, 2008 9:24 PM


   

  Rekan-rekan IndoEnergy yth,



  Naiknya harga minyak bumi di pasar global selalu kita bicara tentang naiknya 
besar subsidi BBM dan APBN -P 2008.  



  Benar, kita/NKRI sdh jadi negara pengimpor minyak bumi sejak 2004, tetapi 
nyatanya dalam APBN 2008 (maaf saya belum punya data  APBN-P 2008) kita punya 
sumber pendapatan berasal dari SDA MIGAS dan nyatanya kita masih menjadi 
anggota OPEC. Kalau kita anggota OPEC, dan OPEC menaikan harga minyak bumi atau 
naik karena penyebab lain, kita masalah jadi susah. Agak aneh nampaknya.



  Kalau berdasarkan data DEPKEU,  yang dihitung dengan asumsi harga minyak bumi 
ICP adalah US$60/bbl dalam APBN 2008, tertulis

    a.. Di sisi sumber pendapatan terdapat Rp 118T sebagai kontribusi MIGAS  
(Rp 84T dari minyak dan Rp 34T dari gas), dalam kelompok 'Pendapatan bukan 
pajak.' 
    b.. Ada lagi pendapatan Rp 42T, dari pajak penghasilan perusahaan Migas  
termasuk dalam kelompok 'pendapatan dari pajak.' 
    c.. Jadi jumlah seluruhnya Rp 160T, Kontribusi MIGAS dan Badan Usahanya 
(belum termasuk hasil Pertamina).  
    d.. Di sisi Pengeluaran, tertulis angka Rp 98T untuk total pengeluaran NKRI 
untuk beberapa macam Subsidi (termasuk subsidi BBM dan Listrik), di mana angka 
untuk 'Subsidi BBM dan Listrik' adalah sebesar Rp 76T.(Detail komponen subsidi 
terdiri dari subsidi BBM, Listrik, pangan, pupuk, benih, PSO, Program, Minyak 
goreng, dan pajak.) 
    e.. Jadi hasil MIGAS dikurangi Subsidi (BBM +Listrik, krn listrik juga 
pakai BBM) = Rp (160 - 76) T = Rp 84T. 
    f.. Kalau kita hitung hanya minyak bumi, maka hasil minyak bumi - subsidi 
(BBM & listrik) = Rp (84 - 76)T = Rp 8T. Masih tetap ada keuntungan sebesar Rp 
8T.  
    g.. Dari angka-angka APBN ini, nyatanya kita untung (bukan rugi) dlm usaha 
MIGAS. Kalau harga minyak bumi naik, keuntungan dari MIGAS itu juga naik dan 
angka subsidi BBM juga naik dan sisanyapun naik, logisnya.  Mengapa harga BBM 
harus dinaikan untuk mengimbangi naiknya harga minyak bumi dan menekan subsidi? 
  Jadi seharusnya kita tidak jadi susah karena naiknya harga minyak bumi karena 
kita masih punya penghasilan dari MIGAS dan jadi anggota OPEC yg menginginkan 
harga minyak bumi itu tinggi.

  Barang kali ada rekan-rekan yg bisa membantu menjelaskan kenapa kita jadi 
susah spt dibahas di dalam pemberitaan ini.

  Terima kasih
  JD


   


  . 

   

Kirim email ke