Pembahasan menarik tentang IHSG dari forum tetangga http://forum.detik.com/showthread.php?t=63383
Quote: Originally Posted by bull_vs_bear ISHG sudah turun sampe 1450 atawa hampir 50% dari puncaknya 2830. Biasanya neeeh... turunnya nyampe 67% maksimal atawa target berikutnya di 950 yang mungkin dicapai di semester pertama th. 2009. Alasanya: Kebutuhan US dollar yang meroket karena dibutuhin sama orang asing yang menjual saham, SUN, atawa surat utang lain yang diterbitin korporasi, mereka kemudian mengkonversikanya ke US dollar. US dollar bisa saja sampe 11.000, walaupun BI naikin bunga dan Bank Sentral di luar negeri nurunin bunga tetep kagak bisa menahan pelemahan rupiah. Bank akan kesulitan likuiditas utamanya likuiditas US dollar..... Emiten yang punya porfolio kredit US dollar akan ketiban lebih parah. Hutang korporasi/BUMN dalam US dollar yang jatuh tempo bakalan susah diperpanjang, kalaupun bisa bunganya bakalan tinggi. (Ada feeling kemungkinan hutang US dollar emiten BUMN bakalan di bailout sama pemerintah RI). Tertahannya emiten2 baru yang akan go public karena kondisi pasar lagi amburadul. Pembelian US dollar untuk kebutuhan impor. Perekonomian dunia dalam resesi, menurunnya pertumbuhan ekonomi negara2 pengimpor bahan baku dari Indonesia. Keuntungan Emiten eksportir hasil pertambangan, perkebunan dan turunannya akan tergerus. Ketiadak pastian dunia politik menjelang pemilihan presiden thn 2009. Nah..... jadi bisa saja ISHG dibawah 1000, apalagi kalau Dow Jones ditargetkan ke 7.000...... Quote: Originally Posted by danyto Possible kah IHSG ke level 800 an? Bisa jadi karena beberapa alasan: 1). Asing mendominasi perdagangan di Bursa Indonesia dengan komposisi sampai 70% yang sering dinamakan "hot money" atau hedge funds, yang berarti setiap saat bisa ditarik oleh investor untuk diinvestasikan di negara lain atau negara asal mereka. Apalagi dengan krisis yang terjadi di AS, sangat mungkin pemerintah AS mnghimbau agar semua dana institusi keuangan AS yang ada diluar AS ditarik kembali ke AS untuk menopang fundamental keuangan negara mereka. 2). Pergerakan bursa selama ini ditopang oleh saham berbasis Energi, Pertambangan dan Perkebunan. SEktor-sektor ini otomatis sangat berhubungan dengan harga minyak dunia yang belakangan menunjukkan trend menurun, bahkan sangat mungkin kembali ke level harga 2 tahun yang lalu (USD$ 45-$50, karena memang kenaikkan minyak lebih disebabkan oleh faktor spekulasi, bukan karena perubahan Fundamental yang signifikan i.e permintaan minyak yang meningkat, bahkan sangat mungkin terjadi penurunan permintaan oleh krisis di AS yang merupakan 20% pengkonsumsi minyak dunia -bandingkan dengan China dan India yang digabung hanya 9% dari permintaan minyak dunia). Beberapa bulan terakhinr indikasi ini semakin jelas, jika harga minyak dunia naik, maka IHSG akan turut naik begitu pula sebaliknya. Dan ini akan menjadi berbahaya dan fragile karena akan menjadi lahan spekulasi bagi investor yang bermodal kuat. 3). Intervensi yang berlebihan dari otoritas yang tujuannya melindungi beberapa emitmen yang karena ketamakkannya (dan mungkin juga sumpah dari puluhan ribu warga miskin yang merasa dirugikan) harus melihat kejatuhan bisnis nya satu per satu tanpa bisa berbuat apa-apa. Ini sangat berbahaya, membuat investor asing tidak merasa aman untuk beriventasi di Bursa Indonesia (volume perdagangan yang sangat tipis beberapa hari belakangan ini). Dengan dalih untuk menjaga bursa dari pengaruh global dan investor yang tidak rasional. Padahal itu adalah konsekuensi dari Free market economy sehingga pada akhirnya harga akan mencari titik keseimbangannya sendiri, dan lagi "semakin irasional keadaan, semakin besar kesempatan untuk berinvestasi dan mendapatkan keuntungan". 4). Faktor Lainnya seperti, tingginya tingkat suku bunga (9.5%) sehingga banyak investor memilih investasi yang aman (karena dijamin hingga 2 milyar) dalam bentuk deposito dan menarik dana investasi dari saham. Tinggiinya bunga pinjaman bank berakibat tingginya biaya financing yang harus dipikul emitmen dan investor (jika mamakai fasilitas margin- dan memperbesar resiko forced selling) dan tingginya angka inflasi di Indonesia sehingga "value of money" dari rupiah pun terdepresiasi secara signifikan, membuat banyak orang mencari "lindung nilai" dari investasi mereka yaitu dengan cara membeli logam mulia atau valuta asing. Apakah ada yang bisa dilakukan untuk meminimalkan turbulensi dari krisis global terhadap Bursa Indonesia? Ayo coba kita brainstorming dan pikirkan bersama karena efeknya tentu sangat besar bagi sektor riil perekonomian negara kita. Contoh : Dengan tegas kita minta otoritas bersikap adil dan tidak melindungi emitmen tertentu karena memang risiko perusahaan terdaftar di bursa harus ditanggung oleh emitmen tersebut justru hal tersebut bisa mematikan investor menengah lokal yang mempunyai saham emitmen tersebut tidak dapat menjual saham mereka selagi masih ada nilainya, karena bisa dipastikan begitu dibuka suspend nya, nilai saham emitmen tersebut akan terjun bebas 10% setiap hari (sesuai auto reject policy) sampai mendekati titik minimum (barulah kemudian saham tersebut diborong oleh spekulator bermodal kuat)