DAULAH KHILAFAH ISLAMIYAH


(bagian 1 -Hukum mendirikan Daulah Khilafah)


 

 

Secara ringkas, Imam Taqiyyuddin An Nabhani mendefinisikan Daulah Khilafah 
sebagai kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia untuk menegakkan 
hukum-hukum Syariat Islam dan mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia 
(Imam Taqiyyuddin An Nabhani, Nizhamul Hukmi fil Islam, hal. 17).  Dari 
definisi ini, jelas bahwa Daulah Khilafah adalah hanya satu untuk seluruh 
dunia.  Karena nash-nash syara’ (nushush syar’iyah) memang menunjukkan 
kewajiban umat Islam untuk bersatu dalam satu institusi negara. Sebaliknya 
haram bagi mereka hidup dalam lebih dari satu negara.



HUKUM MENDIRIKAN DAULAH KHILAFAH

Dari definisi di atas, jelas bahwa Daulah Khilafah adalah hanya satu untuk 
seluruh dunia. Karena nash-nash syara' (nushush syar'iyah) memang menunjukkan 
kewajiban umat islam untuk bersatu dalam satu institusi negara. Sebaliknya 
haram bagi mereka hidup dalam lebih dari satu negara. Kewajiban tersebut 
didasarkan pada nash-nash al-Quran as-Sunnah, Ijma' Shahabat dan Qiyas. Dalam 
al-Qur`an Allah SWT berfirman: “Dan berpeganglah kalian semuanya dengan tali 
(agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai…” (Qs. Ali-’Imraan [3]: 
103). Rasulullah SAW dalam masalah persatuan umat ini bersabda: “Barangsiapa 
mendatangi kalian --sedang urusan (kehidupan) kalian ada di bawah kepemimpinan 
satu orang (Imam/Khalifah)-- dan dia hendak memecah belah kesatuan kalian dan 
mencerai-beraikan jamaah kalian, maka bunuhlah dia!” [HR. Muslim].Rasulullah 
SAW bersabda: “Jika dibai’at dua orang Khalifah, maka bunuhlah yang terakhir 
dari keduanya.” [HR. Muslim]. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa membai’at
 seorang Imam (Khalifah), lalu memberikan genggaman tangannya dan menyerahkan 
buah hatinya, hendaklah ia mentaatinya semaksimal mungkin.  Dan jika datang 
orang lain hendak mencabut kekuasaannya, penggallah leher orang itu.” [HR. 
Muslim]. Di samping itu, Rasulullah SAW menegaskan pula dalam perjanjian antara 
kaum Muhajirin-Anshar dengan Yahudi: “Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih 
lagi MahaPenyayang. Surat Perjanjian ini dari Muhammad —Nabi antara orang-orang 
beriman dan kaum muslimin dari kalangan Quraisy dan Yatsrib --serta yang 
mengikut mereka dan menyusul mereka dan berjihad bersama-sama mereka-- bahwa 
mereka adalah ummat yang satu, di luar golongan orang lain...” (Lihat Sirah 
Ibnu Hisyam, Jilid II, hal. 119).

Nash-nash al-Qur`an dan as-Sunnah di atas menegaskan adanya kewajiban bersatu 
bagi kaum muslimin atas dasar Islam (hablullah) –bukan atas dasar kebangsaan 
atau ikatan palsu lainnya yang direkayasa penjajah yang kafir— di bawah satu 
kepemimpinan, yaitu seorang Khalifah. Dalil-dalil di atas juga menegaskan 
keharaman berpecah-belah, di samping menunjukkan pula jenis hukuman syar’i bagi 
orang yang berupaya memecah-belah umat Islam menjadi beberapa negara, yakni 
hukuman mati.  Selain al-Qur`an dan as-Sunnah, Ijma’ Shahabat pun menegaskan 
pula prinsip kesatuan umat di bawah kepemimpinan seorang Khalifah. Abu Bakar 
Ash Shiddiq  suatu ketika pernah berkata,”Tidak halal kaum muslimin mempunyai 
dua pemimpin (Imam).” Perkataan ini didengar oleh para shahabat dan tidak 
seorang pun dari mereka yang mengingkarinya, sehingga menjadi ijma’di kalangan 
mereka. Bahkan sebagian fuqoha menggunakan Qiyas ¾sumber hukum keempat¾ untuk 
menetapkan prinsip kesatuan umat. Imam Al Juwaini berkata,”Para ulama
 kami (madzhab Syafi’i) tidak membenarkan akad Imamah (Khilafah) untuk dua 
orang…Kalau terjadi akad Khilafah untuk dua orang, itu sama halnya dengan 
seorang wali yang menikahkan seorang perempuan dengan dua orang laki-laki!”  
Artinya, Imam Juwaini mengqiyaskan keharaman adanya dua Imam bagi kaum muslimin 
dengan keharaman wali menikahkan seorang perempuan dengan dua orang lelaki yang 
akan menjadi suaminya. Jadi, Imam/Khalifah untuk kaum muslimin wajib hanya 
satu, sebagaimana wali hanya boleh menikahkan seorang perempuan dengan satu 
orang laki-laki, tidak boleh lebih. (Lihat Dr. Muammad Khair, wahdatul muslimin 
fi asy syari'ah al Islamiyah, Majalah Al Wai'e, hal 6-13 no 134 Rabiul Awal 
1419 H/ Juli 1998 M). Jelaslah bahwa kesatuan umat di bawah satu khilafah 
adalah satu kewajiban syar'i yang tak ada keraguan lagi padanya. Karena itu 
tidak mengherankan bila para imam-imam madzhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, 
Imam Syafi'i dan Imam Ahmad) bersepakat bulat bahwa kaum muslimin di seluruh
 dunia hanya boleh mempunyai satu khalifah saja, tidak boleh lebih."...para 
imam madzhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam 
Ahmad)--rahimakumullah--bersepakat pula bahwa kaum muslimin di seluruh dunia 
pada saat yang sama tidak dibenarkan mempunyai dua imam, baik keduanya sepakat 
atau tidak" (Lihat Syaikh Abdurrahman Al Jaziri, Al Fiqh 'Ala Al Madzahib, 
Jilid IV, hal 416).


Hukum menegakkan Khilafah itu sendiri adalah wajib, tanpa ada perbedaan 
pendapat di kalangan imam-imam madzhab dan mujtahid-mujtahid besar yang alim 
dan terpercaya.  Siapapun yang menelaah dalil-dalil syar’i dengan cermat dan 
ikhlas akan menyimpulkan bahwa menegakkan Daulah Khilafah hukumnya wajib atas 
seluruh kaum muslimin.


__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 
_____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://rantaunet.org/palanta-setting
------------------------------------------------------------
Tata Tertib Palanta RantauNet:
http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
____________________________________________________

Reply via email to