Mak BUSH, BERSIAP MENGGEMPUR IRAN Walaupun secara fisik pertempuran belum dimulai, perang urat-syarat antara Washington-Teheran tengah berlangsung. Inggris dan Uni Eropa ogah mendukung opsi militer. Israel siap mendulang untung dari serbuan AS ke Iran. Dunia di ambang Perang Nuklir.
Layaknya daftar belanja saja bagi negara adikuasa Amerika Serikat. Di dalam daftar tersebut terdapat Afghanistan, Irak, Iran dan sederet negara lainnya yang dijadikan musuh. Mereka diberi label beragam, mulai dari poros setan (axis of evil), negara diktator, anti demokrasi, sarang terorisme dan entah apa lagi. Nomor satu dan dua, Afghanistan dan Irak, sudah dicoret. Kini giliran Iran, yang entah dengan alasan apa, menempati urutan ketiga dalam daftar target. Niat itu rupanya sudah tercetus lama. Bahkan sebelum mesin perang Negeri Paman Sam mengganyang Irak, Januari 2003 lalu, isu AS mengincar Iran telah beredar luas. Kini, ketika pasukan pendudukan pimpinan AS belum lagi merampungkan proyek invasinya di Irak, genderang perang pun sudah mulai dikibarkan. Dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi NBC, Selasa pekan lalu, Bush tidak mengenyampingkan kemungkinan opsi serbuan militer ke Negeri Mullah itu. "Saya berharap kami dapat menyelesaaikannya secara diplomatik, tapi saya tak akan mengenyampingkan opsi apapun," ujarnya sebagaimana dilansir Reuters (18/1). Ungkapan ini makin dipertegas oleh Wakil Presiden AS Dick Cheney. "Kalau kita berkeliling dunia mencari poin masalah yang potensial, Iran tentu ada di daftar teratas." Ucapan ini keluar dari mulut Cheney hanya beberapa jam menjelang pelantikan Presiden George W Bush untuk periode kedua , Kamis (20/1). Kemudian pernyataan keras Cheney itu diperlunaknya dengan ungkapan lain, "Kami tidak menginginkan perang di Timur Tengah selama kami bisa menghindarinya. Dalam kasus Iran, saya yakin penyelesaian diplomatik lebih pas dan utama bagi semua pihak." Padahal, Iran berkali-kali menegaskan bahwa fasilitas nuklirnya dimaksudkan untuk kepentingan damai. Sebagaimana dilaporkan, Iran tengah melakukan proses pengayaan uranium (uranium enrichment) untuk menghasilkan plutonium, yang dimaksudkan guna memenuhi pasokan listrik di negaranya. Namun, plutonium juga menjadi bahan baku senjata nuklir. Gedung Putih mendesak Iran agar menghentikan upaya itu. Jika tidak, Iran akan diajukan ke Dewan Keamanan (DK) PBB supaya diberi sanksi. Jika anggota DK PBB, seperti Cina dan Rusia, melakukan veto, bukan mustahil bagi AS bertindak sendiri, seperti yang dilakukannya terhadap Irak. Lalu tuduhan AS terbukti bohong di Irak. Tak satu pun senjata pemusnah massal yang-meminjam ungkapan Bush sendiri-"mengancam ketentraman dunia". Tak ada permintaan maaf kepada dunia, bahkan kepada rakyat Irak sekalipun. Hingga hari ini, kekacauan dan ketidakstabilan terus terjadi di Negeri 1001 Malam. Boleh jadi, kekhawatiran skandal itu terulang kembali di Iran membuat rezim Bush mengubah slogan misinya dalam periode keduanya. Jika sebelumnya diberi nama "perang melawan terorisme", kini diganti menjadi "perang melawan tiran" (Baca: Jualan Basi, Ganti Kemasan). Langkah ini pun sebetulnya bukan hal baru. Ketika terkuak bahwa Irak tidak memiliki senjata pemusnah massal apa pun, pada rentang 2003-2004 lalu, keberhasilan menggulingkan rezim Saddam Hussein pun dielu-elukan. Jatuhnya rezim diktator Saddam dipropagandakan sebagai harapan baru bagi demokratisasi di negeri kaya minyak itu. Demokrasi kemudian menjadi 'kata sakti' bagi AS dan sekutunya untuk menginjak-injak kedaulatan negara lain. Pasca isyarat ancaman Presiden Bush, perang urat-syaraf antara Washington-Teheran pun meletus. Dalam lawatannya ke Uganda, Kamis pekan lalu, Presiden Iran Mohamad Khatami menyatakan, negaranya selalu siap mempertahankan diri terhadap serangan militer dari manapun. Dalam lawatan terakhirnya ke Afrika itu, Khatami kembali menegaskan kepentingan damai di balik proyek nuklir Iran. "Serangan AS ke Iran tak akan berarti maslahat untuk rakyat AS," ujar Khatami. Ia juga mengingatkan Washington agar sepantasnya mencurahkan kekuatannya untuk mencari jalan keluar di Irak. Sebagai bentuk perlawanan terhadap ancaman militer, Menteri Pertahanan Iran Ali Syamkhani menegaskan negerinya mampu membalas berbagai serangan militer AS. "Tak ada negara yang dapat menyerang Iran," ujarnya. Syamkhani juga mengecilkan peran intelijen AS. Sebab, menurutnya, Washington tidak punya pengetahuan detil tentang kekuatan militer negerinya karena strategi Iran yang terus-menerus berubah. Bukan hanya militer AS yang tengah mengincar Iran. Israel, negara yang jelas-jelas memproduksi senjata nuklir di Timur Tengah, disinyalir tengah merancang serangan ke instalasi nuklir Iran. Seperti tersirat dari kekhawatiran Wapres AS Dick Cheney, dalam sebuah wawancara dengan televisi AS, bukan mustahil Israel menyerang Iran tanpa pernah diharapkan sebelumnya. Seperti dilaporkan, Uni Eropa melalui Prancis, Inggris dan Jerman tengah melakukan perundingan sengit guna meyakinkan Iran agar menghentikan upaya pengayaan uranium yang merupakan proses utama dalam pembuatan plutoniom sebagai bahan nuklir. Sebagai imbalannya, Iran akan mendapatkan bantuan perdagangan dan bantuan instalasi nuklir untuk kepentingan damai. Namun Iran hanya setuju untuk menangguhkan proses pemurnian. Kelangsungan proses ini bergantung pada upaya kerja sama perdagangan dan politik dengan Uni Eropa. Jika AS ngotot dengan upayanya menyeret Iran ke DK PBB, upaya Uni Eropa terancam gagal. Karena itu, buru-buru Menteri Luar Negeri Inggris Jack Straw yang tengah melawat ke Bejing, menyangsikan upaya Washington menempuh jalur kekerasan. Sebab, kata Straw, Presiden Bush sendiri mengedepankan jalan diplomasi dengan Teheran. Pernyataan ini dipertegas oleh Menteri Luar Negeri Prancis Michel Barnier dalam konferensi pers bersama Menlu Rusia Sergei Lavrov di Moskow. Tak ada alternatif lain, selain kebijakan perundingan untuk memaksa Teheran melucuti fasilitas nuklirnya, kata Barnier. Mungkin saja, sikap keras AS kali ini terantuk batu. Pasalnya, sekutu utamanya di Irak, buru-buru menyatakan ogah menggempur Iran. Sebagaimana dilansir harian The Sunday Times, Menlu Inggris Jack Straw telah mengeluarkan dokumen setebal 200 halaman yang berisi sejumlah alasan mengapa Inggris tidak ingin menginvasi Iran. Dokumen yang berjudul Iran's Nuclear Programme (Program Nuklir Iran) itu dibagikan kepada anggota Majelis Rendah Parleman Inggris (House of Commons), malam hari menjelang pelantikan periode kedua Bush. Dalam dokumen itu, Straw menekankan untuk mengambil solusi perdamaian dibandingkan pengerahan kekuatan militer. Selain itu, dokumen ini juga mengakui hak Iran menggunakan teknologi nuklir untuk kepentingan damai. Menurut Times, beredarnya dokumen itu merupakan isyarat meningkatnya ketegangan antara London-Washington. Bandingkan dengan menjelang invasi Irak, dokumen yang beredar menyebutkan sejumlah alasan mengapa Inggris mendukung AS. Dokumen itu, tulis Times, juga menunjukkan niat PM Blair untuk lebih fokus pada upaya perdamaian di Timur Tengah. Pada posisi yang lebih tinggi, dokumen itu merupakan pesan bahwa Inggris tidak ingin terjebak dalam perang baru di Timur Tengah. Karena itu, diperkirakan, masalah ini akan dijelaskan oleh Blair ketika bertemu dengan Bush di Brussel, bulan depan. Blair juga akan menjelaskannya pada pertemuan puncak Anglo-American di Washington usai pemilu di Inggris, Mei mendatang, selain dalam kunjungan calon Menlu AS Condoleezza Rice ke London, Februari mendatang. Harapan pejabat Uni Eropa itu bisa saja mendaapat sambutan baik dan memang itu yang diharapkan dunia, jika urusan Teheran-Washington hanya sekadar urusan perlucutan nuklir. Bagaimana kalau soal lain, misalnya keinginan menguasai sumber minyak b umi, desakan Israel karena nuklirnya terancam Iran, atau bisa saja karena dendam lama. Bukankah Khomeini pernah menyebut AS sebagai "setan besar"? Dan jika benar Iran memiliki senjata nuklir, bukan mustahil pula jika Perang Nuklir akan meletus. Waktu jua yang lebih bijak menjawabnya. M. Nurkholis Ridwan, Aljazeera, AFP, AP, Iol ____________________________________________________ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting ------------------------------------------------------------ Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib ____________________________________________________