--- In [EMAIL PROTECTED], Azhari <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

Uda Darwin:

Kembali kepada komentar Azhari, saya setuju bahwa sebuah kebenaran

hendakya diukur dari acuan kita umat Islam yakni Al-Quran dan sunnah.

Persoalannya selalu, apa yang dimaksud dengan kebenaran dan kebenaran

menurut siapa? Kalau kebenaran menurut Allah SWT, perlu selalu ada

kerendahan hati untuk menyadari bahwa kita ini bukan Allah SWT, dan apa

yang kita anggap benar belum tentu benar menurut Allah SWT.

Azhari:

Ini kata-kata yang sangat sering saya peroleh dari orang-orang islam Liberal, bahwa kebenaran mutlaq milik Allah swt sehingga setiap orang bebas menafsirkan Al-Quran dan sunnah. Lantas apa gunanya para Imam madzhab, ulama salafusshalih, mujtahid terdahulu yang menggali hukum-hukum dari Al-Quran dan sunnah, jika kita merasa sudah seperti mujtahid dan bisa menafsirkan sendiri Al-Quran dan sunnah.

Sehingga muncullah penafsiran dari makhluk Islam liberal; bahwa islam bukanlah satu-satunya agama yg benar, al-quran tidak otentik, jilbab budaya arab, haji boleh diluar bulan dzulhijjah, poligami diharamkan, dll. Ketika itulah mereka telah sesat dan menyesatkan.


Mengenai “Makhluk Islam liberal” atawa JIL, pada sebuah diskusi di milis Wanita Muslimah dua hari saya antara lain menulis:



“..........Kelemahan JIL yang terbesar saya pikir ialah kegagalan mereka dalam mengidentifikasikan apa agama itu sebenarnya, dan mengapa orang membutuhkan agama. Mengapa orang---termasuk kelompok terdidik---tidak sayang “membuang” uang puluhan juta hasil keringatnya untuk berhaji atau berumrah, dan jumlah itu meningkat dari tahun ke tahun... Para profesional yang tidak jarang otaknya bekerja 24 jam sehari butuh keteduhan dan jelas akan resisten terhadap gagasan-gagasan abstrak yang dibungkus dengan pekik-pekik gagah seperti kebebasan, persamaan, humanisme dan entah apalagi (tidak pernah hapal saya).”



Dari komentar saya tersebut dan beberapa komentar lainnya senada lainnya di milis tersebut dan beberapa milis lainnya, termasuk di kedua milis ini, jelas saya bukan termasuk “makhluk Islam liberal”. Jadi saya harap dengan hormat, “soal islam bukanlah satu-satunya agama yg benar, al-quran tidak otentik, jilbab budaya arab, haji boleh diluar bulan dzulhijjah, poligami diharamkan, dll”, tidak dinisbatkan kepada saya, karena di mana saja dan kapan saja saya tidak pernah bependapat seperti itu!



Kalau kebenaran mutlaq milik Allah SWT---terlepas dari orang-orang Islam Liberal juga berpendapat seperti itu---itu memang pendapat saya.



Atau ada pendapat lain? Bahwa kebenaran mutlaq bukan milik Allah SWT, atau ada selain Allah SWT yang memiliki kebenaran mutlaq?



Subhanallah!



“Setiap orang bebas menafsirkan Al-Quran dan sunnah,” bukan kalimat saya. Pendapat saya, seorang orang boleh, bahkan harus menafsirkan Al-Quran dan sunnah untuk digunakan sebagai suluh bagi kehidupannya. Tentu ada persyaratan untuk ini. Syarat yang pertama tentu saja orang itu waras. Tetapi yang terpenting dalam menafsirkan Al-Quran dan sunnah adalah niat yang sungguh-sungguh untuk mencari hidayah dan rakhmat Allah SWT yang bagaikan samudra tiada bertepi itu, sikap rendah hati, atau tawadu’ yang baru saja diuraikan dengan sangat baik dan jelas oleh Ustadzah Rahima. Menguasai Bahasa Arab dan Ilmu Tafsir, alangkah baiknya, tetapi jelas bukan syarat mutlak. Betapa banyak orang yang menguasai Bahasa Arab, Ilmu Tafsir atau ilmu-ilmu agama lainnya---bahkan hafal Al-Quran 30 juz di luar kepala---tetapi akhlak nya tidak lebih mulia dari pada orang-orang biasa.


Hukum-hukum dari Al-Quran dan sunnah hasil galian para Imam madzhab, ulama salafusshalih, mujtahid terdahulu tentu patut pula diperhatikan. Tetapi jelas tidak boleh dijadikan satu-satunya acuan dalam menafsirkan Al-Quran. Perlu diingat bahwa berbeda dengan agama Yahudi, Nasrani atau Hindu, Islam tidak mengenal sistem kependetaan---sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang menafsirkan teks-teks suci. Tetapi inilah yang banyak terjadi di dunia Islam waktu ini. Akibatnya ummat dekat tetapi jauh dari Al-Quran dan keteladanan Nabi, karena yang sampai kepada umat ampas-ampas ampas-ampas ajaran Islam. Ajaran Islam yang sangat indah luas dan mudah, dijadikan menjadi sejumlah aturan-aturan yang sempit, rumit dan kadang-picik. Kalau bicara syariat Islam, tidak jauh dari hukum rajam buat penzina, hukum potong tangan untuk pencuri dan sejenisnya.



Subhanallah!



Keharusan bagaimana pentingnya melaksanakan salat yang tuma’ninah, beribadah yang ikhlas, melindungi orang-orang yang lemah, bagaimana menjaga hati supaya selalu bersih dari prasangka tidak mengmbil yang bukan hak, seakan-akan bukan lagi inti ajaran agama.



Kaji-kaji bagaimana Pengasih dan Penyayangnya Allah Azza Wajalla: berbuat baik, baru jadi niat saja sudah diganjar pahala, kalau berbuat jahat baru dianggap dosa, ayat yang menyatakan bahwa Allah sangat dekat hambanya bahkan lebih dekat dibandingkan dengan urat leher sang hamba itu sendiri, bahwa Allah itu akan memberi hidayah kepada siapa yang dikendakiNYA, sering dikerangkeng oleh aturan-aturan yang dibuat oleh para ulama yang pada hakekatnya juga manusia biasa.


Subhanallah!



Sekian dulu, karena takut saya bahwa semakin banyak saya bicara, semakin banyak pula saya melakukan dosa, karena saya sadar saya memiliki kekurangan, sadar bahwa usia tua yang saya milik sama sekali tidak mempunyai arti bahwa ilmu, amal dan keikhlasan dalam beribadah lebih baik dari pada yang muda-muda.



Hanya kepada Allah SWT saja saya mohon keredhaan, hidayah dan maghfirah.



Wassalam, Bandaro Kayo



Salam,

azh

-----Original Message-----
From: Darwin Bahar [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Sunday, July 24, 2005 2:34 AM
To: [EMAIL PROTECTED]; palanta@minang.rantaunet.org
Subject: Re: [surau] Tidak Setuju? OK, Tetapi Kenapa Harus Menyerang dan Merusak?

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Sidang Palanta RN dan Jemaah Surau yang dimulyakan Allah SWT

Pada akhir tulisan saya pada postingan saya terdahulu, saya menyatakan

harapan saya agar pendapat saya tidak dijadikan polemik ---dan kalau ada

nilainya---menjadi refleksi bersama, namun tetap saja mendapat reaksi

beragam. Arnoldison malah sengaja men-cc-kannya ke account pribadi saya.

Rupanya beliau khawatir komentarnya di Surau tidak terbaca dan tidak

ditanggapi oleh saya. Saya memang tidak langsung menanggapi satu demi

satu. Pertama karena ya itu, saya tidak ingin berpolemik mengenai hal

tersebut. Kedua karena saya juga ingin mengikuti perkembangan keadaan

dan berbagai pernyataan dan wacana yang timbul berkenaan dengan hal

tersebut di media masa dan di sejumlah milis yang saya ikuti, termasuk

pernyataan dari KISDI.

Namun tentunya tidak elok kalau saya tetap diam seribu bahasa. Karena

itu dengan tidak mengurangi penghormatan saya kepada himbawan Engku Boes

agar masalah Ahmadiah ini tidak dibahas lagi di Surau, saya merasa perlu

memberikan tanggapan terhadap postingan Azhari di bawah ini, Sekaligus

menanggapi Ronald, Arnold, Rida, Rahima dan lain-lain di Palanta dan Surau.

Pada dasarnya posting saya yang terdahulu menyangkut keprihatinan saya

akan dua hal. Pertama rendahnya kemampuan mayoritas ummat untuk menerima

penafsiran yang berbeda terhadap Al-Quran dan Sunnah (yang merupakan

urusan ‘langit’ yang berujung kepada perpecahan dan tindak kekerasan,

yang banyak mengabiskan enersi ummat sehingga abai terhadap urusan

‘bumi’ yaitu kondisi umat yang ketinggalan jauh dari para ‘kafirun’

secara ekonomi, politik dan iptek. Kedua, adanya salah kaprah/dstorsi

terhadap keislaman para pengikut Ahmadiah yang dijadikan dasar untuk

menghakimi Ahmadiah sebagai aliran sesat lalu meminta Pemerintah untuk

membubarkan Jemaah Ahmadiah Indonesia.

For sure, saya tidak menutup mata bahwa aliran sesat di kalangan ummatt

Islam di Indonesia yang memang ada perlu dilarang oleh Pemerintah

seperti sebuah ‘pesantren’ di Jatim yang membolehkan hubungan seks bebas

antara sang kiyai dengan para santri perempuannya. Tetapi Ahmadiah?

Seperti dilaporkan Majalah TEMPO pekan ini, jumlah pengikut Ahmadiah di

seluruh dunia waktu ini sekitar 200 juta, tersebar di 178 negara,

padahal 1965 jumlah mereka baru 10 juta. Adapun di Indonesia saat ini

jumlah mereka diperkirakan 500 ribu tersebar di 300 cabang. Padahal

tahun 1970-an diperkirakan sekitar 20 ribu. Dari sumber lain saya

ketahui bahwa jumlah mereka di Asia hanya 20 juta. Sisanya yang 180 juta

tersebar di Autralia, Afrika, Eropah dan Amerika sebagai hasil dakwah

para mubaligh mereka yang terlatih dan berdedikasi tinggi, organisasi

yang rapi serta didukung oleh jemaah yang gemar berjihad dengan harta

mereka untuk keyakinan mereka.

Azhari benar ketika mengatakan bahwa jumlah mereka yang jutaan bukan

jaminan bahwa sikap keberagamaam Ahmadiah benar. Tetapi pernahkah kita

bertanya kepada diri kita sendiri, apakah penilaian kita kepada mereka

sudah sepenuhnya benar, sehingga secara tidak sadar kata sudah berbuat

zalim.

Saya menggunakan istilah zalim di sini, karena sepanjang yang saya

ketahui, pencemongan terhadap Mirza Gulam Ahmad (MGA)---antara lain

dinisbatkan sebagai seorang sebagai seorang ‘pecundang’ “penjilat

Inggris” yang suka bekerja sama dengan orang-orang Kristen, dan Jemaah

Ahmadiah---antara lain dikatakan punya kitab suci sendiri Tadzkirah dan

kalau berhaji tidak ke Mekah tetapi ke Qadian---sudah sangat

keterlaluan, persis seperti yang dilakukan kaum pembenci Islam kepada

ajaran Islam terhadap dan Junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Tidak usah

jauh-kauh membaca buku atau artikel-artikel orientalis-orientalis busuk

atau manusia-manusia murtad yang hina seperti Ibn Warraq. Masuk saja ke

milis Proletar atau milis MinangNet.

Sikap seperti itu jelas tersebut sangat jauh dari sikap akhlaqul

karimah, dan sangat jauh dari pesan Al-Quran, yang melarang kebencian

kepada suatu kaum menyebabkan kita tidak berlaku adil kepada mereka dan

bahwa keadilan tersebut sangat dekat dengan takwa.

Dan parahnya MUI pun tampaknya juga kurang melakukan klarifikasi

terhadap fatwa MUI yang menyatakan bahwa Ahmadiah merupakan aliran sesat

setelah mempelajari berdasarkan 9 (sembilan) buah buku

tentang Ahmadiyah yang judulnya tidak disebutkan itu bisa menjadi

boomerang, terutama apabila MUI tidak dapat mejelasakannya buku yang

sembilan itu seperti yang diminta Pimpinan Jemaah Ahmadiah Indonesia.

Idem ditto bahwa MUI nampaknya juga menelan begitu saja anggapan bahwa

Kitab Tadzkirah sebagai “Kitab Suci” Jemaah Ahmadiah (lihat penjelasan

saudara MA Suryawan pada posting berikut ini)

Kembali kepada komentar Azhari, saya setuju bahwa sebuah kebenaran

hendakya diukur dari acuan kita umat Islam yakni Al-Quran dan sunnah.

Persoalannya selalu, apa yang dimaksud dengan kebenaran dan kebenaran

menurut siapa? Kalau kebenaran menurut Allah SWT, perlu selalu ada

kerendahan hati untuk menyadari bahwa kita ini bukan Allah SWT, dan apa

yang kita anggap benar belum tentu benar menurut Allah SWT. Dengan

landasan ini kita seharusnya lebih banyak mengingat Allah serta

memperkuat keimanan kita dan orang-orang terdekat kita, seperti yang

lebih dari sekali diingat oleh Angku Adrisman dari pada mengurusi

keimanan orang lain, yang pada hakekatnya hanya Allah SWT sendiri yang

mengatahuinya.

Mengapa kita tidak berbaik sangka saja untuk menrima pernyataan Pimpinan

Jemaah Ahmadiah Indonesia bahwa Ahmadiah tidak berbeda dengan kelompok

Islam lainnya memiliki keyakinan serupa: sama-sama mengucapkan dua

kalimat syahadat, kecuali kita benar-benar mempunyai bukti yang sahih

bahwa ucapan tersebut dusta dan apa yang mereka lakukan di Markas mereka

di Parung tersebut bener-benar meresahkan masyarakat di sekitar nya.

Padahal sejauh investgasi yang dilakukan sejumlah media masa ternyata

hal itu tidak benar.

Nabi SAW sendiri telah memberikan contoh yang seyogyanya kita teladani

dengan baik. Sebagaimana yang diungkapkan dalam biografi Nabi SAW yang

ditulis oleh Martin Lings (beliau ini seorang Muslim), ketika Nabi SAW

mengutus Usamah bin Zaid sebagai komandan sebuah pasukan ke daerah suku

Juhaina, Usamah dan seorang Anshar menjumpai seseorang dari mereka dan

menyergapnya. Ketika akan dibunuh, orang tersebut berkata: "Laa ilaha

illalah". Namun tetap saja dibunuhnya orang itu. Tatkala berita mengenai

kejadian itu sampai kepada Nabi SAW, beliau bertanya kepada Usamah

mengapa ia berbuat demikian, Usamah berkata: "Ya Rasulullah, ia

mengucapkan "Laa ilaha illalah" karena untuk memastikan dirinya agar

selamat." Rasulullah SAW bersabda: "Mengapakah engkau tidak membelah

hatinya dan membukanya untuk memastikan apakah ia berkata itu karena

datang dari lubuk hatinya yang terdalam atau tidak?"

Wallahuaalam bissawab

Wassalam, Bandaro Kayo

--- In [EMAIL PROTECTED], "Azhari" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:



Sebuah kebenaran tidak diukur dari jutaan jamaah Ahmadiyah didunia,

bukan diukur megahnya mesjid Ahmadiyah di kota London, tetapi sebuah

kebenaran diukur dari acuan kita umat Islam yakni Al-Quran dan sunnah.





Ini sebetulnya bukan persoalan sederhana, ini persoalan yang sangat
penting yakni aqidah. Ketika seseorang masuk Islam mudah syaratnya yakni membaca syahadat tetapi berat konsekuensinya yakni menjalankan syari'at Islam. Syahadat diucapkan dengan meyakini bahwa Tuhannya Allah swt dan nabinya Muhammad saw, tetapi ketika ada gerakan seperti Ahmadiyah yang

menyakini Nabi lain selain Muhammad saw maka ia tidak bisa lagi
digolongkan sebagai Islam, meskipun ia masih meyakini Muhammad saw sebagai Nabi ke 25.



....................................................................................................................



Salam,

azh



-----Original Message-----

From: Darwin Bahar [mailto:[EMAIL PROTECTED]

Sent: Monday, July 11, 2005 11:32 PM

To: palanta@minang.rantaunet.org; [EMAIL PROTECTED]

Subject: [surau] Tidak Setuju? OK, Tetapi Kenapa Harus Menyerang dan

Merusak?







...................................................................................................................................................



Dengan demikian bagi kelompok pertama yang tetap berpendapat bahwa
Jemaah Ahmadiah menyimpang tentunya sah-sah saja. Apalagi pendapat ini didukung jumhur ulama termasuk MUI, walaupun boleh ikut bangga bahwa ada orang Islam yang memperoleh hadiah Nobel untuk fisika, yaitu Prof Abusalam yang notabene seorang muslim Ahmadiah. Kalau mau disanggah,

seyogyanya sanggah saja penfasirannya.



Persoalannya, mengapa harus melakukan serangan fisik, merusak dan
berusaha membubarkan acara yang telah mendapat izin aparat keamanan? Tindakan premanisme dan main hakim sendiri ini tidak saja harus dikutuk, tetapi harus ditindak tegas dan tuntas oleh aparat penegak hukum, dan para pelaku, utamanya mereka-mereka yang bertanggung jawab harus dihukum

sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sekali ini dibiarkan, maka
jangan terkejut nanti akan ada korban-korban tindakan anarkis berikutnya dengan dalih yang mereka ditetapkan sendiri.





Dan ini hendaknya menjadi perhatian sungguh-sungguh dari seluruh umat
Islam utamanya para ulama dan tokoh-tokoh umat, terutama Bapak-Bapak di MUI agar lebih mengemukakan kebersamaan serta bersikap tegas terhadap tindakan-tindakan premanisme atas nama Islam yang justru mencemongi Islam.





...................................................................................................................................................



Akhirnya saya berharap pendapat saya di atas tidak dijadikan polemik

---dan kalau ada nilainya---menjadi refleksi kita bersama.



Ya, apalah awak ini.



Wassalam, Darwin





-----------------------------------------------------------------------

                "Sudahkah anda shalat dan berinfaq hari ini ?

========================================================================

Info Islam-Minangkabau, kunjungi: http://www.surau.org

Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:

    http://groups.yahoo.com/group/surau/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:

    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:

    http://docs.yahoo.com/info/terms/





Website http://www.rantaunet.org
_____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting
------------------------------------------------------------
Tata Tertib Palanta RantauNet:
http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
____________________________________________________

Reply via email to