JAKARTA. Anda yang memiliki saham di sebuah perusahaan, boleh senang. Mulai tahun depan, pemerintah dan DPR bakal menurunkan tarif pajak atas dividen. Saat ini, tarif pajak dividen adalah 20%. Tahun depan pemerintah mengusulkan tarifnya turun menjadi 15%.
Penurunan tarif ini akan masuk menjadi salah satu pasal dalam Rancangan Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh). Soal berapa persentasenya, itu yang masih dalam pembahasan antara pemerintah dan Panitia Kerja (Panja) RUU PPh DPR. Maklum, masing-masing fraksi masih berbeda pendapat soal tarif baru. Fraksi PDI Perjuangan misalnya meminta pajak dividen hanya 5%. Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengusulkan pajak dividen hanya sebesar 10%. Usul Fraksi Golkar lain lagi. "Kami ingin fleksibel. Tahun pertama 5%, lalu bila tiga tahun berturut-turut tidak membagikan dividen, tarifnya menjadi 15%," kata Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU PPh Melchias Markus Mekeng, Senin (23/6). Yang menarik usul dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN). Partai ini malah meminta supaya dividen tidak masuk sebagai objek pajak. "Sehingga dividen bebas pajak," kata Drajad Wibowo, anggota Panja RUU PPh dari Fraksi PAN. Bahkan, berkat usul PAN ini, Panja RUU PPh akan melakukan voting. "Ini untuk memutuskan dividen masuk sebagai objek pajak atau hanya tarifnya yang turun," kata Melchias. Usul pemerintah untuk menurunkan tarif PPh dividen adalah sebagai insentif untuk investor pasar modal. Harapannya, penurunan pajak dividen itu akan membuat investor pasar modal makin banyak. Namun yang perlu menjadi catatan pula, sejatinya ketentuan ini bukan hanya berlaku untuk dividen yang dibagikan perusahaan publik. "Ini berlaku untuk semua, bukan cuma untuk perusahaan yang ada di pasar modal," tegas Melchias. Ketua Asosiasi Emiten Indonesia Airlangga Hartanto sebenarnya lebih setuju dividen benar-benar bebas dari pajak. Ini akan menggairahkan bursa. Tapi AEI pasrah, "Kita tunggu saja hasil dari Panja RUU PPh, kalau boleh sebaiknya lebih rendah lagi," kata Airlangga. Selain pajak dividen, kabar lain dari pembahasan RUU ini adalah hilangnya pungutan fiskal ke luar negeri mulai 2011.