Pengasuh dan penanggung jawab Pondok Itikaf Jamaah Ngaji Lelaku, Mochammad Yusman Roy, seperti dikutip NU Online, meminta maaf kepada umat Islam di seluruh Indonesia. Ia menyerukan kepada umat Islam untuk tidak mengikuti ajaran dan praktik salat dalam dua bahasa, Arab dan Indonesia.

Tapi, “masihkah ada tempat untuk Roy?” tanya Mas Ahmad Tohari dalam kolomnya di Harian Republika Senin 9 Mei 2005 yang saya sertakan di bawah.

“Similar dengan kasus salat dengan dua bahasa,” tulis Dr Martha Rumimper yang bermukim dan bekerja di Amerika Serikat di Milis Apakabar dua hari lalu, “ICNA, Riverside center sudah lama besalat dengan bahasa Arab dan Inggris. Tujuannya adalah untuk membantu umat Islam yang baru atau yang kurang tidak mengerti WHAT THEY ARE PRAYING ABOUT, mengingat banyaknya umat Islam yang Black Americans, Caucasian or those who are not exposed to Arabic Language. Menurut cleric yang ngajarin saya dulu, this is not a problem as a start considering that this is a learning process. And at the end, and once everyone is familiar with what the prayer means and what it is all about, they perform salat with the language used in Alquran,” lanjutnya.

Dan itu tidak banyak berbeda dengan pengalaman Mas Tohari dan teman-temannya sewktu kecil di kampungnya, yang juga diajari praktik shalat juga dengan dwibahasa, Arab dan Jawa yang sama-sama di-jahr-kan. Bahkan ketika membaca doa berwudhu juga dalam dua bahasa, dan merasa dengan belajar shalat dalam dua bahasa penghayatannya jadi lebih mendalam. Setelah semua lancar dan paham arti semua lafal shalat, barulah mereka diminta melakukannya hanya dalam Bahasa Arab. Sedangkan terjemahnya cukup di batin saja, tapi tak boleh ditinggalkan sama sekali

Tetapi, H Muhammad Yusman Roy yang telah mengajarkan shalat dalam wibahasa kepada para santrinya diadukan oleh MUI setempat ke polisi, setelah sebelumnya kegiatan pondoknya disetop melalui keputusan Bupati setempat, kini malahan berstatus sebagai tersangka pelaku tindak pidana dan dikenai pasal 156 (a) KUHP yaitu---Masya Allah---penodaan suatu agama (!)

Sebuah tuduhan yang mengejutkan dan mencemaskan banyak orang, karena bisa jadi preseden, yakni bisa dikenakan kepada siapa saja, karena dianggap sekelompok massa menghina Allah atau menodai kemurnian agama.

Roy yang tampaknya pasrah dan menyatakan menghormati proses hukum yang dilakukan polisi. Karena, polisi sebatas menjalankan kewajiban. Yang dia sayangkan adalah keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Malang serta munculnya keputusan serupa dari MUI Jatim yang menerangkan bahwa terjemahan mengiringi pembacaan teks ayat Alquran dalam salat berjamaah "ijtihad" Ustad Roy adalah sesat.

Lalu saya ingat kepada tulisan Mas Tohari yang lain ketika terjadi Bencana Tsunami di Aceh, bahwa teologi masyarakat Islam yang dianut hingga kini adalah “teologi langit”, atau meminjam Farid Esack, “teologi yang terlalu mengurusi Tuhan, sementara Tuhan adalah zat yang tidak perlu diurus”. Masih menurut Esack, “dengan mengurus (mendekati dan mengasihi) makhluk-Nya, maka kita sama saja telah mengabdi kepada Tuhan.”

Dan saya tidak dapat menahan air mata saya ketika membaca kalimat-kalimat Mas Tohari pada kolomnya mengenai Yusman Roy: “Dia tidak datang dari keluarga santri sehingga pada awalnya pengetahuan agamanya tidak mendalam. Namun dalam perjalanan hidup agaknya Roy mendapat cahaya iman sehingga hatinya melunak. Dia seakan mengalami dinamika 'dari kegelapan menuju cahaya'. Dia sangat beruntung karena dinamika dari kegelapan menuju cahaya adalah inti kehidupan beragama.”

Ya, saya tidak dapat menahan air mata karena saya karena saya yang datang dari keluarga Islam taat, yang menjalani salat lima waktu sejak berusia dua puluhan---sekarang 61 lebih---dan sejak tahun 1998 hampir tiap malam melakukan salat tahajud, sering tidak semata-mata untuk untuk mencari cahayaNya, tetapi masih disertai pamrih ingin ini dan itu yang bersifat keduniaan.

Wassalam, Darwin

=============

Masihkah Ada Tempat untuk Roy?

Oleh : Ahmad Tohari

Senin, 09 Mei 2005

Rasanya tidak mudah menyatakan simpati kepada orang yang sedang dituduh telah melakukan penodaan terhadap Islam. Muhammad Yusman Roy dari Malang, Jatim; karena telah mengajarkan shalat dalam dwibahasa dia diadukan oleh MUI setempat ke polisi. Kini bekas preman dan petinju itu berstatus sebagai tersangka pelaku tindak pidana. Namun entahlah, rasa persaudaraan sebagai sesama Muslim yang lemah membuat saya tidak tahan untuk tidak membuat tulisan ini. Saya sadar akan ada pembaca yang segera bilang saya sama saja dengan Roy yang dianggap telah menodai kesucian Islam. Oh, saya mohon, jangan.

Simpati saya kepada Roy berawal dari kisah hidupnya di dunia gelap yang keras. Dia pernah bergelimang dengan perkelahian, baik di dalam maupun di luar ring tinju. Dia tidak datang dari keluarga santri sehingga pada awalnya pengetahuan agamanya tidak mendalam. Namun dalam perjalanan hidup agaknya Roy mendapat cahaya iman sehingga hatinya melunak. Dia seakan mengalami dinamika 'dari kegelapan menuju cahaya'. Dia sangat beruntung karena dinamika dari kegelapan menuju cahaya adalah inti kehidupan beragama. Dan dengan bekal yang (mungkin) kurang mendalam dia mendirikan pesantren yang mengajarkan shalat dalam dwibahasa itu yakni Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia.

Shalat dalam dwibahasa mengingatkan saya pada masa anak-anak. Waktu itu kami, anak-anak kampung, diajari praktik shalat juga dengan dwibahasa, Arab dan Jawa yang sama-sama di-jahr-kan. Bahkan ketika membaca doa berwudhu juga dalam dua bahasa. Saya sendiri merasa dengan belajar shalat dalam dua bahasa penghayatannya jadi lebih mendalam. Maklum, sehari-hari kami tidak berbahasa Arab tetapi berbahasa Jawa. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya bila saya melakukan shalat namun tidak tahu apa arti bacaan yang saya lafalkannya. Apakah hati saya akan terpengaruh ketika saya membaca ihdinasy syirathal mustaqim, misalnya, tapi saya tidak mengerti arti bacaan itu? Demikian, maka setelah semua lancar dan paham arti semua lafal shalat, barulah kami diminta melakukannya hanya dalam Bahasa Arab. Sedangkan terjemahnya cukup di batin saja, tapi tak boleh ditinggalkan sama sekali. Patut dicatat, semua orang kampung saat itu tak ada yang keberatan terhadap cara guru ngaji saya mengajarkan shalat kepada anak-anak.

Saya menduga, seluruh jamaah Roy adalah orang-orang yang sehari-hari tidak berbahasa Arab, bahkan mungkin masih banyak yang mualaf. Mungkin sama dengan maksud guru ngaji saya dulu, Roy menghendaki jamaahnya mampu menghayati dengan dengan baik arti seluruh bacaan shalat. Bila dugaan ini benar maka 'kesalahan' Roy sebetulnya tidak terlalu prinsip. Dia tinggal diminta (dengan pendekatan yang sabar dan penuh rasa persaudaraan) agar menjalankan shalat seperti biasa apabila jamaahnya sudah paham seluruh bacaan arabnya.

Jadi dalam 'kasus' Roy, pemilihan gaya pendekatan yang tepat adalah kuncinya. Dan semuanya harus diawali dengan prasangka baik bahwa Roy dan jamaahnya adalah saudara sesama Muslim meski dalam hal shalat mereka tidak sama dengan yang lain. Saling mengingatkan di antara sesama Muslim adalah wajib. Namun harus dipilih cara yang arif dan bijak agar semuanya berakhir dengan baik. Pada masa lalu, di tempat yang berbeda pernah ada 'kasus' seperti 'kasus' Roy ini. Namun karena pendekatan yang galak dan terlalu cepat menghakimi, kelompok yang dianggap 'salah' itu merasa ditolak oleh sesama komunitas Muslim. Dan mereka kemudian menjauh, dan menjauh. Padahal yang menjadi persoalan waktu itu sebetulnya baru masuk ke wilayah syariah, belum menyentuh akidah.

Kita tidak ingin hal itu terjadi pada 'kasus' Roy ini. Bila demikian sudah tiba saatnya para tokoh seperti Gus Dur, Syafi'i Ma'arif, dan yang lain turun tangan. Kita hendaknya membantu Roy menapaki jalan menuju cahaya. Dan bila terasa ada yang sedikit menyimpang, mari kita gandeng tangannya agar kembali lurus. Dengan persaudaraan dan cinta.


_______________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting
------------------------------------------------------------
Tata Tertib Palanta RantauNet:
http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
____________________________________________________

Kirim email ke