Assalamu'alaikum wr wb., Saya tambahkan mengenai BP dan BPH Migas. Keduanya dibentuk pemerintah sebagai badan regulator yang berdiri ditengah antara Pemerintah yang mewakili "rakyat" dengan Perusahaan-perusahaan baik Nasional, Swasta maupun Asing. BP untuk industri perminyakan di hulu dan BPH untuk yang berada dihilir. Hulu dan hilir rentang pengetahuan dan operasional nya cukup jauh berbeda apalagi melibatkan usaha dengan modal super gadang. Jadi saya melihat cukup beralasan untuk memisahkan BP dan BPH dibidang industri perminyakan.
Saat ini sebenarnya perusahaan Indonesia yang bermain dihulu tidak hanya Pertamina - yang produksi hulunya kecil sekali (6% atau 8% ? dari produksi Indonesia), ada yang lain misalnya Medco, ada yang dari group Bakrie, ada yang lain yang lebih kecil. Sebenarnya kita sangat sedih dengan kenyataan bahwa Pertamina telah gagal diindustri hulu. Produksinya menurun, sebagian lapangannya dikontrakkan ke pihak ketiga dengan pola TAC, dan kemampuan untuk melakukan kegiatan eksplorasi juga kurang meyakinkan. Padahal di hulu untuk bisa meningkatkan produksi kuncinya adalah eksplorasi. Untuk bikin sumur taruhan (eksplorasi) biayanya bisa berkisar dari US$ 3juta sampai 15 juta, tergantung lokasi dan kedalaman. Dilepas pantai biayanya akan sangat tinggi. Dihilir, Pertamina masih memegang monopoli sampai terjadi deregulasi ditahun 2006 yang telah diundur dari jadwal lama tahun 2005. Kemampuan Pertamina untuk menjadi pemain dibidang proses mengolah minyak mentah menjadi BBM (minyak tanah, premium, solar, aftur, dll) pun terbatas. Refinery mereka ada yang warisan Belanda, yaitu di Brandan, Plaju, Balikpapan yang sudah tua dan dalam kondisi tidak meyakinkan bagi kita orang awam melihatnya, tidak ada program peremajaan. Kilang yang baru seperti Balongan dikenal kilang yg tidak effisien. Masih dihilir, dibidang distribusi armada tanker Pertamina dikenal kurang bagus kinerjanya. Armada tanker daratnya perlu juga dipertanyakan, dulu tahun 70an, kita menyaksikan begitu besarnya armada truk tanki Pertamina dengan mempergunakan truck Mercy yang tangguh. Sekarang tidak terlihat lagi, yang ada adalah truck berjenis-jenis yang dimilki dan dioperasikan pihak ke3. Saya tidak begitu paham di pertankeran ini karena sudah menjurus kedunia perkapalan, mungkin ada yang lebih paham mengenai kinerja Pertamina disektor ini. Masih dihilir, dibidang retail Pertamina mulai membenahi dan meremajakan SBPUnya. Terutama untuk SBPU yang strategis, ini adalah sebagai antisipasi untuk menghadapi pasar bebas, atau kondisi dicabutnya "monopoli" Pertamina. Pada saat itu konsumen bisa pilih mau beli minyak dengan merek Pertamina atau minyak lain Exxon, Mobil, Caltex, dll. Harganya akan menjadi harga bebas, tidak harga subsidi. Kapankan ini terjadi dan mampukah rakyat kita membeli? Orang politik akan ribut dengan harga BBM akan menjadi tinggi, karena rakyat kita masih miskin. Memang bagitu kondisinya, rakyat kita sudah terjebak dengan anggapan bahwa harga minyak harus "rendah". Otak kita sudah tercekoki dengan keadaan bahwa kita kaya minyak. Padahal negara miskin lain seperti India sudah menerapkan harga pasar. Dengan mampunya rakyat membeli dengan harga pasar, banyak masalah terselesaikan, berkurangnya subsidi, berkurangnya penyelundupan BBM ke luar, berkurangnya masalah manipulasi minyak tanah bersubsidi untuk industri. Uang subsidi Rp 70 T pertahun bisa dikurangi dan sebagian untuk proyek bermanfaat untuk ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Wassalam, R Sampono Sutan ----- Original Message ----- From: "Muhammad Arfian" <[EMAIL PROTECTED]> To: <palanta@minang.rantaunet.org> Sent: Tuesday, June 21, 2005 4:18 PM Subject: Re: [EMAIL PROTECTED] Pertamina Akui Krisis BBM > Indak tau lah manga BP Migas indak disuruh mengatur distribusi BBM. Nan > ado sekarang adalah dibentuknya BPH Migas untuk mengatur bisnis di > hilir (refinery, distribusi BBM) yang rencananya akan membolehkan > perusahaan-perusahaan selain Pertamina untuk menjual BBM di dalam > negeri. Dengan diturunkannya subsidi BBM kita tidak bisa berharap bahwa > harga BBM akan turun walaupun bertambah banyak penjual BBM di > Indonesia, karena menurut penelitian biaya produksi BBM Pertamina > sebetulnya masih di bawah harga BBM di pasar internasional. > > Rencananya deregulasi pasar BBM akan berjalan mulai 2006, apakah > Pertamina masih diberi tanggung jawab untuk melakukan distribusi BBM? > Kita lihat saja nanti... > > Wassalaamu'alaykum wr wb > Muhammad Arfian > > --- In [EMAIL PROTECTED], "Hasbi,Mukhlis" <[EMAIL PROTECTED]> > wrote: > > Dan celakanya kilang di Cepu yang semestinya sdh bisa diambil alih > dan tidak > > diperpanjang malah diperpanjang pada waktu kunjungan bos besar ke US > > baru-baru ini. > > Pertanyaan kedua, kalau marketing dan distribusi minyak mentah > diberikan ke > > BP MIgas kenapa tanggung jawab distribusi BBM tidak menjadi tanggung > jawab > > BP MIgas juga? > > > > Wass, > > mhh _____________________________________________________ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting ------------------------------------------------------------ Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib ____________________________________________________