Assalamulaikum Maaf kisanak, ka ganti tes, lai amuah juo masuak wasalam abp > Selamat Jalan Si Bunga Surga! > > MATAHARI di siang bolong itu tiba-tiba redup. Tak begitu lama, gerimis pun > turun. Meski demikian, Supriono (38) dan putranya, Muriski Saleh (6), dan > sejumlah warga Manggarai Utara 6, tetap bertahan di Taman Pemakaman Umum > (TPU) Karet Pulo, Jakarta Selatan. > > Rabu (8/6), mereka bersama Warta Kota berziarah ke makam Khaerunisa (3). > Putri bungsu Supriono ini meninggal Minggu (5/6) pagi tetapi baru dikubur > Senin (6/6) siang karena keterbatasan uang. > > Pemakaman itu dilakukan berkat kemurahan warga Manggarai Utara VI yang > sebagian besar tinggal di bantaran anak kali Ciliwung. Dari hasil sumbangan > warga, terkumpul Rp 600.000 yang dipakai untuk biaya pemakaman Rp 350.000 > dan membeli kain kafan serta keperluan lainnya Rp 250.000. > > Khaerunisa dikubur di Blok A VI yang letaknya di bagian paling belakang TPU > itu. Di sekitarnya masih ditumbuhi rumput ilalang yang tingginya mencapai > sekitar 80 cm. Untuk menuju makam itu, orang harus berjalan kaki paling > tidak 300-an meter dari jalan utama. > > Pemilihan tempat itu semata-mata karena pertimbangan biaya. "Di sini saja > bayar Rp 350.000. Apalagi kalau di pinggir jalan," ujar Bang Bo, warga > Manggarai Utara VI, yang mengurus pemakaman Khaerunisa. > > Sesuai Perda 3/1999 tentang Retribusi, retribusi pemakaman di Blok A VI > adalah Rp 4.000 untuk tiga tahun. Bahkan perda itu juga mengatur 'fasilitas' > bagi orang tak mampu seperti Supriono untuk dibebaskan dari segala biaya > pemakaman. Tetapi semua itu hanya ada di atas kertas dan sebatas ucapan > pejabat serta politisi DKI ketika mengumbar janji. Pemulung ini harus > menunggu uluran tangan warga untuk menguburkan putrinya yang selama ini > tinggal di gerobak. > > Di makam itu, Kiki --panggilan Muriski-- ikut menengadahkan tangan, > mendoakan adik semata wayang itu agar diterima di sisi-Nya. Begitu Supriono, > matanya berkaca-kaca sambil mulutnya mengucapkan kata amin, menyambut doa > yang dibaca oleh Jono, sesepuh warga Manggarai Utara VI. > > "Kemulian manusia di depan Allah bukan karena harta bendanya, tetapi karena > amalnya. Mudah-mudahan Khaerunisa yang belum berdosa ini diterima di > sisi-Nya. Ditempatkan di surga-Nya. Orangtua dan saudara yang ditinggalkan > dibukakan pintu rezeki yang lebar," ujar Jono yang disambut "amin" Supriono > dan Kiki. > > Doa itu bisa jadi langsung dikabul Allah. Kekuasaan-Nya pun kemudian > ditunjukkan dengan gerimis kecil yang membuat suasana terik tiba-tiba > menjadi redup. Tetesan air itu membasahi dan menyejukan makam Khaerunisa > yang kini telah menjadi bunga surga. (mur/pro) > > Sumber: KCM - Kamis, 09 Juni 2005 > > ----- Original Message ----- > From: "eko_n" <[EMAIL PROTECTED]> > > > Sekedar RENUNGAN untuk mengingatkan bahwa kita harus bersyukur atas > > karunianya, > > dan mengingatkan kita untuk selalu membantu sesama.... > > > > Salemba, Warta Kota > > > > PEJABAT Jakarta seperti ditampar. > > Seorang warganya harus menggendong mayat anaknya karena tak mampu sewa > mobil > > jenazah. > > Penumpang kereta rel listrik (KRL) jurusan Jakarta - Bogor pun geger > Minggu > > (5/6). > > Sebab, mereka tahu bahwa seorang pemulung bernama Supriono (38 thn) > > tengah menggendong mayat anak, Khaerunisa (3 thn). > > Supriono akan memakamkan si kecil di Kampung Kramat, Bogor dengan > > menggunakan > > jasa KRL. Tapi di Stasiun Tebet, Supriono dipaksa turun dari kereta, > > lantas dibawa ke kantor polisi karena dicurigai sianak adalah korban > > kejahatan. > > Tapi di kantor polisi, Supriono mengatakan si anak tewas karena penyakit > > muntaber. > > Polisi belum langsung percaya dan memaksa Supriono membawa jenazah itu > > ke RSCM untuk diautopsi. > > > > Di RSCM, Supriono menjelaskan bahwa Khaerunisa sudah > > empat hari terserang muntaber. Dia sudah membawa Khaerunisa > > untuk berobat ke Puskesmas Kecamatan Setiabudi. > > "Saya hanya sekali bawa Khaerunisa ke puskesmas, saya tidak punya uang > untuk > > membawanya > > lagi ke puskesmas, meski biaya hanya Rp 4.000,- saya hanya pemulung > kardus, > > gelas dan botol > > plastik yang penghasilannya hanya Rp 10.000,- per hari". > > Ujar bapak 2 anak yang mengaku tinggal di kolong perlintasan rel KA di > > Cikini itu. > > Supriono hanya bisa berharap Khaerunisa sembuh dengan sendirinya. > > Selama sakit Khaerunisa terkadang masih mengikuti ayah dan kakaknya, > Muriski > > Saleh (6 thn), > > untuk memulung kardus di Manggarai hingga Salemba, meski hanya terbaring > > digerobak ayahnya. > > Karena tidak kuasa melawan penyakitnya, akhirnya Khaerunisa menghembuskan > > nafas terakhirnya pada Minggu (5/6) pukul 07.00. > > Khaerunisa meninggal di depan sang ayah, dengan terbaring di dalam gerobak > > yang kotor itu, > > di sela-sela kardus yang bau. Tak ada siapa-siapa, kecuali sang bapak dan > > kakaknya. > > Supriono dan Muriski termangu. Uang di saku tinggal Rp 6.000,- tak mungkin > > cukup beli kain > > kafan untuk membungkus mayat si kecil dengan layak, apalagi sampai harus > > menyewa ambulans. > > Khaerunisa masih terbaring di gerobak. Supriono mengajak Musriki berjalan > > menyorong gerobak > > berisikan mayat itu dari Manggarai hingga ke Stasiun Tebet, Supriono > berniat > > menguburkan anaknya > > di kampong pemulung di Kramat, Bogor. Ia berharap di sana mendapatkan > > bantuan dari sesama pemulung. > > Pukul 10.00 yang mulai terik, gerobak mayat itu tiba di Stasiun Tebet. > > Yang tersisa hanyalah sarung kucel yang kemudian dipakai membungkus > jenazah > > si kecil. > > Kepala mayat anak yang dicinta itu dibiarkan terbuka, biar orang tak tahu > > kalau > > Khaerunisa sudah menghadap Sang Khalik. Dengan menggandeng si sulung yang > > berusia 6 thn, > > Supriono menggendong Khaerunisa menuju stasiun. Ketika KRL jurusan Bogor > > datang, > > tiba-tiba seorang pedagang menghampiri Supriono dan menanyakan anaknya. > > Lalu dijelaskan oleh Supriono bahwa anaknya telah meninggal dan akan > dibawa > > ke Bogor spontan penumpang KRL yang mendengar penjelasan Supriono > > langsung berkerumun dan Supriono langsung dibawa ke kantor polisi Tebet. > > Polisi menyuruh agar Supriono membawa anaknya ke RSCM dengan menumpang > > ambulans hitam. > > Supriono ngotot meminta agar mayat anaknya bisa segera dimakamkan. > > Tapi dia hanya bisa tersandar di tembok ketika menantikan surat permintaan > > pulang dari RSCM. > > Sambil memandangi mayat Khaerunisa yang terbujur kaku. > > Hingga saat itu Muriski sang kakak yang belum mengerti kalau adiknya > > telah meninggal masih terus bermain sambil sesekali memegang tubuh > adiknya. > > Pukul 16.00, akhirnya petugas RSCM mengeluarkan surat tersebut, > > lagi-lagi karena tidak punya uang untuk menyewa ambulans, > > Supriono harus berjalan kaki menggendong mayat Khaerunisa dengan kain > sarung > > sambil > > menggandeng tangan Muriski. Beberapa warga yang iba memberikan uang > > sekadarnya > > untuk ongkos perjalanan ke Bogor. Para pedagang di RSCM juga memberikan > air > > minum > > kemasan untuk bekal Supriono dan Muriski di perjalanan. > > Psikolog Sartono Mukadis menangis mendengar cerita ini dan mengaku > > benar-benar terpukul > > dengan peristiwa yang sangat tragis tersebut karena masyarakat dan aparat > > pemerintah saat ini sudah > > tidak lagi perduli terhadap sesama. "Peristiwa itu adalah dosa masyarakat > > yang seharusnya > > bertanggung jawab untuk mengurus jenazah Khaerunisa. Jangan bilang > keluarga > > Supriono > > tidak memiliki KTP atau KK atau bahkan tempat tinggal dan alamat tetap. > Ini > > merupakan tamparan untuk > > bangsa Indonesia", ujarnya. ----------------------------------------------
--------------------------------- Discover Yahoo! Have fun online with music videos, cool games, IM & more. Check it out! _____________________________________________________ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting ------------------------------------------------------------ Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib ____________________________________________________