Dahlan Iskan : Mengapa Tidak Langsung Bangkit

http://www.jawapos.co.id/



 

Ketika sepak bola Inggris kalah di Piala Dunia tahun lalu, siapa yang
harus disalahkan? 

''Margaret Thatcher!'' teriak seorang politikus di sana. 

Lho, apa hubungan sepak bola dengan wanita yang sudah sangat tua itu?
''Waktu dia menjadi perdana menteri, subsidi susu untuk murid SD
dikurangi. Akibatnya, tulang pemain Inggris banyak yang patah. Pemain
sepak bola yang ikut Piala Dunia itu masih SD saat Thatcher menjadi
perdana menteri," tambahnya.

Lalu, siapa yang harus disalahkan atas terjadinya krisis keuangan di
Amerika dan dunia saat ini? ''Al Khawarizmi!" Apa hubungan krisis zaman
ini dengan tokoh yang hidup di zaman kuno itu? 

Dialah yang menemukan logaritma dan matematika. Gara-gara ilmu
matematika itulah, belakangan ini muncul satu jenis produk bank yang
disebut derivatif. Tanpa ilmu matematika tidak mungkin ada derivatif
(bahasa Mandarinnya...)

Lalu, ada yang bilang bahwa penyebab sebenarnya adalah orang Mesir atau
Tiongkok. Orang Mesirlah yang menemukan matematika dengan geometrinya
saat mendirikan piramida. Atau, barangkali karena orang Tiongkok
menemukan sipoa yang menjadi awal ilmu matematika-aritmatika.

Bahkan, jangan-jangan yang salah adalah Al Jabr karena dialah yang
menciptakan angka. Mungkin juga kita bisa menyalahkan Girolamo Cardano
yang pada tahun 1500-an menemukan teori probabilitas (ilmu peluang).

Simaklah rumus yang saya sertakan di tulisan ini. Itulah wujudnya kalau
ilmu matematika, geometri, aritmatika, statistik, dan probabilitas
dimasak menjadi satu. Lalu ditambahi bumbu rakus. Kokinya para banker
dan pelaku pasar modal. Maka, jadilah masakan siap saji yang disebut
''model''. Model itu lantas menjadi software. Lalu, dianggap sebagai
ilmu kebenaran. Semua pemain derivatif menggunakan ''software model''
derivatif itu untuk membenarkan hitungan bahwa uang yang hari itu
nilainya 1 juta, lima tahun atau 10 tahun yang akan datang bisa menjadi,
misalnya, 100 miliar.

Seandainya Anda punya uang Rp 1 juta, lalu ditawari untuk ikut
derivatif, tentu Anda akan bertanya bagaimana caranya kok uang tersebut
bisa tumbuh begitu menggiurkan? Lalu, operator derivatif akan
menyodorkan rumus yang ruwet itu. Sanggupkah Anda memahami rumus itu?
Yang menjelaskan sendiri bisa jadi tidak bisa benar-benar memahami.
Mereka bisa langsung minta bantuan komputer untuk ''memprosesnya'': Rp 1
juta x model + enter. Keluarlah angka Rp 100 miliar di laptop.
Masalahnya, semua pilihan model adalah yang asumsinya baik. Tidak pernah
diciptakan model yang didasarkan asumsi sebaliknya. Maka, tidak ada Rp 1
juta x model + enter = hilang.

Meski semua pihak kini sudah tahu bahwa penyebab krisis ini adalah
derivatif, akan diapakan ''binatang'' itu masih belum ada pembicaraan.
Melarangnya sama sekali kelihatannya sulit, mengingat sudah dibuktikan
bahwa dengan derivatif hidup ini bisa lebih hidup. Tapi juga sudah
dibuktikan bahwa derivatif membuat kekacauan. 

Kalau kelak derivatif cukup dibatasi, akan menjadi perdebatan seru
pembatasan itu sampai pada derivatif keturunan berapa. Sekarang ini
derivatif mungkin sudah sampai 13 keturunan. Nah, apakah akan dibatasi
sampai lima keturunan saja? Misalnya, swaps masih diperbolehkan. Tapi,
anaknya, CDS (credit default swaps), mungkin sudah tidak boleh. Apalagi
cucunya yang bernama credit default option, atau cicitnya yang disebut
credit default swaption, atau cicit-cicit berikutnya lagi. Saya kira,
sekian keturunan dari derivatif pasti akan dilarang. 

Kalau kebangkitan hari pertama pasar modal Senin lalu tidak langsung
diikuti oleh kebangkitan lebih lanjut di hari-hari berikutnya, antara
lain karena soal yang mendasari krisis itu sendiri belum diselesaikan.
Semua memang masih sibuk melakukan PPPK (pertolongan pertama pada
kecelakaan). Yang penting pasar modal dan perbankan selamat dulu.
Terutama perbankan. Usaha ini kelihatannya berhasil. Namun, untuk bisa
memulihkan ke keadaan semula, tentu masih harus menunggu diselesaikannya
pengaturan derivatif.

Siapa yang mengatur derivatif itu? 

Selama ini tidak ada! 

Bisnis yang menyangkut USD 600 triliun ini (bandingkan dengan GDP
Amerika yang hanya USD 15 triliun) diatur oleh pelaku derivatif itu
sendiri. Mereka membentuk persatuan pelaku derivatif. Namanya Asosiasi
Swaps dan Derivatif Internasional. Asosiasi itulah yang mengatur segala
sesuatu tentang bisnis ini. Mulai aturannya hingga format-format
kontraknya. Tidak ada pemerintah mana pun yang mampu mencampurinya.

Padahal, korban derivatif ini luar biasa banyaknya. Mulai perorangan,
perusahaan, hingga lembaga keuangan sendiri. Termasuk yang menjadi
berita besar awal tahun ini: Societe General rugi USD 7,2 miliar juga
oleh derivatif. Bahkan, beberapa tahun lalu sebuah pemda di Amerika,
kabupaten terkenal di California bernama Orange County, juga menyatakan
diri bankrut sebagai korban derivatif. Di sana pemda memang
diperbolehkan mengeluarkan obligasi untuk pembangunan daerahnya. Tapi,
dalam kasus Orange County ini, dana daerah dimainkan di derivatif. Kalau
berhasil sih, 30 persen APBD-nya akan datang dari hasil derivatif itu.
Tapi, bendaharawan kota itu salah hitung. Lalu, kota itu pun dinyatakan
bangkrut.

Siapa yang kira-kira akan ambil inisiatif untuk mengatur semua itu? 

Pemerintah AS? Bukan urusannya. Bank Dunia? Bukan bidangnya. Bank
sentral masing-masing negara? Juga bukan tugasnya.

Para penemu logaritma, geometri, aritmatika, Al Khawarizmi, Al Jabr,
Girolamo Cardano, barangkali, harus bangkit dulu dari kubur mereka untuk
merundingkannya. (*)


Kirim email ke