Assalamualaikum Wr Wb.


Ikut nimbrung sedikit tentang kuliah di dalam dan luar negeri.


Kebetulan kami sekeluarga telah lama hidup di luar negeri lebih dari 32 tahun, dan kami hidup di eropa, persisnya di kota Paris


Anak anak kami lahir di luar dan mereka sekolah dari TK sampai S3 ( 1 S3 1 S2 dan yg kecil masih mahasiswa) di Paris.

Mereka bertiga mengerti bahasa Indonesia dan berbicara bahasa Indonesia serta mentalitas dan sopan santun terhadap keluarga tidak kalah dengan saudara saudaranya yang berada di Iindonesia;

Mereka bisa membaca Al Qur'an walau di sekolah tidak pernah diajarkan agama, tapi di rumah kami yang mengajarkan mereka membaca A Qur an;

Nasionalismenya juga tidak kalah dengan saudara saudaranya yg berada di Indonesia, malah mereka bangga sebagai bangsa Indonesia dan ikut mempromosikan kepada teman temannya;

Perbandingan mutu pendidika dalam negeri dan luar negeri kami tidak bisa mengomentarinya, karena anak kami kebetulan dari kecil sampai selesai dan bekerja di luar negeri;

Tapi mengenai kecintaannya kepada tanah air Indonesiia, agama tidak kalah, malah kalau kami bilang mereka lebih nasionalisme dari pada saudara saudaranya yg berada di Indonesia;

Demikian tanggapan tidak semua anak anak yg sekolah atau kuliah di luar negeri itu tidak mengenal bangsa, agama dan tanah airnya.


Wassalamaualaikum Wr Wb


H. Zamry Aziz 56 tahun Paris



From: Ahmad Ridha <[EMAIL PROTECTED]>
Reply-To: [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: [EMAIL PROTECTED] Fenomena kuliah di dalam negeri
Date: Thu, 11 Nov 2004 13:14:34 +0700


Bismillahirrahmanirrahim,

Assalaamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Kalau boleh saya nimbrung dalam pembahasan masalah kuliah ini. Saya pribadi tidak pernah ke luar negeri dan pendidikan yang saya alami tersebar dari Jakarta, Aceh, Padang, dan sekarang Bogor. Kesemuanya di sekolah negeri dan saya merasa pada saat bersekolah kualitasnya cukup baik. Namun memang saya berencana untuk melanjutkan studi ke luar negeri.

Sebelumnya saya mohon maaf jika komentar saya ini kurang koheren karena memang banyak sekali masalah yang terlibat di sini.

Dalam pembahasan yang berlangsung ada beberapa hal yang terlalu umum.

Pertama adalah masalah ungkapan 'luar negeri'. Ungkapan ini terlalu luas karena begitu banyak ragam negeri di luar negeri kita ini. Dari yang saya pahami konotasi yang dimaksudkan di sini adalah negara-negara seperti Amerika Serikat, wilayah Eropa, Australia, dan negara-negara Asia yang seperti mereka (Singapura dan Jepang).

Hal ini perlu diperjelas karena berbeda negara tentu memiliki lingkungan yang berbeda juga sehingga dapat memberikan pengaruh yang berbeda bagi mahasiswa. Tentunya relatif tidak mungkin seseorang berubah menjadi 'kapitalis' jika semata-mata ia pergi ke luar negeri. Perubahan tersebut tentulah pengaruh dari interaksi dengan lingkungan.

Seringkali seorang dosen dikirim ke luar negeri tidak hanya untuk mendapatkan ilmu namun juga untuk mengembangkan wawasan. Saya pribadi di sini sangat didorong untuk melanjutkan studi di luar negeri (ilmu komputer) untuk melihat pengembangan ilmu di sana.

Ketua Departemen saya tidak melihat adanya perbedaan signifikan antara lulusan luar negeri dengan lulusan dalam negeri dari segi keilmuan karena (menurut saya) kuatnya faktor-faktor lain seperti kemampuan individu masing-masing serta universitas yang dipilih. Bahkan dari pengalaman kami di sini, mahasiswa yang pendidikan sekundernya dari luar negeri justru kurang memuaskan prestasinya di sini.

Hal-hal yang ingin dilihat di luar negeri di antaranya kebijakan pendidikan tinggi yang digunakan serta mekanisme pelaksanaannya di institusi pendidikan tinggi seperti manajemen akademik dan riset. Ya hitung-hitung sekolah sambil studi banding. Oleh karena itu akan lebih baik jika dosen yang sekolah di luar negeri bekerja sebagai teaching/research assistant sehingga bisa melihat inner working di sana.

Bekaitan dengan masalah ini, saya ingin menyinggung kembali pesan Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah mengenai bepergian ke negeri kafir. Beliau memberikan tiga syarat yang harus dipenuhi:

1. pemahaman ilmu agama yang kuat sehingga dapat menolak syubhat-syubhat yang dilontarkan
2. iman yang kuat sehingga dapat menolak godaan-godaan syahwat
3. adanya kebutuhan mendesak yang hanya dapat terpenuhi di negeri kafir mis. belajar sesuatu yang hanya ada di sana


Perhatikan bahwa syarat-syarat di atas sangat berat dan bertujuan untuk mencegah pengaruh-pengaruh negatif yang mungkin timbul akibat berinteraksi dengan lingkungan di negeri kafir. Bisa saja pengaruh buruk yang diamati dari dosen-dosen lulusan luar negeri (baca: negeri kafir) bersumber dari tidak/kurang terpenuhinya syarat-syarat di atas.

Satu hal yang perlu diperhatikan juga di sini mungkin sebagian orang menggunakan ungkapan 'Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina' untuk menjustifikasi menuntut ilmu di negeri kafir. Perhatikan bahwa ungkapan itu bukanlah hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan dalam Silsilatul Ahaatiits adh-Dhaaifah wal-Maudhu'ah (No. 416) disebutkan bahwa riwayat ini batil.

Oleh karena itu perlu adanya pemilahan negara tujuan dalam melanjutkan studi. Bukankah banyak negara-negara yang pendidikannya cukup baik namun lingkungannya cukup kondusif seperti katakanlah Malaysia. Saya pribadi berencana untuk melanjutkan studi ke Saudi Arabia karena saya merasa tidak memenuhi ketiga syarat tersebut.

Beberapa hal yang perlu diatasi adalah:
1. kurangnya informasi mengenai studi di negeri-negeri muslim yang berkualitas.


Oleh karena itu, perlu diminta kontribusi para alumni untuk berbagi pengalamannya sehingga masyarakat Indonesia tidak hanya mengejar studi di negeri kafir.

2. rendahnya kepercayaan masyarakat kita terhadap kualitas pendidikan di negeri-negeri muslim.

Ini sangat terkait dengan masalah sebelumnya. Saat saya mengatakan bahwa saya ingin melanjutkan studi ke Saudi Arabia, seorang teman saya merasa aneh. Mengapa tidak ke Australia, Amerika, atau Eropa? Begitu pikirnya. Mungkin memang studi ke Saudi kurang bergengsi namun sepatutnya kita belajar kan bukan untuk bergaya. Saya merasa ilmu yang saya butuhkan dapat terpenuhi di sana sehingga tidak memenuhi syarat ke-3.

Dengan demikian menurut saya tidak dapat digeneralisasi bahwa studi ke luar negeri barakibat buruk namun juga tidak dapat dikatakan bahwa studi ke luar negeri lebih baik. Untuk mengambil kesimpulan diperlukan penelitian yang lebih baik serta perlu memperhatikan banyak hal (negara tujuan, perguruan tinggi yang dimasuki, dll). Saya khawatir kesalahan kesimpulan akan menghasilkan kesalahan langkah ke depan.

Jika dikaitkan dengan langkah yang diambil negeri-negeri lain. Dapat kita lihat Malaysia maju setelah pada tahun 70-an belajar ke kita atau mendatangkan guru-guru kita. Di sini dapat kita perhatikan, bahwa mengirimkan siswa ke luar negeri atau mendatangkan pengajar luar negeri dapat bermanfaat. Namun menurut saya, syarat-syarat yang dikemukakan Syaikh al-Utsaimin sangat relevan di sini untuk menekan mudharat yang dapat timbul. Para pengajar yang ingin didatangkan juga harus berkualitas. Jangan sampai seperti persepakbolaan Indonesia yang kurang mendapat manfaat dari para pemain asing berbeda dengan Jepang yang juga banyak mendatangkan pemain asing namun bisa maju.

Sekian dulu, insya Allah saya lanjutkan.

Allahu a'lam.

--
Ahmad Ridha ibn Zainal Arifin ibn Muhammad Hamim
(l. 1400 H/1980 M)

____________________________________________________

Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting
------------------------------------------------------------
Tata Tertib Palanta RantauNet:
http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
____________________________________________________

_________________________________________________________________
MSN Actions Solidaires : volontaire ŕ l'étranger http://www.msn.fr/actionssolidaires/Default.asp?Ath=f



____________________________________________________

Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting
------------------------------------------------------------
Tata Tertib Palanta RantauNet:
http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
____________________________________________________

Kirim email ke