Pak Ridwan,
Sementara cimbuak blom punya reporter lapangan, Insya Allah kami mengarah
kesana, ini ada email sedikit sebagai masukan juga yang di posting di surau,
bisa jadi referensi kita.
Salam
Dewis

-----Original Message-----
From: Nasrul Azwar [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Tuesday, December 14, 2004 7:33 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: [surau] Ada Apa Budaya Minangkabau?



Tulisan saya ini, maaf, sengaja saya posting ke milis
ini untuk memperjelas dan merespons tulisan/artikel
yang dimuat harian Kompas, Selasa, 14 Desember 2004.
Dan artikel Kompas itu dipostingkan ke milis ini.
Sehubungan dengan itu, saya rasa perlu juga tulisan
saya dibaca bersama agar lebih jelas dan berimbang
tentang Festival Minangkabau 2004. Terima kasih.

Menjelang Festival Minangkabau:
Seniman Vs Birokrat
oleh Nasrul Azwar, aktivis budaya. Artikel ini juga
dimuat dalam portal ranah-minang.com


Festival Minangkabau 2004, semula bernama Pekan
Budaya, dari pelbagai informasi yang berkembang akan
diselenggarakan pada Desember 2004 setelah 3 kali
penundaan yang tidak jelas alasannya. Rencana Festival
Minangkabau 2004 dikesankan sebagai iven kelanjutan
dari Pekan Budaya yang sebelumnya pernah digelar di
Sumatra Barat. Tujuannya dasarnya adalah mendenyutkan
aktivitas seni dan budaya Minangkabau sebagai aset
kebudayaan yang pantas dilestarikan dan dijaga,
terutama kesenian tradisi, juga, tentu saja, arahnya
untuk menarik hati wisatawan mancanegara dan lokal
agar datang ke daerah ini. Maka, Festival Minangkabau
2004 dimungkinkan sebagai iven yang mengentalpekatkan
aspek-aspek wisata di dalamnya.

Dengan dasar dan tujuan yang demikian itu, janganlah
berharap besar pada Festival Minangkabau 2004 itu kita
akan menyaksikan pertunjukan seni yang memiliki
kualitas yang bersandar pada aspek seni kontemporer,
pertunjukan seni dari seniman yang melakukan
perjelajahan kreativitas, inovatif, proses
pencapaian-pencapaian baru dalam ranah seni dan
budaya. Jangan juga meminta kehadiran pertunjukan seni
tradisi Minangkabau yang pelakunya sendiri telah
berpuluh-puluh tahun mengawal kesenian itu sendiri.
Karena tujuan dasar adalah pariwisata, maka yang
paling diutamakan adalah semarak, ramai, massal, dan
instant.
Dari beberapa puluh kali rapat untuk merancang program
ini, baik yang diadakan di Kantor Dinas Pariwisata,
Seni dan Budaya (Parsenibud) Provinsi Sumatra Barat,
maupun di Kantor Gubernur Provinsi Sumatra Barat,
hasilnya sampai kini banyak hal yang belum jelas, baik
itu posisi dan peran masing-masing lembaga, arah,
bentuk, tujuan program ini, serta posisi seniman dan
budayawan, maupun mekanisme penyelenggaraannya.
Sehingga, agenda rapat seolah berkisar di dalam kain
sarung saja. Itu ke itu saja yang dibicarakan setiap
rapat. Kondisi dan sikap demikian jelas sangat-sangat
menyebalkan.
Panitia telah dilengkapi dengan Surat Keputusan
Gubernur yang diterbitkan untuk meletakkan “dasar
hukum dan legalitas” dari penyelenggaraan Festival
Minangkabau 2004 ini. Jumlah panitia penyelenggara di
luar pelindung dan panitia pengarah, melebihi 200
orang. Jumlah yang cukup dasyat, memang, untuk ukuran
sebuah iven tingkat provinsi.
Maka, jangan bicara tentang efektivitas dan efesiensi
di dalam penyelenggaraan iven ini. Karena, hal itu
sama dengan meludah ke atas langit. Dan jangan pula
mempertanyakan, ukuran dan indikator apa yang
digunakan untuk menyebut Festival Minangkabau 2004
membuka spirit bagi perjalanan kultural Minangkabau,
dan jangan pula mempertanyakan tentang ukuran sukses
atau berhasilnya capaian proyek ini, yang untuk iven
seni dan kebudayaan, Festival Minangkabau 2004
menyerap dana yang demikian basar. Konon kabarnya,
mencapai Rp 1,1 milyar lebih dengan dan tanpa
pengukuran dan indikator capaian keberhasilan. Semua
dilaksanakan tanpa program yang jelas, kerja yang
kabur, tak jelas koordinasinya, dan tak jelas apa
target yang dicapai.

Contoh yang paling konkret dapat dilihat dari
pelaksanaan seminar yang baru usai dilaksanakan di
Hotel Bumiminang pada 22-23 November 2004 yang
merupakan salah satu rangkaian program Festival
Minangkabau 2004. Seminar ini merepresentasikan
keamburadulan dan kekacauan serta ketidaksiapan sebuah
peristiwa yang dirancang panitia.

Semenjak pembukaan seminar hingga penutupan,
partisipasi publik pada iven ini sangat minim dan
sebagian besar yang hadir adalah para birokrat yang
memburu sertifikat. Malah pada penutupan, seminar ini
dihadiri tak lebih 30 orang saja. Sangat mengecewakan
dan menyebalkan, memang.

Festival Seni Versi Pemerintah
Pada awal rapat di Dinas Parsenibud, sekitar akhir
Maret, telah muncul kepermukaan bahwa iven ini akan
dilaksanakan sebuah Event Organizer (EO), kata Asrien
Nurdin, pimpinan rapat saat itu, yang sudah
berpengalaman dalam penyelenggaraan iven serupa.
Dengan dibungkus beragam alasan, saat itu Kepala Dinas
Parsenibud Provinsi Sumatra Barat telah
merekomendasikan dan memberi referensi bahwa Festival
Minangkabau tidak bisa tidak, harus dilaksanakan oleh
EO itu. Alasan yang disampaikan saat itu adalah
keterbatasan dana penyelenggaraan yang dialokasikan
dalam APBD 2004 hanya Rp 650 juta, dan EO dinilai
dapat mencari tambahan dari pihak sponsorship dan
donatur lainnya.

Jelas, rencana iven ini diselenggarakan oleh organizer
mendapat tantangan serta penolakan keras dari pelbagai
pihak terkait, baik DKSB maupun Taman Budaya Sumatra
Barat, dan juga budayawan dan seniman yang hadir saat
itu maupun yang mendengar informasi ini.

Rapat selanjutnya pun jadi tidak berkeruncingan.
Keterlibatan EO itu secara langsung terhadap
penyelenggaraan Festival Minangkabau, dinilai pelbagai
pihak sebagai pelecehan terhadap keberadaan lembaga
atau institusi kesenian dan kebudayaan, termasuk
seniman dan budayawan di Sumatra Barat. Tepatnya,
seniman dan pelaku seni sebagai buruh di “rumahnya”
sendiri.

Memang, pada akhirnya EO sebagai penyelenggara
Festival Minangkabau 2004 dibatalkan. Namun, beberapa
informasi yang diperoleh, pembatalan EO itu teryata
omong kosong belaka. Kini, kabarnya beberapa iven
dipegangan EO ini.

Pola dan perencanaan Festival Minangkabau 2004 ini
memang tidak serta-merta diterima sebagai apa adanya,
karena di dalamnya bisa ditenggarai dengan kepentingan
politik menjelang pemilihan suksesi Gubernur Sumatra
Barat di tahun 2005. Artinya, ada “proyek” kepentingan
posisi jabatan di dalamnya. Festival Minangkabau hanya
salah satu “jembatan” untuk menuju kursi BA-1 bagi
para pejabat yang kini berada pada kursi yang memiliki
potensi besar untuk mengantarkannya ke kursi itu.
Festival ini hanya diasumsikan sebagai “pembujuk”
publik Sumatra Barat: bahwa pemerintah sangat peduli
dengan seni dan kebudayaan.
Sebuah festival, di manapun diadakan, perencanaan,
penjadwalan kerja yang sistematis, koordinasi, dan
transparansi semua aspek yang berkaitan dengan iven
semestinya dikomunikasikan secara jelas, tepat,
jauh-jauh hari perencaan dan perhitungannya telah
dilakukan dengan sangat disiplin dan cermat. Hal ini
menjadi sangar prinsip dan mendasar untuk
penyelenggaraan sebuah iven kesenian dan kebudayaan
guna mencapai hasil yang maksimal.
Tiga kali penundaan jadwal pelaksanaan merupakan
indikasi yang sangat jelas bahwa Festival Minangkabau
2004 tidak direncanakan dengan baik. Semula Festival
Minangkabau 2004 dijadwalkan pada September 2004,
karena belum matangnya persiapan diundur pada
November. Juga dengan problem yang sama, persiapan
belum memadai, diundur lagi pada Desember.
Pengunduran ini pula yang terkesan Festival
Minangkabau 2004 menjadi konyol dan menggelikan.
Mengapa tidak? Perhatikan saja kop surat serta amplop
yang dipakai panitia Festival Minangkabau 2004 saat
ini untuk hal yang berkaitan dengan surat menyurat. Di
dalam kop dan amplop surat tertera Festival
Minangkabau 2004 dimulai tanggal 19-28 Novemeber 2004,
sementara iven ini sendiri akan digelar 18-24 Desember
2004. Dan kertas kop dan amplop inilah pada saat ini
dimanfaatkan lagi oleh panitia untuk administrasi dan
surat menyurat. Beberapa panitia mencoba menempelnya
kembali dengan jadwal 18-24 Desember 2004. Alasan
panitia mengapa tidak mengantinya dengan jadwal yang
baru lagi adalah karena mubazir kertas yang telah
keburu dicetak sekian puluh rim itu tidak
dimanfaatkan.
Pola kerja seperti itu sangat-sangat mengambarkan
ketiadaan persiapan dan koordinasi di tubuh panitia
pelaksana, stering komite, dan lain sebagainya.
Festival Minangkabau 2004 hanya dipresentasikan
sebagai pembuktian bahwa Pemerintah Provinsi Sumatra
Barat punya kepedulian yang tinggi dan besar terhadap
kebudayaan. Hal ini terlihat dari pengisian dan
formasi panitia yang ditempatkan atau di-SK-an
Gubernur Sumatra Barat, hampir 80% panitia diisi oleh
para pegawai-pegawai Pemerintah Provinsi Sumatra
Barat, dan pemerintah mengalokasikan dana yang cukup
besar. Lalu bekerjakah para panitia yang di-SK-an itu?
Jelas tidak. Hingga kini masih tidak terlihat apa yang
dilakukan oleh orang ini.

Besarnya anggaran yang dialokasikan untuk Festival
Minangkabau 2004 yakni sebesar Rp 650 juta yang
dianggarkan dalam APBD 2004 dan di dalam Anggaran
Belanja Tambahan (perubahan APBD 2004) dimasukkan lagi
sebesar Rp 500 juta, sehingga total anggarannya Rp
1.150 .000.000, membuat semua orang terkesima.

Melihat kinerja dan program yang disusun serta
ditambah dengan beberapa pembangunan di lokasi
penyelenggaraan iven ini, tampaknya dana yang
dialokasikan itu adalah jumlah yang tidak bisa
diterima akal sehat.
Lalu, semestinya publik mengontrol arus dana itu?
Kemana perginya, bagaimana pertanggungjawabannya?
Realistiskah pemanfaatan dana sebesar itu jika
dibandingkan dengan iven dan program yang dikerjakan?
***


--- Rangkiang <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> Nusantara
> KOMPAS Selasa, 14 Desember 2004
>
>
> Ada Apa Budaya Minangkabau?
>
>
> SEJAK tiga bulan terakhir di Padang, Sumatera Barat,
> digelar sejumlah forum
> membahas soal Minangkabau. Tanggal 23-24 Agustus
> 2004 Universitas Andalas
> menggelar Seminar Internasional Kebudayaan
> Minangkabau dan Potensi Etnik dalam
> Paradigma Multikultural. Kemudian, acara "Menggugat
> Minangkabau" di TVRI
> Sumbar, tanggal 18 Oktober 2004, yang intinya
> membedah buku Masih Ada Harapan,
> Posisi Sebuah Etnik Minoritas dalam Hidup Berbangsa
> dan Bernegara. Kemudian,
> tanggal 22-23 November 2004 digelar Seminar
> Internasional Kebudayaan
> Minangkabau.
>
> Mengapa begitu gencar persoalan Minangkabau
> dibicarakan dalam forum yang boleh
> dikatakan mendunia itu? Ada apa dengan budaya
> Minangkabau? Yang perlu dicatat,
> orang Minang suka melakukan autokritik, orang Minang
> menggugat Minangkabau itu
> bukan sesuatu yang tabu, tapi mungkin pertanda ingin
> maju.
>
> Menurut Guru Besar Sejarah dan Rektor Universitas
> Islam Negeri Jakarta, Prof
> Dr Azyumardi Azra MA, jika ada kelompok etnis yang
> paling banyak dikaji
> peneliti dalam dan luar negeri-dan bahkan sering
> disebut sudah exhaustive-itu
> agaknya adalah Suku Minangkabau. Berbagai aspek
> kehidupan etnis ini telah
> dijadikan sasaran penelitian, mulai dari tradisi
> matrilineal yang dipandang
> unik, adat istiadat, budaya merantau orang-orang
> Minang, sampai kepada Islam
> di daerah ini dalam perkembangan di masa lampau
> maupun kontemporer.
>
> "Orang Minang pernah memiliki headstart, lebih awal
> dalam bidang
> pendidikan-sebagai konsekuensinya juga dalam
> bidang-bidang lain, khususnya
> pergerakan dan politik-dibandingkan dengan
> etnis-etnis lain di Indonesia.
> Ketika etnis-etnis lain masih diam-diam, orang-orang
> Minang sudah menjadi
> kelompok suku yang paling terpelajar di Hindia
> Belanda. Ini terlihat,
> khususnya sejak awal abad ke-20 sampai
> dasawarsa-dasawarsa pertama
> pasca-Proklamasi," ungkapnya.
>
> Pada sisi lain, sosiolog Dr Mochtar Naim, salah
> seorang pembicara Seminar
> Internasional Kebudayaan Minangkabau dan Potensi
> Etnik dalam Paradigma
> Multikultural mengatakan, dalam setting kebudayaan
> di Nusantara, budaya
> Minangkabau menempati tempat dan kekhasan
> tersendiri. Melalui pendekatan
> dialektik yang dilakukan, budaya Minangkabau berada
> di satu titik ekstrem dari
> sebuah garis kontinum budaya Nusantara itu,
> sementara di titik ekstrem yang
> lainnya berada budaya Jawa.
>
> "Potensi budaya Minang ke depan, bagaimanapun,
> adalah jelas. Sebagai kelompok
> budaya yang kebetulan memiliki nilai budaya yang
> serasi dan kondusif untuk
> menghadapi tantangan globalisasi dan tantangan zaman
> ke masa depan, pengemban
> budaya Minang punya peluang melakukan revitalisasi
> dan dinamisasi nilai-nilai
> budayanya itu. Untuk ini yang diperlukan adalah
> proses penyadaran dengan
> kembali kepada landasan filosofi semua dan kembali
> ke jati diri," katanya.
>
> Soal revitalisasi ini, budayawan Edy Utama di forum
> seminar yang lain menilai
> sebagai sesuatu yang penting. Karena fenomena sosial
> di Minangkabau dewasa
> ini, seperti menjelaskan bahwa Minangkabau mengalami
> kebangkrutan budaya.
> Salah satu peristiwa sejarah yang cukup memengaruhi
> perubahan budaya orang
> Minangkabau adalah setelah terjadinya Perang Saudara
> PRRI (Pemerintah
> Revolusioner Republik Indonesia) akhir tahun 50-an,
> yang melibatkan banyak
> orang Minangkabau.
>
> "Perang saudara ini berakhir dengan kekalahan di
> pihak PRRI. Kekalahan ini
> krisis budaya dan kepercayaan diri yang begitu dalam
> bagi masyarakat
> Minangkabau. Ada orang Minangkabau yang
> menyembunyikan identitasnya sebagai
> orang Minang. Ada pula yang malu mengakui dirinya
> sebagai orang Minangkabau,"
> ungkap Edy Utama.
>
> Setelah perang saudara inilah kebudayaan dan
> masyarakat Minangkabau mengalami
> perubahan besar sehingga warna Minangkabau yang
> banyak menghiasi pentas
> sejarah Indonesia dalam kurun sebelumnya seperti
> lenyap ditelan bumi.
>
> Sejalan dengan perkembangan negara Indonesia, dengan
> semakin menguatnya
> institusi birokrasi pemerintahan di bawah rezim Orde
> Baru yang sentralis,
> terjadi pula perubahan dalam kehidupan sosial-budaya
> masyarakat Minangkabau.
> Tampilnya kembali tokoh-tokoh Minang di pentas
> nasional, yang mengorientasikan
> dirinya pada sentralisasi kekuasaan Orde Baru,
> dengan segala ciri khas dan
> pandangannya, ikut memengaruhi perkembangan budaya
> Minangkabau.
>
> "Kebudayaan Minangkabau yang tumbuh dan berkembang
> karena kekuatan otonomi,
> desentralisasi, demokrasi, dan partisipasi, mulai
> terseret ke dalam semangat
> sentralisasi, feodal dan mobilisasi, sehingga
> melumpuhkan sumber dinamikanya
> sendiri. Hal ini mempercepat kebangkrutan budaya
> Minangkabau," tandas Edy yang
> juga mantan Ketua Umum Dewan Kesenian Sumatera
> Barat.
>
> Ia melukiskan, dari sekian banyak kebijakan
> pemerintah Orde Baru, yang paling
> mengguncangkan dan memperlemah institusi budaya dan
> kesenian rakyat
> Minangkabau, adalah ketika dipecahnya nagari menjadi
> desa-desa. Kebijakan ini
> dilaksanakan untuk menyeragamkan sistem pemerintahan
> desa di Indonesia.
> Kehadiran lembaga baru, yaitu pemerintahan desa yang
> bersifat sentralistik,
> tidak cukup mampu menggantikan institusi nagari yang
> merupakan basis pendukung
> kehidupan budaya Minangkabau.
>
> Ini cukup memprihatinkan karena institusi budaya
> pada tingkat nagari ini telah
> berabad-abad memberikan perlindungan bagi
> pertumbuhan dan perkembangan budaya
> rakyat Minangkabau.
>
> Berbicara tentang revitalisasi atau pun reposisi
> budaya Minangkabau,
> seyogianya, menurut Edy Utama, dimulai dari
> bagaimana pandangan masyarakat dan
> budaya Minangkabau terhadap revitalisasi itu
> sendiri. Pertanyaannya adalah
> apakah kebudayaan dan masyarakat Minangkabau
> mengenal dan memahami
> revitalisasi budaya ini? Dengan kata lain, apakah
> konsep ini ada dalam
> kebudayaan Minangkabau? (YURNALDI)
>
>
http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0412/14/daerah/1438933.htm
>
>
>
>
>
============================================================================
============
>
> Manfaatkan layanan TelkomNet @ Premium melalui kartu
> prabayar I-VAS untuk meningkatkan
> kecepatan browing anda hingga 10x lipat. Informasi
> lebih lanjut www.plasa.com atau call 147.
>
>
============================================================================
============
>
>




__________________________________
Do you Yahoo!?
Read only the mail you want - Yahoo! Mail SpamGuard.
http://promotions.yahoo.com/new_mail


------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~-->
Make a clean sweep of pop-up ads. Yahoo! Companion Toolbar.
Now with Pop-Up Blocker. Get it for free!
http://us.click.yahoo.com/L5YrjA/eSIIAA/yQLSAA/vbOolB/TM
--------------------------------------------------------------------~->

-----------------------------------------------------------------------
                "Sudahkah anda shalat dan berinfaq hari ini ?
========================================================================
Info Islam-Minangkabau, kunjungi: http://www.surau.org

Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/surau/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/


____________________________________________________

Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke:
http://rantaunet.org/palanta-setting
------------------------------------------------------------
Tata Tertib Palanta RantauNet:
http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
____________________________________________________

Reply via email to