boes wrote:

baiklah kalau memang Ridha tidak tahu waktu spesifiknya tidak
apa, mudah²an ambo bisa mendapatkan jawaban di tempat lain.

Pak Boes, jika memang ingin diperkirakan waktu berlakunya hukum rajam, mungkin riwayat berikut bisa memberi gambaran.

Dari Umar bin al-Khaththab radhiallahu 'anhu, "Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta'ala mengutus nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dengan haq dan juga menurunkan kepadanya Al-Kitab (Al-Qur'an). Dan di antara ayat yang turun kepadanya adalah ayat rajam. Kami telah membacanya dan memahaminya. Dan Rasulullah telah merajam dan kami pun juga telah merajam. Sungguh aku khawatir setelah masa yang panjang nanti akan ada seorang yang berkata, "Kita tidak mendapati keterangan tentang rajam di dalam Qur'an." Maka orang itu telah menyesatkan dengan meninggalkan faridhah (kewajiban) yang telah Allah turunkan. Hukum rajam adalah benar bagi pezina baik laki-laki maupun perempuan yang muhshan, yaitu bila telah ditegakkan bayyinah (saksi) atau pengakuan. Demi Allah, jangan sampai ada orang yang mengatakan bahwa Umar telah menambahi ayat Al-Qur'an. (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, Malik Abu Daud, at-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah, Ad-Darimi)

Ayat rajam merupakan salah satu contoh ayat Al-Qur'an yang di-nasakh lafazh-nya namun tetap berlaku hukumnya. Lho, kok bisa ayat Al-Qur'an di-nasakh lafazhnya? Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

"Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tiadakah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?" (QS. al-Baqarah 2:106)

Bagaimana kita tahu bahwa yang di-nasakh hanya lafazhnya dan tidak hukumnya? Kita mengetahuinya dari amalan Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin. Dalam khutbah Umar di atas dikatakan "Rasulullah telah merajam dan kami pun telah merajam" berarti hukuman rajam terus ditegakkan.

saya tidak mengatakan nabi Muhammad s.a.w menentang hukum ALLAH, itulah makanya 
saya ingin tahu apa ayat ini turun sebelum kejadian atau sesudah.
jadi dari sini kita akan tahu duduk perkaranya. ini perlu ke hati²an dalam kita 
mempelajari perbuatan nabi. saya tidak sedikit pun ragu akan terlindungnya nabi 
dari perbuatan salah dalam perkara hukum, karena ketika beliau hendak 
menjatuhkan hukuman dan ternyata keliru, kontan akan diperbaiki/ditegor ALLAH. 
(ini pemahaman saya)

Saya paham keinginan Bapak untuk berhati-hati. Mohon maaf jika tanggapan saya terasa keras. Namun di sini seperti ada pihak yang ingin meniadakan sebagian syari'at Islam dengan alasan "tidak ada dalam Al-Qur'an" atau menabrakkan antara Al-Qur'an dan As-Sunnah. Perlu diperhatikan bahwa jangan sampai pendapat-pendapat pribadi kita mengalahkan apa yang telah diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Na'udzubillah min dzalik.

"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya." (QS. al-Hasyr 59:7)

Ridha ini memberikan contoh menyembelih ikan sebelum mati apa itu perbuatan
yg sebenarnya atau main²?

Saya tidak bermaksud bermain-main, Pak. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah contoh penarikan hukum dengan metode Ahmad Ali. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman (yang artinya):

"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai..." (QS. al-Maa-idah 5:3)

Lihat juga QS. 2:173; 6:145; 16:115. Dalam ayat-ayat tersebut "bangkai" diharamkan secara mutlak dan tidak disebutkan halalnya bangkai hewan laut dan belalang sehingga keduanya termasuk harus disembelih (dengan metode penarikan hukum Ahmad Ali). Di manakah ayat yang membatasinya?

Yang membatasi adalah hadits. Nah, apakah ucapan Rasulullah itu terjadi sebelum atau setelah ayat-ayat tersebut diturunkan? . Tentunya berhati-hati dalam masalah makanan sangat penting.

Ada yang menggunakan ayat-ayat tersebut sebagai alasan bahwa tidak ada makanan yang haram selain yang disebutkan dalam Al-Qur'an. Namun anehnya mereka tidak mengharamkan bangkai ikan dan belalang.

Contoh sederhana ini yang lebih dekat dengan keseharian kita dapat menggambarkan pentingnya kedudukan As-Sunnah dalam memahami Al-Qur'an serta pemahaman generasi awal umat ini.

Allahu Ta'ala a'lam. Semoga bermanfaat.

Wassalaamu 'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh,

--
Ahmad Ridha ibn Zainal Arifin ibn Muhammad Hamim
(l. 1980M/1400H)



_____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting
------------------------------------------------------------
Tata Tertib Palanta RantauNet:
http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
____________________________________________________

Reply via email to