MENGATASI WABAH PEMURTADAN (7)

6. Mereka makhluk tanpa toleransi

Sikap intoleransi kaum Kristen terhadap umat Islam sudah cukup banyak.
Kepedihan karena ulah ketiadaan sikap toleransi umat Kristen  itu telah
dirasakan oleh umat Islam di Indonesia, tidak hanya satu atau dua kali saja,
akan tetapi telah berulang kali.

Ketersinggungan umat Islam seakan telah dijadikan target kaum Nashara dalam
gerakannya di tengah umat Islam sebagai mayoritas bangsa ini. Dan mungkin
saja akan berakhir sampai tamatnya Republik ini. Uraian dibawah ini.

mencoba mengutippenggalan sejarah yang sangat penting tentang sikap
intoleransi umat Kristen dari sekian banyak sikap intoleransi yang ada.

Untuk pertama sekali sikap intoleransi umat Kristen terhadap umat Islam
adalah keluarnya ancaman pemuka Kristen dari Indonesia bagian timur ketika
dasar negara Indonesia hendak diumumkan pada tanggal 18 Agustus 1945, dengan
ancaman akan melepaskan diri dari negara kesatuan Indonesia. Apabila tidak
menghilangkan tujuh kata "dengan kewajiban umat Islam menjalankan Syariat
Islam bagi Pemeluk-pemeluknya" dari Pancasila. Akhirnya tujuh kata itu
dihapus. Padahal dalam sidang pembahasan dasar negara itu, umat Kristen
sudah diwakili oleh M.A Maramis di BPUPKI (Badan Persiapan Kemerdekaan
Indonsia) dan Maramis telah sepakat. Namun apa boleh buat, tujuh kata yang
sudah disepakati itu harus dibatalkan demi keutuhan bangsa Indonesia, walau
dibawah ancaman.

Itu sejarah awal kepiluan umat Islam yang ditorehkan oleh nenek moyang
Kristen di bangsa ini. Bagi umat Islam ini jelas adalah pengorbanan yang
sangat besar dan seluruh aspek perjuangan menegakkan syariat Islam, tidaklah
berlebihan Syafruddin Parawira Negara berkomentar "penghapusan tujuh kata
dalam piagam Jakarta, merupakan hadiah terbesar umat Islam bagi bangsa
Indonesia ini".

Tradisi sikap intoleransi terus berlanjut pada generasi Kristen sampai hari
ini. Setiap ada kesempatan untuk melakukan pekabaran injil tidak pernah
mereka lewati. Mereka tidak peduli apakah umat Islam tersinggung pada sikap
dan tindakan itu atau tidak, mereka tidak pernah hiraukan.

Peristiwa musyawarah  antar golongan agama, 30 November 1967 misalnya,
musyawarah itu dikuti oleh wakil-wakil golongan: Islam,  Katolik,
Protestan,  Budha,  Hindu. Pertemuan itu dimaksudkan mencari jalan keluar
sehubungan dengan ketegangan antar umat beragama, khususnya Islam dan
Kristen.

Musyawarah ini gagal karena tidak mencapai kesepakatan dalam perumusan sikap
bersama.
Konsep pernyataan yang diajukan Mentri agama KH. Moh. Dahlan, ditolak
mentah-mentah oleh kelompok Kristen. Penolakan itu dikarenakan kelompok
Kristen tidak sepakat dengan satu Klausul yang berbunyi : "...tidak
menjadikan umat telah beragama sebagai sasaran penyebaran agama
masing-masing". Sementara umat agama lain menerima dengan senang hati.
Penerimaan umat Islam, Hindu, dan Budha tentu demi keutuhan bangsa. Cuma
wakil agama
Kristen yang tidak sepakat. Inilah kenyataan tradisi intoleransi yang
dimiliki umat Kristen.

Di Sumatera Barat, tindakan intoleransi itupun terjadi. Diantaranya terjadi
di Painan dengan tokoh Robert Adam. Tindakan intoleransi Robert itu dapat
dilihat, ketika pengeboman gedung WTC Amerika II September 2001, pada hari
berikutnya Robert memasang spanduk besar di  halaman rumahnya, bertuliskan
"KITA BERDUKA CITA ATAS MENINGGALNYA ORANG-ORANG
AMERIKA DARI TERORIS UMAT ISLAM YANG FANATIK".

Tulisan demikian tentu amat mengganggu perasaan umat Islam. Tetapi dasar
Robert yang tidak punya tenggang rasa, tulisan itu baru diturunkan ketika
masyarakat telah memprotesnya dengan berbagai cara. Ini hanya sebagian kecil
dari sederet tindakan intoleransi yang ada di seantero Nusantara ini.

(bersambung)




____________________________________________________

Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://rantaunet.org/palanta-setting
------------------------------------------------------------
Tata Tertib Palanta RantauNet:
http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
____________________________________________________

Kirim email ke