Evelyna Dianita; Pelukis Perempuan Minangkabau
Oleh: Eko Bambang S

Seniman lukis di Sumatera Barat memang cukup banyak, namun pelukis yang
mengkhususkan pada lukisan perempuan Minangkabau ini bisa jadi dapat
dihitung tangan, apalagi yang melukis itu adalah seorang perempuan. Dalam
kondisi seperti itu, diantara banyaknya seniman lukis, masih beruntung
Sumatera Barat mempunyai pelukis perempuan. Tidak hanya sebagai pelukis
perempuan yang menjadi keistimewaan, tetapi objek lukisannya tergolong cukup
langka yaitu tentang perempuan Minangkabau dalam aktivitasnya sehari-hari.
Seniman itu bernama Evelyna Dianita, ia memilih objek perempuan karena
perempuan Minangkabau dalam posisinya selalu saja mengalami sejumlah
tragedi.

Masyarakat Minangkabau boleh berbangga karena di tengah semakin menurunnya
kecintaan akan budaya Minang, masyarakat Minangkabau masih mempunyai sosok
Evelyna Dianita, pelukis perempuan yang sangat peduli dengan
persoalan-persoalan perempuan Minangkabau. Kecintaan dan kepedulian Evelyna
terhadap perempuan Minang ini ditorehkannya dalam sebuah kanvas yang
membentuk ekspresi dan potret kehidupan perempuan Minang. "Spesifik lukisan
saya memang perempuan Minang, soalnya saya sendiri kan orang Minang jadi
saya suka bikin lukisan perempuan Minang. Selain itu pakaian-pakaian adat
Minang itu bagus-bagus, jadi saya suka bikin perempuan Minang dengan pakai
pakaian adat yang aneka ragam, ungkap Evelyna Itulah alas an yang membuatnya
tertarik melukis perempuan Minang.

Pilihan hidupnya untuk menjadi pelukis pada awalnya tidak pernah
dibayangkan. Darah seniman yang mengalir dari bapaknya yang juga sebagai
seorang pelukis menjadikan Evelyne sejak masih kanan-kanak sudah produktif
untuk melukis. Evelyna yang lahir di Bukittinggi 13 Juli 1963 akhirnya
tertarik untuk melukis secara serius ketika pada suatu kali hasil lukisannya
diapresiasi oleh orang dengan cara dibeli untuk koleksi. "Saya sudah punya
bakat melukis, menggambar, sejak kecil, bapak saya juga pelukis. Saya
sekolah di SMSR, melukis mula-mula sekedar hobi, tahu-tahu ada yang minat
suka lukisan saya. Sebenarnya saya ngak ada niat buat jual cuma sekedar buat
suka-suka saja , namun tiba-tiba lalu ada yang beli lukisan saya, sejak itu
saya mulai terpancing untuk melukis. Karya saya yang dihargai oleh orang
itulah yang menjadikan saya rutin melukis dan melukis terus, sampai
 sekarang" ujarnya.

Ketertarikannya untuk melukis perempuan Minang nampaknya tidak saja didasari
oleh kecintaanya dengan keindahan adat-istiadat Minangkabau. Ia melukis
perempuan Minang karena dalam banyak hal perempuan Minang selalu dihadapkan
oleh sejumlah tragedi-tragedi kehidupan, seperti yang banyak juga
diceritakan oleh cerita-cerita rakyat Minangkabau. "Dalam cerita Minang
perempuan-perempuan itu banyak dalam keadaan terpinggirkan, sering mengalami
masalah seperti tragedi Sabai Nana Loi yaitu tragedi seorang perempuan
membunuh orang yang membunuh bapaknya lalu dalam Siti Jamilah ada yang
perempuan yang suaminya menikah lagi dia bunuh diri lalu ada cerita Juno
Mato perempuan yang dilarikan karena mau menikah dengan calon yang lain.
Dari sejumlah cerita itu seolah-olah perempuan itu jadi objek, jadi
kadang-kadang saya melukis perempuan dalam tragedi itu. Saya sedih karena
jarang ada cerita yang gembira, ujar evelyna.
Kalau wajah kesedihan perempuan yang selalu ditampilkan karena begitu
banyaknya persoalan perempuan Minang, apakah perempuan Minang sebenarnya
selalu diliputi oleh banyaknya kesedihan? "Sebenarnya nggak, saya sering
ngambil objeknya yang begitu karena saya lebih menjiwai daripada perempuan
yang gembira-gembira atau kelihatan cerah, dan tidak jauh dari kenyataan.

Kehidupan pelukis memang tidak selalu indah seperti lukisannya. Tingkat
apresiasi masyarakat yang rendah dan minimnya dukungan pemerintah Sumatera
Barat, untuk mendorong seni budaya menjadikan karya lukis minim sekali
mendapat apresasi masyarakat. Sebagaimana penuturan Evelyna, "apresiasi
disini kok kurang, mungkin mereka pada umumnya belum memahami seni rupa,
jadi ini bukan berarti seniman-seniman di Sumatera Barat tidak produktif,
tapi buat mengenalkan karya-karya ke orang kita perlu komunikasi dengan
apresiator nah itu yang kurang, walaupun sering pameran tapi kadang-kadang
pameran itu tidak dikunjungi karena kurangnya apresiasi orang-orang tentang
seni rupa seni lukis dan terhadap pelukisnya, keluh Evelyna.
Akibat minimnya apresiasi masyarakat terhadap seni rupa ini maka hal ini
berdampak pada minimnya masyarakat yang berminat untuk membeli hasil karya
seni tersebut. Tentunya ini sangat menghambat sekali dalam proses melukis,
meskipun persoalan itu bukan persoalan utama. Evelyne terkadang harus
menghentikan kegiatan melukisnya karena memang ia tidak mampu membeli cat
minyak sebagai bahan. Sementara itu pada satu sisi Evelyne memang sepenuhnya
menggantungkan hidupnya dari melukis."Jadi, kita kadang-kadang terbentur
kalau lagi melukis, saya terbentur bahan habis, sementara lukisan itukan
tidak setiap hari dibeli orang saya dan hidup saya cuma dari lukisan kan,
nah itu yang menjadi masalahnya, kata Evelyna.
Evelyne bukanlah orang yang suka berharap terlalu tinggi. Ia hanya
bercita-cita seniman bisa mendapat apresiasi dari masyarakat. Ia sudah mulai
mewujudkan keinginannya dengan mendirikan Art Galerry Salasar bersama
teman-teman sesama seniman di Sumatera barat yang bertujuan untuk
mengembangkan potensi seniman lukis di Sumatera Barat. "Dengan galeri ini
kita inginkan seniman-seniman Sumatera Barat punya satu wadah yang bisa
membina, yang bisa mengarahkan, yang bisa menyatuan seniman-seniman di
Sumatera Barat untuk menjadi aset di daerah sendiri" kata Evelyna.

Evelyne sebagai pelukis satu-satunya di Minangkabau yang mempunyai fokus
pada kehidupan masyarakat Minangkabau baik adat istiadat maupun kehidupan
sosialnya dan perempuan Minangkabau sering menjadi instrumen utama dalam
lukisannya. Hal ini diakui oleh Putri Reno Intan, ketua dari yayasan seni
rupa Sarasah yang juga sebagai seniman serta rekan dekatnya.
"Lukisan-lukisan Evelyna menonjolkan lingkungan alam Minangkabau dan
kesehari- harian perempuan Minangkabau dahulu, hal ini bagi peminat seni
rupa itu yang mereka cari, kebiasaan-kebiasaan lama masyarakat Minangkabau
dan tidak semua pelukis yang mampu untuk melukiskan itu kan dan mungkin
hanya satu.
Kehadiran Evelyna bisa jadi tidak berarti apa-apa ketika apresiasi dan
dukungan masyarakat serta pemerintah tidak kunjung tiba. Tentu ini sangat
disayangkan, karena kehadiran Evelyna seharusnya bisa menjadi kebanggaan
masyarakat Sumatera Barat. Evelyna adalah seniman perempuan yang tidak saja
mempunyai kemampuan melukis, ia juga peduli akan kehidupan masyarakat
Minangkabau dan secara khusus ia mempunyai kepedulian terhadap perempuan
Minangkabau.



____________________________________________________

Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://rantaunet.org/palanta-setting
------------------------------------------------------------
Tata Tertib Palanta RantauNet:
http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
____________________________________________________

Kirim email ke