Pakaro apokah ado penyimpangan di Aqidahnyo, sajauh nan ambo tahu (IMHO) iyo
alun ado palarangannyo nya, indak saroman Darul Arqo (Al-Arqom), LDII, dkk.
Memang ado pelarangannyo.....
 =====================================================================

JT di Mata Anggota

Wisnu Jatmiko

Mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Komputer UI
Saya terlibat dalam aktivitas JT sekitar tujuh tahun lalu (1991). Waktu itu,
saya masih duduk di kelas dua SMA (tahun 1991). Kemudian melanjutkan pada
Jurusan Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia, lulus 1997). Sempat
bekerja di PT Phillips hampir setahun. Kemudian melanjutkan kuliah pada
Program Pasca Sarjana Ilmu Komputer UI sampai sekarang.
Awal-awalnya saya sering diajak para aktivifis JT yang sering berkunjung di
masjid dekat rumah. Mereka mengajak khuruj, tapi karena saya masih sekolah,
maka hanya bisa mengikuti satu hari saja.
Ada dua hal yang menyebabkan saya tertarik pada JT. Pertama, materi-materi
yang disampaikan dalam taklim-taklim itu memberikan dorongan yang cukup kuat
bagi saya untuk rajin beribadah. Itulah yang menyebabkan saya tertarik.
Kedua, saya juga mendapat dorongan dan motivasi yang kuat untuk sukses dalam
studi. Ceritanya begini, saya terlibat lebih jauh setelah banyak teman-teman
yang pindah rumah (1994). Akibatnya saya harus menjadi penggeraknya. Bahkan
saya sempat khuruj 40 hari lamanya. 
Tapi, saya juga sempat bertanya-tanya. Kenapa aktivitasnya hanya
begini-begini saja. Toh, tanpa terlibat saya juga bisa jadi orang baik.
Apalagi ketika itu ada yang marah, karena saya menolak untuk ikut khuruj.
Kebetulan saya ada udzur. Hingga akhirnya saya bertemu dengan orang dari
India dan Amerika yang menyebabkan saya semangat lagi. Karena menurut
mereka, aktivitas di JT tak perlu berakibat kewajiban lain tertinggal.
Buktinya banyak di antara pengikut JT yang doktor dan profesor serta hapal
Al Qur'an. Saya sempat ditegur mereka karena aktivitas di JT menyebabkan
Indeks Prestasi (IP) saya rendah. Waktu itu saya ingat sedang ujian mata
kuliah "Sistem Kendali." Bahkan mereka berkali-kali menyuruh saya pulang
untuk belajar.
Yang saya peroleh setelah aktif di JT, pada diri saya seakan muncul kembali
semangat untuk mewarnai keluarga yang semula agak pudar dalam beragama. Saya
menghidupkan taklim dan musyawarah harian di rumah. Yang laki-laki sholat di
masjid, sedang yang wanita memakai jilbab rapat. Bahkan kini kakak saya juga
ikut aktif bersama saya. 
Suatu ketika saya dipilih menjadi pimpinan rombongan khuruj, yang terdiri
dari pelajar SMA dan bapak-bapak yang kurang dari segi pendidikan. Saya
sempat bingung ketika itu. Apalagi pimpinan rombongan harus mengurus
perijinan ke lurah, camat, sospol, kadang-kadang ke Kodim. Pokoknya seluruh
aparat Muspida. Saya sering dimarah-marahi, dibentak oleh aparat itu. Tapi,
bagi saya itu sudah merupakan konsekuensi pimpinan rombongan. Sehingga,
pengalaman itu membuat saya bertambah semangat dan tak takut berpaling dari
Allah swt.
Ada pengalaman menarik lagi, sewaktu ikut khuruj di Bengkulu, saya merasa
tertekan. Ketika itu saya tak mendapatkan masjid. Muspida di sana sempat
menaruh curiga dan tanya melulu mengenai acara rombongan saya. Ke mana pun
pergi seperti ada yang mengawasi. Itulah titik yang paling berkesan. 
Kenapa harus khuruj? Untuk melatih mental dan banyak lagi yang sulit
diceritakan. Pengalaman pribadi yang membuat jiwa kita terbina. Soal dana,
itu dari tabungan kita sendiri. Keluarga yang ditinggalkan? Sebelum
melakukan khuruj, pembinaan keluarga penting, terutama ibu-ibu dan wanita
diadakan taklim ibu-ibu atau namanya masturot. Artinya: tertutup, terhijab.
Dalam pembinaan itu, wanita atau ibu-ibu dilatih mandiri. Sehingga ketika
ditinggal khuruj, mereka sudah bisa berperan sebagai kepala rumah tangga di
rumah. Tapi, belakangan JT juga sudah mulai memprogram khuruj bersama-sama
semuhrim, lelaki dan perempuan.
Trie Utami
Mantan vokalis Band Krakatau, Jakarta
Saya aktif di rumah saja. Yang aktif di luar suami. Tugas wanita ya di
rumah. Soal JT ini, bagi saya bukan soal tertarik atau tidak tertarik.
Setelah saya selami, ternyata apa yang dilakukan ternyata merujuk pada
sunnah Rasul. Beberapa rujukan dari al-Hadits, dan itu pembuktiannya tidak
bisa melalui kata-kata. Tapi, perlu diyakini. Jadi, bagi saya, masalahnya
tidak lagi pada tertarik atau tidak tertarik, tapi sudah sebuah keharusan.
Aktif di JT sekitar dua tahun lalu. Saya banyak mendapatkan cerita ikhwal JT
dari suami. Selama belum bertemu dengan JT, suami saya selalu melontarkan
kegelisahan-kegelisahan. Saya ketemu dengan JT, itu adalah jawaban dari doa
saya, "Ya Allah pertemukanlah saya dengan saudara-saudara saya." Begitulah
doa yang senantiasa saya pinta pada Allah swt. Saya kemudian, selalu mencari
jawaban doa itu.
Jadi, ketemunya dengan JT itu, berangkat dari pencarian. Ada hasil yang bisa
saya nikmati. Dari hari ke hari semakin intens beribadah mulai dari yang
wajib hingga yang sunnah, seperti shalat dhuha, shalat malam dan
shalat-shalat sunnah lainnya. Ini berbeda dengan sebelum bergabung dengan
JT. Juga banyak hal yang sudah saya tinggal dari dunia selebritis yang
pernah saya tekuni sebelumnya. Terus terang dua tahun belakangan ini saya
banyak belajar, dan saya temukan itu sebagai bentuk yang luar biasa.
Misalnya, kalau dulu dalam bergaul lebih permisif, sekarang lebih hati-hati,
menjaga kesopanan, dan tidak sampai melanggar rambu-rambu laranagan agama.
Saya juga sempat diledek teman-teman. "Sekarang kamu ngapain sih?" Begitu
ledekan teman-teman yang menilai bahwa saya sangat asing dibanding yang
dulu. Tapi saya pikir, bahwa Islam datangnya asing dan pergi juga dalam
keadaan asing. 
Di JT, wanita ada pembinaan tersendiri yang disebut program masturat. Setahu
saya program itu diadakan, supaya para isteri itu mengerti kenapa
suami-suami itu harus khuruj. Mereka juga dikenalkan dengan kegiatan itu,
walaupun sebetulnya wanita lebih baik di rumah. Untuk pergi masturat, wanita
hendaknya didampingi oleh suaminya atau muhrim. Jadi mereka tidak keluar
sendiri, seenaknya sendiri. 
Sekalipun saya aktif dalam JT, saya juga masih aktif nyanyi sampai sekarang.
Menurut pengetahuan saya, bahwa nyanyi itu tak ada larangan, tapi harus tahu
diri dan menyesuaikan dengan aturan ajaran agama Islam. Dulu, misalnya,
kalau nyanyi di night club, saya cuek saja. Tapi sekarang, lebih
selektiflah. Dan yang penting, 'kan cuma nyanyi, nggak macam-macam.

to be continued ..

----alah diapuih ---
_____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://rantaunet.org/palanta-setting
------------------------------------------------------------
Tata Tertib Palanta RantauNet:
http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
____________________________________________________

Reply via email to