Sikuai Oleh: Kafi Kurnia Sikuai, 20 Desember 2004 00:10 DI tahun 1960-an, biduan terkenal Erni Djohan pernah terkenal dengan lagunya, Teluk Bayur. Saat dibuai lagu itu, sebelumnya saya tidak pernah membayangkan seperti apa keindahan Teluk Bayur. Minggu lalu, saya diajak klien ke kota Padang untuk sebuah pertemuan.
Kebetulan pertemuan itu diadakan disebuah pulau kecil yang letaknya tidak jauh dari Teluk Bayur. Dalam perjalanan menuju Pelabuhan Bungus, saya terkagum-kagum oleh keindahan alam di sekeliling saya. Luar biasa. Dari Bungus kami naik speed-boat menuju Pulau Sikuai. Jaraknya hanya sekitar 30 menit. Di pulau seluas 40 hektare itu terdapat resor yang memiliki 53 bungalo sederhana, dan dikelola oleh Grup Pusako. Turun dari kapal, kami disambut dengan welcome drink, air kelapa muda. Rasanya segar dan manis sekali. Wah, kejutan lagi. Rupanya pulau tersebut memiliki pohon kelapa cukup banyak. Pulau Sikuai masih tampak sangat asri dan bersih, serta memiliki hutan dan alam yang belum terusik. Turis yang berkunjung ke sana masih terbilang sangat sedikit. Di tengah pulau ada perbukitan kecil, yang di puncaknya ada sebidang tanah lapang, dan diberi nama Sunset Plaza. Di sini, setiap sore Anda bisa menonton matahari tenggelam. Sungguh romantis. Menjelang tengah malam, saya sempat berjalan-jalan di tepi pantai. Desir lembut suara ombak menjadi musik alam yang menyejukkan jiwa. Pikiran saya melayang dalam echo suara Erni Djohan melantunkan lagu Teluk Bayur yang merdu menawan itu. Terasa ada kedamaian yang menyulut jiwa saya. Sebelum tidur, saya berdoa mensyukuri rahmat Tuhan Yang Maha Esa, atas tanah air yang begitu elok, indah, dan kaya sumber alam ini. Keesokan paginya, sehabis sarapan, saya sempat bertemu dengan pengurus dan manajemen resor itu. Ia minta saya membantu mempromosikan Sikuai kepada teman-teman. Konon, ialah yang membangun Sikuai hingga bisa dinikmati seperti sekarang ini. Beberapa tahun lalu, Sikuai sempat merana di tangan manajemen yang berbeda. Saat itu, Sikuai terabaikan dan hanya dijadikan objek eksploitasi. Kebanyakan objek wisata di Indonesia memiliki masalah yang sama. Sebuah objek wisata seindah Sikuai memerlukan proteksi. Pengelolanya harus pula seorang pencinta lingkungan yang paham keseimbangan, dan tahu menjaga keasrian lingkungan. Objek wisata yang terlampau terkenal, dan terlalu banyak dikunjungi turis, bisa kehilangan daya dukung lingkungannya. Barangkali objek wisata Sikuai perlu diberi pagar. Misalnya berupa harga yang lebih mahal agar jumlah wisatawan dapat tersaring. Tapi, kalau jumlah pengunjung terbatas, pendapatan pengelola juga terbatas. Jadi serba susah. Objek wisata seindah Sikuai juga sulit bertahan hanya dengan mengandalkan keindahan alam. Ia memerlukan kombinasi antara kenyamanan, makan enak, dan atraksi lainnya. Perlu kelengkapan produk yang terus berevolusi, sehingga mampu memberikan pengalaman tak terlupakan kepada pengunjungnya. Saya prihatin dengan Sikuai. Menurut pengelolanya, ia masih butuh promosi. Namun saya tidak rela pula kalau lingkungan di sekitar Sikuai rusak. Kadang-kadang pemasaran memerlukan keseimbangan antara keuntungan dan idealisme. Yang berbahaya apabila pemasaran dirasuk nafsu serakah. Seorang pemasar sejati mirip seorang petani. Ia harus tahu manajemen pertanian, seperti manajemen tanah, jenis tanaman yang harus ditanam, sekaligus memelihara tanaman hingga bisa berbuah baik saat panen. Di lain pihak, petani sejati harus tahu pula membaca tanda-tanda zaman. Misalnya masa tanam, siklus musim, dan perubahan cuaca. Dengan kelengkapan persyaratan seperti itu, maka pemasaran bukan semata urusan laris dan terkenal. Seorang pemasar sejati juga harus memiliki nurani. Kafi Kurnia [EMAIL PROTECTED] Gatra Nomor 6 beredar Jumat, 17 Desember 2004, URL: http://www.gatra.com/versi_cetak.php?id=50593 ____________________________________________________ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting ------------------------------------------------------------ Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib ____________________________________________________