Wa'alaikum salam wr wb.,
Pak Darul,

Memang begitulah kemampuan kita saat ini, yang dinamakan sebuah ajang pusat
promosi pariwisata dan pekan kesenian dan kebudayaan adalah sekedar pasar
malam. Bukankah hal yang sama juga terjadi seperti kita saksikan di
kota-kota besar lainnya?, pekan raya Jakarta pun begitu-begitu juga. Mungkin
kita sebagai masyarakat besar belum dapat memahami tingginya nilai kekayaan
yang dimiliki.

Maaf kalau pernyataan ini kurang berkenan, sepertinya kita masih belum dapat
"merasakan dan menghargai" nilai budaya kita. Sehingga, kita belum sanggup
untuk mengemasnya menjadi sesuatu yang menarik bagi orang lain atau dimata
turis. Kita belum merasakan tingginya nilai hutan kita yang cantik dan hijau
seperti yang kita lihat dilembah Anai, indahnya suara saluang, meriah dan
menariknya pencak silat, menariknya budaya berbalas pantun pada saat
melamar. Disana-sini, memang sudah terlihat dirapihkan, sedikit dicat dan
dipagari, tetapi hanya terbatas pada kegiatan jangka pendek, belum
terintegrasi dengan baik.

Apabila semua simbol kekayaan alam dan budaya kita kemas dengan baik, ada
brosur, ada video, ada tour guide, ada info hotel dan transportasi, maka
potensinya akan besar sekali. Dan kalau saja kita bisa mengemas keluhuran
budaya kita, kehawatiran bahwa pariwisata hanya akan menularkan budaya
negative - seperti sex tourism, bisa kita bendung. Karena pengusaha
pariwisata tidak perlu membumbui produknya dengan sex. Bagi turis yang
memilih sex, maka mereka akan memilih Bangkok atau kota lain dari pada ke
Sumbar. Jadi bagi Sumbar yang bisa dan seharusnya dijual adalah turis alam
dan budaya.

Kembali kepada kemampuan mem-promosikan Sumbar, adalah sebuah proses
pemberdayaan. Ini dapat terjadi apabila mangkin banyak orang kita yang lebih
paham dan lebih bisa menghargai harta alam dan budaya kita. Contoh WC di
sebuah tourist resort tidak hanya terjadi di Bonjol saja, di sebuah icon
pariwisata kota Jakarta saja hal ini terjadi. Ingatkan pak Darul? waktu kita
ke Musium di Jakarta Kota.

Wassalam,
R Sampono Sutan


----- Original Message -----
From: "Darul" <[EMAIL PROTECTED]>
To: "Palanta RantauNet" <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Monday, December 13, 2004 1:15 PM
Subject: RE: [EMAIL PROTECTED] Festival Minangkabau Tunggu Waktu


> Assalamulaikum WW
>
> Sayang seribu kali sayang, Fesival Minangkabau ini hanya diartikan sebagai
> "pasar malam di Padang" saja. Coba perhatikan bahwa perhatian Pemda hanya
> tercurah pada arena pasar malam tersebut saja. Seharusnya ini adalah
sebagai
> arena promosi parawisata secara keseluruhan. Dalam arti semua objek wisata
> di Sumbar seharusnya menyambutnya secara antusias, semua lapisan birokrasi
> di daerah ini memanfaatkan moment ini untuk memperkenalkan daerah mereka.
>
> Para pengunjung atau peserta nantinya kan bukan hanya berkunjung ke pasar
> malamnya saja, tapi mereka akan berkeliaran di seluruh objek wisata yang
ada
> di daerah Sumbar. Bagaimana kalau mereka berkunjung ke "Tugu Khatulistiwa"
> di Bonjo, yang kini telah berubah fungsi jadi WC dan tempat judi pareman
> sekitar. Apa hal ini ada perhatian dari Pemda Pasaman Barat. Begitu juga
> tempat tujuan wisata lainnya. Dan komponen pendukung wisata lainnya,
> bagaimana kabarnya kini?
>
> Wass. WW
> St.P
>
>


____________________________________________________

Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://rantaunet.org/palanta-setting
------------------------------------------------------------
Tata Tertib Palanta RantauNet:
http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
____________________________________________________

Kirim email ke