Sebaiknya Sumbar bukan industri otak melainkan industri akal dan pikiran serta moral.
wassalam, Herman -----Original Message----- From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of [EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, July 21, 2005 8:44 AM To: palanta@minang.rantaunet.org Subject: [EMAIL PROTECTED] Ketika Sumbar Tak Lagi Jadi "Industri Otak" Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh. Kito raso tulisan dan kekhawatiran ibu ko sangek baralasan ateh pendidikan sumbar, juo kekhawatiran urang minang sendiri kebanyakan. Tapi mudah2an lai batamu aka pamasalahannyo dan bisa lo dg capek untuak mamulai dari ma untuak bangkik baliak, basyukur masih lai masih banyak urang2 awak yang cadiak dan pandai dari sumbar ko, sekalipun masih/tersebar disaluruh dunia, tapi apokah gairah/darah parantauan iko yg mambuek awak malupokan kampuang dan tatingga di pendidikan???. Wassalam, syb. Edisi Kamis, 21 Jul 2005 Ketika Sumbar Tak Lagi Jadi "Industri Otak" Oleh Silfia Hanani Oleh admin padek 1 Kamis, 21-Juli-2005, 16:07:39 1 klik Membaca Berita Padang Ekspres Selasa(10/5/2005) yang berjudul "Sumbar Tidak Lagi Industri Otak," jelas sekali tulisan tersebut menayangkan narasi kekalahan pendidikan di negeri bertuah Minangkabau ini. Dulu disebut-sebut sebagai negeri mesin pencetak "otak" yang telah banyak melahirkan para pemikir dan intelektual yang kridibilitas dan loyalitasnya telah diakui lintas wilayah. Oleh sebab itu, Minangkabau dalam kerangka intelektual dan kecerdasan sudah populis di mana-mana. Kepupulisan kecerdasan orang Minang tersebut diiringi pula oleh pola migrasi (merantau) dalam kontek "penyebaran" peradaban. Kondisi ini semakin meyakinkan "bumi serantau" menempatkan Minangkabau sebagai tempat yang tepat untuk "mengaji" menuntut ilmu. Tapi kini, kondisi itu agak berputar hampir 180 derajat. Minangkabau tidak ada istimewanya ditilik dari perpsktif keintelektualan yang global. Pendidikan di Sumatera Barat, berjalan ditempat, sepak terjang kualitinya tidak mendarah daging dalam membangit batang terandam, kandas sudah the end of historiy, sekali pun di sini berdiri gedung megah Universitas Andalas(tercantik terindah di Asia Tenggara), kemudian diiringi dengan IKIP menjadi Universiti Negeri Padang(UNP), setrusnya diimbangi oleh perguruan tinggi agama sebagai garda penjaga syarak IAIN Imam Bonjol Padang dan STAIN di dua tempat Batusangkar dan Bukittinggi, diikuti pula oleh menjamurnya Perguruan Tinggi-Perguruan Tinggi swasta hadir menawarkan beragam program pendidikan, tapi al hasil, semuanya itu, belum signifikan untuk mendongkrak masyarakat Sumtera Barat terdidik serta belum mampu menjadi sebuah industri yang mencetak brilianitas-brilianitas yang dihandalkan sebagai komuniti transformatif. Apa dan siapa yang salah? Meminjam konsep sosiolog Emile Durkehim, yang asalah adalah lini yang anamie, system yang kacau dan tidak konsistem. Semua berada dalam alur kejar mengejar yang tidak berada dalam garda aturan yang jelas, sehingga pendidikan pun dibawa oleh kawah yang tidak jelas tersebut. Ketika inilah pendidikan tidak berdaya menjadi alat transformasi di negeri kita. Hanya berada didalam jubah kekuasaan, sehingga hari demi hari yang dapat kita dengar perbanjangan deretan pengangguran. Jepang misalnya, mengapa bisa keluar dari kejatuhan peradaban yang begitu dahsyat, jawabannya tidak jauh karena negara kembang "sakura" tersebut mampu menata pendidikan yang konsisten dan kebijakan terhadap pendidikan tidak blue print. Kemudian mengapa Malaysia, meninggalkan kualitas pendidikan Indonesia, jawabannya di negeri bekas jajahan Inggris ini ada pemerintahan yang konsisten terhadap kualitas pendidikan. Gerakan konsistensi itu sudah mencuat nampak, semenjak DR. Muhatir berkali-kali menjadi perdana menterinya dan sampai sekarang pada masa Abdullah Badawi. Di kita, konsistensi itu yang lemah. Coba kita lihat surut kebelakang, anggaran pendidikan yang sudah disepakti 20 persen dari APD-APBN, nol parsen terealisasi, kemudian kini di review kembali. Malahan, yang aneh adalah "belanja" kepentingan politik hampir melebihi 100 kali untuk biaya pendidikan. Nampaknya, pendidikan kita tarok dalam deretan prioritas yang tidak penting, hanya berada pada deretan yang nomor kesekian. Lantas, di Sumatera Barat simbiosis kualitas pendidikan dratis terjerumus, terlempar ke jurang kualitas yang sangat menyedihkan, sehingga dalam suatu rating UAN negeri yang melahirkan proklamator ini hanya berada dalam deretan paling akhir dari seluruh provinsi di Indonesia ini. Itu hanya sebuah indaktor, kalau kita buat indicator-indikator yang permanen lainnya, tentu kita akan menemukan sebuah realita pendidikan yang tidak signifikan dalam membangun manusia pada gerbang global sekarang ini. Get Up Sumbar! Weber, pernah menganalisis tentang kultur bahwa sesungguhnya setiap kultur mempunyai potensial untuk bangkit dari kejatuhan, begitulah kondisi pendidikan Sumbar hari ini. Ia berkeinginan kuat untuk bangkit get up, dengan catatan kebangkitan kultur tersebut harus diintegritaskan dengan segenap sistem. Mulai dari sistem mentalitas sampai sistem politik, semuanya harus terintegritas. Pada masa abad pertengahan misalnya, ketika Barat mengalami "kegelapan" ada keinginan yang kuat untuk bangkit sehingga muncul program "pencerahan", yang akhirnya mampu mengalahkan dunia Timur. Setelah itu, lahir berbagai revolusi-revolusi yang digerakan oleh komunitas-komunitas yang pro terhadap kemajuan. Komunitas tersebut berjuang dengan sungguh-sungguh, sampai menentang kedigdayaan kultur yang diciptakan oleh kaum agama-gereja. Lihat misalnya Copernicus, berani mati untuk mempertahankan kemajuan tesisnya bumi berputar mengelilingi matahari, bukan mata hari yang berputar mengelilingi bumi. Kesungguhan itulah yang harus utama yang dibangun. Sebab jika kita berbicara masalah keuangan yang minim untuk membiayai pendidikan, sebagai penyebab runtuhnya kualitas pendidikan kita, maka kita akan tersungkur dalam jurang analisis yang memfrustasikan mentalitas kita untuk bangkit, sehingga kita semua membenarkan teori kesenjangan yang diformulasi oleh Marx, sementara bangsa ini sangat dan masih "benci" terhadap alur pemikir nabi kaum sosialis tersebut. Dalam suasana sekarang ini, semuanya masih dalam suasana reformasi, maka keasadaran reformasi pendidikan harus paling awal muncul dari pihak government. Kalau tidak "program" pendidikan hanya tertakluk dalam program politik sesaat, seperti yang banyak di dengung-dengungkan ketika kampanye politik berlangsung, seperti halnya terjadi pada yang sudah-sudah. Naif laih, bangsa ini. Semakin lengkaplah kemiskinan, tidak saja kemiskinan materi tetapi juga kemiskinan mentalitas dan intelektualitas. Kecemasan ini, sebenarnya sudah terbaca oleh Bung Hatta, ketika dia menggagas pola ekonomi Indonesia pada masa "pancaklik" pasca kemerdekaan. Persoalannya lagi-lagi berkaitan dengan "ekonomi" jika ekonomi tidak "diagihkan" dengan seimbang maka pendidikan ikut merasakan ketidakadilan tersebut, pada akhirnya pendidikan bermuara pada ranah the end of historiy (Fakuyama). Begitulah halnya, di Sumatera Barat, kita semua terlena dengan masalah "pilitisasi" pendidikan. Pendidikan kita bangun dengan sebuah lipservices saja. Kita tidak mau berpijak pada masalah pembangunan pendidikan yang populis dengan kedigdayaan semnagat yang baru, semenagat revolusioner education. Untuk mengembalikan bumi Minangkabau yang berkultur brilian dan intelektual. Pada masa lalu, pendidikan di Sumatera Barat bukan dibangun dengan ekonomi yang kuat belaka, tetapi dibangun oleh achievment kaum intelektual yang kuat. Namun, achievment itu kandas disentuh oleh kolonialisme, sehingga terbenam sampai hari ini. Kolonialisme telah menukar alur pemikiran dengan semanagat materealistik, sehingga terbumikan dalam segenap sistem di negeri ini. Kolonialisme telah melakukan pembunuhan terhadap karakteristik echievment tersebut. Rekontruksi mentalitas yang harus kita dudukan untuk membangun pendidikan di Sumatera Barat, Semua komponen, harus mampu memberikan konstribusi yang signifikan. Sehingga kita tidak selalu menyalahkan minimnya dana pendidikan sebagai penyebab runtuhnya pendidikan. *Penulis adalah mahasiswa PhD, UK Malaysia dan Wakil Ketua Ikatan Keluarga Mahasiswa Minang-UK Malaysia. Website http://www.rantaunet.org _____________________________________________________ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting ------------------------------------------------------------ Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib ____________________________________________________ Website http://www.rantaunet.org _____________________________________________________ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting ------------------------------------------------------------ Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib ____________________________________________________