Subject: [Pertamina] akhir sebuah Legenda..(Cepu_EMOI_PTN)....?

      Halaman Depan

      Senin, 23/05/2005



      Blok Cepu, ExxonMobile & strategi besar Pertamina



      Keputusan tentang apa yang harus dilakukan terhadap sumur minyak di
Blok Cepu yang sekarang digarap ExxonMobile (EM) antara sukar dan mudah.
Orang Jawa mengatakan gampang-gampang angel. Gampang kalau bangsa ini
berpijak pada landasan falsafah dan prinsip. Angel kalau bangsa ini
menjerumuskan diri pada teknokrasi semata.

      Asal mulanya Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto), pemegang izin
eksploitasi minyak di sumur "kecil" di Cepu, menjual lisensinya kepada EM.
Lisensi itu sebenarnya baru berakhir pada 2010.

      EM lalu mengeluarkan uang sebesar US$370 juta untuk mengeksplorasi
sumur tersebut. Dari hasil eksplorasi itu, EM menemukan cadangan minyak
sekitar 600 juta barel.

      Karena cadangan itu besar, EM mengajukan usul agar kontraknya de-ngan
Indonesia diperpanjang sampai 2030. Usul ini tentu disertai dengan deal
bisnis yang rinci.

      Ketika itu, status hukum Pertamina masih berupa Perum. Menurut
undang-undang yang berlaku, yang berhak mengambil keputusan adalah Dewan
Komisaris Pemerintah untuk Pertamina (DKPP) yang terdiri dari lima orang
menteri.

      Tiga dari lima anggota DKPP setuju, sedangkan dua lainnya tidak setuju
memperpanjang kontrak dengan EM. Karena tidak dicapai keputusan yang bulat,
berdasarkan undang-undang, keputusan harus diambil oleh Presiden. Maka "bola
panas" pindah ke tangan Presiden Megawati Soekarnoputri.

      EM tidak tinggal diam. Perusahaan AS itu mengerahkan semua kekuatan,
termasuk pemerintahnya untuk melobi keras kepada pemerintah Indonesia. Namun
bagi penulis, upaya EM sudah merupakan "tekanan" agar Indonesia mau
memperpanjang kontrak tersebut.

      Di tengah lobi dan perundingan berjalan, tersiar kabar, entah kabar
burung atau tidak, bahwa cadangan minyak yang sebenarnya di Blok Cepu adalah
1,2 miliar barel, bukan 600 juta barel.

      Belakangan beredar lagi kabar bahwa cadangan minyak di blok itu bahkan
bisa mencapai 2 miliar barel.

      Seperti dikatakan sebelumnya, ada dua anggota DKPP yang tidak setuju.
Yang satu atas dasar alasan yuridis bahwa bentuk kerja sama adalah Technical
Assistance Contract (TAC), sehingga tidak bisa lantas diubah menjadi kontrak
bagi hasil.

      Anggota lain, yang tidak setuju, adalah penulis dengan alasan yang
sama sekali berbeda.

      Alasan sangat prinsipil

      Alasan penulis saat itu sangat prinsipil, yaitu bahwa sumur di Blok
Cepu memiliki cadangan minyak yang besar dengan letak yang strategis,
sehingga eksploitasi selanjutnya relatif mudah.

      Maka penulis mati-matian mempertahankan agar blok itu sepenuhnya
dieksploitasi oleh Pertamina.

      Berbagai alasan dikemukakan untuk meyakinkan penulis agar ikut
menyetujui perpanjangan kontrak dengan EM. Upaya tersebut datang dari
berbagai pihak, baik Pertamina dan Lemigas maupun EM dan Duta Besar AS untuk
Indonesia Ralph Boyce.

      Semua alasan penulis tolak. Ini karena titik tolak penulis sangat
prinsipil bahwa Pertamina harus menggunakan sumur Cepu sebagai titik tolak
untuk belajar mengeksploitasi minyak sendiri sepenuhnya.

      Kata "belajar" ditekankan karena penulis dihujani berbgai perhitungan
rugi laba, penuh dengan angka-angka yang njlimet. Namun penulis sama sekali
tidak mau melihat angka-angka tersebut.

      Berapa pun untung ruginya, penulis terima. Ini karena bagi penulis
sudah sangat memalukan setelah 60 tahun merdeka, 92% dari minyak nasional
dieksploitasi oleh kontraktor asing.

      Dikemukakan bahwa Pertamina tidak mungkin membiayai eksploitasi
sendiri. Penulis yakinkan bahwa kalau ada cadangan minyak 600 juta barel
saja, bank di seluruh dunia akan antre memberikan kredit yang khusus dipakai
untuk mengeksploitasi sumur tersebut. Apalagi kalau cadangannya ternyata
lebih besar lagi.

      Penulis lalu diyakinkan lagi dengan alasan bahwa kalau Pertamina yang
mengeksploitasi sendiri, akan merugi karena belum berpengalaman dan korup.

      Upaya ini pun penulis tolak dengan alasan bahwa penulis sama sekali
tidak berpikir tentang untung rugi.

      Sumur Cepu harus dijadikan modal untuk belajar mengeksploitasi
sendiri. Landasan argumentasi adalah paparan direksi baru, dipimpinan
Baihaki Hakim, kepada penulis selaku Menko Ekuin dalam kabinet Presiden
Abdurrahman Wahid. Pendirian yang penulis pertahankan sampai sekarang
merupakan pengarahan dari Presiden Wahid.

      Ketika itu Baihaki Hakim mengemukakan bahwa visi dan misinya adalah
menjadikan Pertamina sebuah world class company yang harus mampu
mengembangkan diri menjadi perusahaan multinasional seperti halnya BP,
Shell, EM, dan sebagainya. Tekad Baihaki itu bukan untuk gagah-gagahan
tetapi karena alasan survival.

      Pertamina sudah telanjur menjadi organisasi besar, sedangkan cadangan
minyak terus menyusut, selain minyak adalah sumber daya alam yang tidak
dapat diperbarui (non renewable resource). Maka kalau cadangan sudah
menyusut menjadi demikian kecil, Pertamina sudah harus menjadi perusahaan
multinasional yang besar sehingga sumber minyak mentahnya diperoleh dari
mana saja.

      Kalau tidak, mau diapakan organisasi Pertamina dengan cadangan minyak
yang sudah habis atau sudah demikian kecil itu? Itulah sebabnya Presiden
Wahid memerintahkan penulis mengambil risiko agar Pertamina menanamkan
modalnya untuk eksplorasi di mana saja.

      Penulis berpesan wanti-wanti agar perhitungannya sangat matang
sehingga risiko yang diambil betul-betul adalah well calculated risk.

      Penulis percaya betul bahwa Baihaki dapat melakukannya mengingat
pengalamannya sebagai Dirut yang begitu lama di Caltex, kontraktor terbesar
di Indonesia.

      Kecuali itu, diam-diam penulis minta nasehat dari Julius Tahija, yang
dengan susah payah melayani penulis meski kesehatannya sebenarnya sudah
tidak memungkinkan lagi.

      Bukan Inlander

      Penulis kemudian didatangi oleh Executive Vice President EM yang
khusus terbang dari Houston, AS. Dia mencoba meyakinkan penulis.

      Penulis hanya menjawab: "Please, bolehkah saya belajar menjadi
perusahaan seperti Anda di tanah air saya sendiri, menggunakan sumber daya
alam saya sendiri? Apakah ExxonMobile, ketika mulai dari nol, tidak
mengambil risiko besar yang sekarang Anda gambarkan kepada saya sebagai
sesuatu yang menakutkan? Saya bukan Inlander seperti rekan-rekan saya yang
Anda temui sebelumnya."

      Penulis mengatakan kalimat terakhir itu karena dia mengatakan
sebenarnya sudah sangat lama dia ingin bertemu saya. Tetapi hampir semua
menteri yang ditemuinya menganjurkan agar jangan sekali-kali menemui
penulis.

      Ketika itu penulis memang sangat emosional, marah, sehingga bersikap
semakin keras. Siapa yang tidak marah ketika mengetahui bahwa dia ternyata
dikhianati oleh sesama abdi negara untuk kepentingan asing?

      Maka ketika itu penulis ceriterakan panjang lebar tentang sikap Bung
Karno yang sengaja sangat-sangat membatasi eksploitasi sumber daya alam oleh
asing yang memang secara mutlak diperlukan. Yang lainnya, "kita simpan di
bawah tanah sampai para insinyur kita mampu menggarapnya sendiri." Demikian
yang dikatakan Bung Karno kepada putrinya, Megawati Soekarnoputri, yang
masih berusia sekitar 16 tahun.

      Kepada penulis juga dikatakan bahwa mereka tidak bisa mengerti
bagaimana mungkin penulis begitu tidak rasional, sementara berpendidikan di
Barat. Dengan sabar penulis jelaskan bahwa justru karena sekian lama berada
di Eropa, justru demikian banyak kawan yang menjadi pemimpin di Eropa, maka
penulis dapat bercerita panjang lebar mengenai banyak orang Eropa, seperti
manusia unggul lainnya, tidak hanya hidup dari rasio.

      Terlampau panjang kalau diuraikan di sini. Cukup penulis kemukakan
bahwa tidak sembarangan berkembangnya apa yang dinamakan Emotional
Intelligence, bukan hanya IQ. Bung Karno yang sangat menyerap budaya Barat
juga mengatakan bahwa man does not live by bread alone.

      Juga dikemukakan bahwa elit bangsa Indonesia korup, demikian juga
Pertamina, sehingga akan rugi besar bila sumur Cepu dieksploitasi Pertamina.

      Penulis kemukakan bahwa taruhan bagi bangsa Indonesia bukan karena
korupsi kemudian menyerahkan segalanya kepada asing. Tetapi pilihan yang
dihadapi bangsa ini adalah dapat mengatasi semua kesulitan, termasuk masalah
korupsi atau mati.

      Pendirian Bung Karno

      Penulis lalu kemukakan sebagai referensi pendirian Bung Karno yang
juga ditawari Belanda menunda kemerdekaan Indonesia agar penjajah bisa
mengajari bagaimana mengurus negara bangsa sambil memberikan bantuan uang.

      Kalau ingin mengetahui jawaban Bung Karno, mohon baca pidatonya pada 1
Juni 1945 yang terkenal dengan "Lahirnya Pancasila," mumpung bangsa ini akan
memperingati tanggal tersebut.

      Referensi lainnya adalah bagian dari pleidooi Bung Hatta di depan
pengadilan Den Haag, Belanda, pada 1932.

      Dalam perdebatan sidang pengadilan itu, majelis hakim antara lain
mempertanyakan apakah bangsa Indonesia mampu mengurus diri sendiri dalam
alam kemerdekaan yang dikehendaki Bung Hatta bersama para mahasiswa
Indonesia yang bergabung dalam Perhimpunan Indonesia di Negeri Belanda?

      Bung Hatta mengatakan: "Saya lebih suka melihat seluruh kepulauan
Nusantara lenyap tenggelam di bawah laut daripada dijajah oleh Tuan-Tuan
sekalian."

      Kebetulan bagian dari pleidooi ini diucapkan pada akhir pembelaannya.
Majelis hakim lalu memvonnis Bung Hatta bebas murni.

      Di Nederland, Bung Hatta divonis bebas murni tetapi di Nederlands
Indie (Hindia Belanda), dengan alasan yang sama, tiga tahun sebelumnya Bung
Karno divonis dibuang dan dipenjara.

      Haruskah bangsa Indonesia sampai sekarang masih berjiwa terjajah
setelah 60 tahun merdeka? Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang terhormat,
please, penulis memohon agar jangan sampai dituruti apa yang dilakukan oleh
Rizal Malarangeng selaku chief negotiator dengan ExxonMobile yang didampingi
oleh Lin Che Wei.

      Sekitar tanggal 20 atau 21 Mei malam penulis menyaksikan kedua pejabat
itu memberi keterangan di MetroTV bahwa Indonesia akan memperpanjang kontrak
dengan ExxonMobile sampai tahun 2030 sebagai hasil negosiasi dengan
Indonesia yang diwakili mereka.

      Oleh Kwik Kian Gie
      Mantan Menneg PPN/ Kepala Bappenas




_____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://rantaunet.org/palanta-setting
------------------------------------------------------------
Tata Tertib Palanta RantauNet:
http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
____________________________________________________

Kirim email ke