FYI, ....

-----Original Message-----
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED]
On Behalf Of Blue Freeya
Sent: Friday, May 27, 2005 9:45 AM
To: Hanya Wanita Group; Funky Mom; We Are Mommies
Subject: [milis hanyawanita.com] Professor Termuda di US (Amerika
Serikat) adalah orang


July 29, 2004 @19:31:12
Professor Termuda di US (Amerika Serikat) adalah orang
indonesia

NAMA lengkapnya adalah Prof Nelson Tansu PhD. Setahun
lalu, ketika baru berusia 25 tahun, dia diangkat
menjadi guru besar (profesor) di Lehigh University,
Bethlehem, Pennsylvania 18015, USA. Usia yang
tergolong sangat belia dengan statusnya tersebut. 
Kini, ketika usianya menginjak 26 tahun, Nelson
tercatat sebagai profesor termuda di universitas
bergengsi wilayah East Coast, Negeri Paman Sam, itu.
Sebagai dosen muda, para mahasiswa dan bimbingannya
justru rata-rata sudah berumur. Sebab, dia mengajar
tingkat master (S-2), doktor (S-3), bahkan post
doctoral.
Prestasi dan reputasi Nelson cukup berkibar di
kalangan akademisi AS. Puluhan hasil risetnya
dipublikasikan di jurnal-jurnal internasional.
Dia sering diundang menjadi pembicara utama dan
penceramah di berbagai seminar. Paling sering terutama
menjadi pembicara dalam pertemuan-pertemuan
intelektual, konferensi, dan seminar di Washington DC.

Selain itu, dia sering datang ke berbagai kota lain di
AS. Bahkan, dia sering pergi ke mancanegara seperti
Kanada, sejumlah negara di Eropa, dan Asia.
Yang mengagumkan, sudah ada tiga penemuan ilmiahnya
yang dipatenkan di AS, yakni bidang semiconductor
nanostructure optoelectronics devices dan high power
semiconductor lasers. Di tengah kesibukannya melakukan
riset-riset lainnya, dua buku Nelson sedang dalam
proses penerbitan. Bukan main. Kedua buku tersebut
merupakan buku teks (buku wajib pegangan, Red) bagi
mahasiswa S-1 di Negeri Paman Sam.
Karena itu, Indonesia layak bangga atas prestasi anak
bangsa di negeri rantau tersebut. Lajang kelahiran
Medan, 20 Oktober 1977, itu sampai sekarang masih
memegang paspor hijau berlambang garuda. Kendati belum
satu dekade di AS, prestasinya sudah segudang. Kemana
pun dirinya pergi, setiap ditanya orang, Nelson selalu
mengenalkan diri sebagai orang Indonesia. Sikap Nelson
itu sangat membanggakan di tengah banyak tokoh kita
yang malu mengakui Indonesia sebagai tanah
kelahirannya. "Saya sangat cinta tanah kelahiran saya.
Dan saya selalu ingin melakukan yang terbaik untuk
Indonesia," katanya, serius. Di Negeri Paman Sam,
kecintaan Nelson terhadap negerinya yang dicap sebagai
terkorup di Asia tersebut dikonkretkan dengan
memperlihatkan ketekunan serta prestasi kerjanya
sebagai anak bangsa. Saat berbicara soal Indonesia,
mimik pemuda itu terlihat sungguh-sungguh dan jauh
dari basa-basi.
"Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan
merupakan bangsa yang mampu bersaing dengan
bangsa-bangsa besar lainnya. Tentu saja jika bangsa
kita terus bekerja keras," kata Nelson menjawab koran
ini.


adalah anak kedua di antara tiga bersaudara buah
pasangan Iskandar Tansu dan Lily Auw yang berdomisili
di Medan, Sumatera Utara. Kedua orang tua Nelson
adalah pebisnis percetakan di Medan. Mereka adalah
lulusan universitas di Jerman. Abang Nelson, Tony
Tansu, adalah master dari Ohio, AS. Begitu juga
adiknya, Inge Tansu, adalah lulusan Ohio State
University (OSU). Tampak jelas bahwa Nelson memang
berasal dari lingkungan keluarga berpendidikan. Posisi
resmi Nelson di Lehigh University adalah assistant
professor di bidang electrical and computer
engineering. Di AS, itu merupakan gelar untuk guru
besar baru di perguruan tinggi. "Walaupun saya adalah
profesor di jurusan electrical and computer
engineering, riset saya sebenarnya l ebih condong ke
arah fisika terapan dan quantum electronics,"
jelasnya. 
Sebagai cendekiawan muda, dia menjalani kehidupannya
dengan tiada hari tanpa membaca, menulis, serta
melakukan riset. Tentunya, dia juga menyiapkan materi
serta bahan kuliah bagi para mahasiswanya.
Kesibukannya tersebut, jika meminjam istilah di
Amerika, bertumpu pada tiga hal. Yakni, learning, 
teaching, and researching. Boleh jadi, tak ada waktu
sedikit pun yang dilalui Nelson dengan santai. Di
sana, 24 jam sehari dilaluinya dengan segala aktivitas
ilmiah. Waktu yang tersisa tak lebih dari istirahat
tidur 4-5 jam per hari. 
Anak muda itu memang enak diajak mengobrol.
Idealismenya berkobar-kobar dan penuh semangat.
Layaknya profesor Amerika, sosok Nelson sangat
bersahaja dan bahkan suka merendah. Busana
kesehariannya juga tak aneh-aneh, yakni mengenakan
kemeja berkerah dan pantalon. Sekilas, dia terkesan
pendiam. Pengetahuan dan bobotnya serin g tersembunyi
di balik penampilannya yang seperti tak suka bicara.
Tapi, ketika dia mengajar atau berbicara di konferensi
para intelektual, jati diri akademisi Nelson tampak.
Lingkungan akademisi, riset, dan kampus memang menjadi
dunianya. Dia selalu peduli pada kepentingan serta
dahaga pengetahuan para mahasiswanya di kampus.
Ada yang menarik di sini. Karena tampangnya yang
sangat belia, tak sedikit insan kampus yang
menganggapnya sebagai mahasiswa S-1 atau program
master. Dia dikira sebagai mahasiswa umumnya. Namun,
bagi yang mengenalnya, terutama kalangan universitas
atau jurusannya mengajar, begitu bertemu dirinya,
mereka selalu menyapanya hormat: Prof Tansu.
"Di semester Fall 2003, saya mengajar kelas untuk
tingkat PhD tentang physics and applications of
photonics crystals. Di semester Spring 2004, sekarang,
saya mengajar kelas untuk mahasiswa senior dan master
tentang semiconductor device physics. Begitulah,"
ungkap Nelson menjawab soal kegiatan mengajarnya.
September hingga Desember atau semester Fall 2004,
jadwal mengajar Nelson sudah menanti lagi. Selama
semester itu, dia akan mengajar kelas untuk tingkat
PhD tentang applied quantum mechanics for
semiconductor nanotechnology. "Selain mengajar
kelas-kelas di universitas, saya membimbing beberapa
mahasiswa PhD dan post-doctoral research fellow di
Lehigh University ini," jelasnya
saat ditanya mengenai kesibukan lainnya di kampus. 
Nelson termasuk individu yang sukses menggapai mimpi
Amerika (American dream). Banyak imigran dan perantau
yang mengadu nasib di negeri itu dengan segala
persaingannya yang superketat. Di Negeri Paman Sam
tersebut, ada cerita sukses seperti aktor yang kini
menjadi Gubernur California Arnold Schwarzenegger yang
sebenarnya adalah imigran asal Austria. Kemudian,
dalam Kabinet George Walker Bush sekarang juga ada
imigrannya, yakni Mente ri Tenaga Kerja Elaine L.
Chao. Imigran asal Taipei tersebut merupakan wanita
pertama Asian-American yang menjadi menteri selama
sejarah AS.
Negara Superpower tersebut juga sangat baik menempa
bakat serta intelektual Nelson. Lulusan SMA Sutomo 1
Medan itu tiba di AS pada Juli 1995. Di sana, dia
menamatkan seluruh pendidikannya mulai S-1 hingga S-3
di University of Wisconsin di Madison. Nelson
menyelesaikan pendidikan S-1 di bidang applied
mathematics, electrical engineering, and physics.
Sedangkan untuk PhD, dia mengambil bidang electrical
engineering. Dari seluruh perjalanan hidup dan
karirnya, Nelson mengaku bahwa semua suksesnya itu tak
lepas dari dukungan keluarganya. Saat ditanya mengenai
siapa yang paling berpengaruh, dia cepat menyebut
kedua orang tuanya dan kakeknya. "Mereka menanamkan
mengenai pentingnya pendidikan sejak saya masih kecil
sekali," ujarnya.
Ada kisah menarik di situ. Ketika masih sekolah dasar,
kedua orang tuanya sering membanding-bandingkan Nelson
dengan beberapa sepupunya yang sudah doktor.
Perbandingan tersebut sebenarnya kurang pas. Sebab,
para sepupu Nelson itu jauh di atas usianya. Ada yang
20 tahun lebih tua. Tapi, Nelson kecil menganggapnya
serius dan bertekad keras mengimbangi sekaligus
melampauinya. Waktu akhirnya menjawab imipian Nelson
tersebut. "Jadi, terima kasih buat kedua orang tua
saya. Saya memang orang yang suka dengan banyak
tantangan. Kita jadi terpacu, gitu," ungkapnya. Nelson
mengaku, mendiang kakeknya dulu juga ikut memicu
semangat serta disiplin belajarnya. "Almarhum kakek
saya itu orang yang sangat baik, namun agak keras.
Tetapi, karena kerasnya, saya malah menjadi lebih
tekun dan berusaha sesempurna mungkin mencapai standar
tertinggi dalam melakukan sesuatu," jelasnya.
Sisihkan 300 Doktor AS, tapi Tetap Rendah Hati Nelson
Tansu menjadi fisikawan ternama di Amerika. Tapi,
hanya sedikit ya ng tahu bahwa guru besar belia itu
berasal dari Indonesia. Di sejumlah kesempatan, banyak
yang menganggap Nelson ada hubungan famili dengan
mantan PM Turki Tansu Ciller. Benarkah? Nama Nelson
Tansu memang cukup unik. Sekilas, sama sekali nama itu
tidak mengindikasikan identitas etnis, ras, atau asal
negeri tertentu. Karena itu, di Negeri Paman Sam,
banyak yang keliru membaca, mengetahui, atau
berkenalan dengan profesor belia tersebut. Malah ada
yang menduga bahwa dia adalah orang Turki. Dugaan itu
muncul jika dikaitkan dengan hubungan famili Tansu
Ciller, mantan perdana menteri (PM) Turki. Beberapa
netters malah tidak segan-segan mencantumkan nama dan
kiprah Nelson ke dalam website Turki. Seolah-olah
mereka yakin betul bahwa fisikawan belia yang mulai
berkibar di lingkaran akademisi AS itu memang berasal
dari negerinya Kemal Ataturk.
Ada pula yang mengira bahwa Nelson adalah orang Asia
Timur, tepatnya Jepang atau Tiongkok . Yang lebih
seru, beberapa universitas di Jepang malah
terang-terangan melamar Nelson dan meminta dia
"kembali" mengajar di Jepang. Seakan-akan Nelson
memang orang sana dan pernah mengajar di Negeri Sakura
itu. Dilihat dari nama, wajar jika kekeliruan itu
terjadi. Begitu juga wajah Nelson yang seperti orang
Jepang. Lebih-lebih di Amerika banyak profesor yang
keturunan atau berasal dari Asia Timur dan
jarang-jarang memang asal Indonesia. Nelson pun hanya
senyum-senyum atas segala kekeliruan terhadap dirinya.
"Biasanya saya langsung mengoreksi. Saya jelaskan ke
mereka bahwa saya asli Indonesia. Mereka memang agak
terkejut sih karena memang mungkin jarang ada profesor
asal aslinya dari Indonesia,"jelas Nelson. Tansu
sendiri sesungguhnya bukan marga kalangan Tionghoa.
Memang, nenek moyang Nelson dulu Hokkien, dan marganya
adalah Tan. Tapi, ketika lahir, Nelson sudah diberi
nama belakang "Tansu", sebagaimana ayahnya, Iskandar
Tansu. "Saya suka dengan nama Tansu, kok," kata Nelson
dengan nada bangga.
Nelson adalah pemuda mandiri. Semangatnya tinggi,
tekun, visioner, dan selalu mematok standar tertinggi
dalam kiprah riset dan dunia akademisinya. Orang tua
Nelson hanya membiayai hingga tingkat S-1. Selebihnya?
Berkat keringat dan prestasi Nelson sendiri. Kuliah
tingkat doktor hingga segala keperluan kuliah dan
kehidupannya ditanggung lewat beasiswa universitas.
"Beasiswa yang saya peroleh sudah lebih dari cukup
untuk membiayai semua kuliah dan kebutuhan di
universitas," katanya.
Orang seperti Nelson dengan prestasi akademik
tertinggi memang tak sulit memenangi berbagai
beasiswa. Jika dihitung-hitung, lusinan penghargaan
dan anugerah beasiswa yang pernah dia raih selama ini
di AS. Menjadi profesor di Negeri Paman Sam memang
sudah menjadi cita-cita dia sejak lama. Walau
demikian, posisi assistant professor (profesor muda,
Red) tak pernah terbayangkannya bisa diraih pada usia
25 tahun. Coba bandingkan dengan lingkungan keluarga
atau masyarakat di Indonesia, umumnya apa yang didapat
pemuda 25 tahun? Bahkan, di AS yang negeri supermaju
pun reputasi Nelson bukan fenomena umum. Bayangkan,
pada usia semuda itu, dia menyandang status guru
besar.
Sehari-hari dia mengajar program master, doktor, dan
bahkan post doctoral. Yang prestisius bagi seorang
ilmuwan, ada tiga riset Nelson yang dipatenkan di AS.
Kemudian, dua buku teksnya untuk mahasiswa S-1 dalam
proses penerbitan. Tapi, bukan Nelson Tansu namanya
jika tidak santun dan merendah.
Cita-citanya mulia sekali. Dia akan tetap melakukan
riset-riset yang hasilnya bermanfaat buat kemanusian
dan dunia. Sebagai profesor di AS, dia seperti meniti
jalan suci mewujudkan idealisme tersebut. Ketika
mendengar pengakuan cita-cita sejatinya, siapa pun
pasti akan terperanjat. Cukup fenomenal. "Sejak SD
kelas 3 atau kelas 4 di Medan, saya selalu ingin
menjadi profesor di universitas di Amerika Serikat.
Ini benar-benar saya cita-citakan sejak kecil,"
ujarnya dengan mimik serius. Tapi, orang bakal mahfum
jika melihat sejarah hidupnya. Ketika usia SD, Nelson
kecil gemar membaca biografi para ilmuwan-fisikawan AS
dan Eropa. Selain Albert Einstein yang menjadi
pujaannya, nama-nama besar seperti Werner Heisenberg,
Richard Feynman, dan Murray Gell-Mann ternyata sudah
diakrabi Nelson cilik. "Mereka hebat. Dari bacaan
tersebut, saya benar-benar terkejut, tergugah dengan
prestasi para fisikawan luar biasa itu. Ada yang
usianya muda sekali ketika meraih PhD, jadi profesor,
dan ada pula yang berhasil menemukan teori yang luar
biasa. Mereka masih muda ketika itu," jelas Nelson
penuh kagum.
Nelson jadi profesor muda di Lehigh University sejak
awal 2003. Untuk bidang teknik dan fisika, universitas
itu termasuk unggulan dan papan atas di kawasan East
Coast, Negeri Paman Sam. Untuk menjadi profesor di
Lehigh, Nelson terlebih dahulu menyisihkan 300 doktor
yang resume (CV)-nya juga hebat-hebat. "Seleksinya
ketat sekali, sedangkan posisi yang diperebutkan hanya
satu," ujarnya. Lelaki penggemar buah-buahan dan
masakan Padang itu mengaku lega dan beruntung karena
dirinya yang terpilih. Menurut Nelson, dari segi gaji
dan materi, menjadi profesor di kampus top seperti
yang dia alami sekarang sudah cukup lumayan. Berapa
sih lumayannya? "Sangat bersainglah. Gaji profesor di
universitas private terkemuka di Amerika Serikat
adalah sangat kompetitif dibandingkan dengan gaji
industri. Jadi, cukup baguslah, he...he...he...,"
katanya, menyelipkan senyum.
Riwayat hidup dan reputasinya memang wow. Nelson
sempat menjadi incaran dan malah "rebutan" kalangan
universitas AS dan mancanegara. Ada yang menawari
jabatan associate professor yang lebih tinggi daripada
yang dia sandan g sekarang (assistant professor). Ada
pula yang menawari gaji dan fasilitas yang lebih heboh
daripada Lehigh University. Tawaran-tawaran
menggiurkan itu datang dari AS, Kanada, Jerman, dan
Taiwan serta berasal dari kampus-kampus top. Semua
datang sebelum maupun sesudah Nelson resmi mengajar di
Lehigh University. Tapi, segalanya lewat begitu saja.
Nelson memilih konsisten, loyal, dan komit dengan
universitas di Pennsylvania itu. Tapi, tentu ada
pertimbangan khusus yang lain.
"Saya memilih ini karena Lehigh memberikan dana
research yang sangat signifikan untuk bidang saya,
semiconductor nanostructure optoelectronic devices.
Lehigh juga memiliki leaderships yang sangat kuat dan
ambisinya tinggi menaikkan reputasinya dengan memiliki
para profesor paling berpotensi dan ternama untuk
melakukan riset.

Miya Irawati
Harustie 7 F 97/3
00980 Helsinki
Finland

Handy. +358417100896
email. [EMAIL PROTECTED]


_____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke:
http://rantaunet.org/palanta-setting
------------------------------------------------------------
Tata Tertib Palanta RantauNet:
http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
____________________________________________________

Reply via email to