'Alaikum salam wr.w b.,

bagaimana pendapat anda terutaman para ahli Ekonomi semua ttg hal ini?
Yang jelas saya pribadi ingin baca langsung dulu buku ini:
"Confession of an Economic Hit Man" by Perkins (komplit kah info begini?)

Guess what???
Manuruik ambo yg begok ko, kalau kita dunia kecil2 mau menghancurkan USA, 
saya kira bisa juga, asal kita kompak! Yg jaleh USA hidup atas ketegantungan 
dunia luar.
Apo products nan di buek di dlm nagari, kecuali barang makanan, itu pun juo 
banyak barang import (di Amerika ko).  Just name it!   Sedangkan bensin se nan 
mogok saketek lah kalebuik nyo.  Apo lagi kalau lah kasado bahan leperluan 
rutin nyo tu nan mogok.

Jadi kalau kito negara luar, India, China, sagalo negara di Southeast  Asia, 
nagara2 di Amerika Selatan, di semenanjung Arab ..dll. Pokoknyo kompak sadonyo 
utk tak mau memenuhi permintaan market nyo, maka akan tarapuang lah Amerika 
ko.  (Tamasuek ambo; hanyo sajo, ambo indak khawatir do, sabab akan tahan akan 
segala derita, 
insya Allah. Awak lah biaso menderita juo.)

Hanya saja, sia nan lai ka namueh kompak sabana kompak?

Salam dan maaf,
NM

In a message dated 9/6/2005 10:50:32 PM Eastern Standard Time, 
[EMAIL PROTECTED] writes:

Assalaamu'alaikum wr,wb.

Ambo dapek dari milis urang subarang.....

Untuak kawan katiko minun kawa....

Wassalaam,

Rinaldi.

=========================================
Ass. Wr.Wb
Dear magic Listner

Indonesia Target Penghancuran
Buku ini sempat menghebohkan dunia, terutama di AS. Isinya, pengakuan
Perkins tentang sepak terjangnya saat menghancurkan negara-negara dunia.
Teori konspirasi bukan lagi isapan jempol, tapi suatu kenyataan.

Tak ada yang membantah bahwa buku adalah salah satu referensi utama dalam
menulis, tak terkecuali bagi SABILI. Untuk kebutuhan referensi itulah,
pekan
lalu, SABILI mengontak toko buku Trisera, salah satu anak perusahaan
Gramedia Grup. Dengan menelepon langsung toko buku yang menjual buku
terbitan Berrett-Koehler Publishers Inc, San Fransisco, Amerika Serikat
(AS)
yang jadi best seller itu, SABILI berharap bisa memperolehnya.

Buah karya dari negeri Paman Sam itu, ternyata ludes, bak kacang goreng.
Dua
ratus eksemplar yang dimasukkan Trisera dari AS, setelah dibagi keempat
toko
buku yang masih satu grup dengan Gramedia, habis hanya dalam waktu satu
hari. Padahal, harganya tergolong "wah" bagi kebanyakan orang Indonesia,
yakni dua ratus tujuh puluh tujuh ribu lima ratus rupiah per buku.

"Sekarang sudah habis. Tapi kalau mau beli, tunggu sebulan lagi. Kalau
tidak
ada hambatan, buku itu baru ada lagi bulan September. Bahkan kemungkinan
besar pada bulan itu sudah ada buku terjemahannya," kata salah seorang
karyawan Trisera, saat ditelepon SABILI. Beruntung SABILI mendapatkan buku
tersebut dari seseorang yang membelinya di salah satu toko buku di
Singapura
beberapa waktu lalu.

Buku yang kini sedang menjadi buah bibir masyarakat dunia itu tak lain
adalah Confessions of an Economic Hit Man buah pena John Perkins.
Berrett-Koehler Publisher Inc, sebuah penerbit buku-buku ternama yang
menerbitkan buku ini mengaku tidak memiliki sangkut paut apapun dengan
korporasi besar dan pemerintah AS saat menerbitkannya.

"Independensi ini menyebabkan Berrett-Koehler tidak terafiliasi dengan
pihak-pihak yang bisa menekan kami untuk keep quiet," kata Senior Managing
Editor Berrett-Koehler, Jeevan Sivasubramaniam, menjawab pertanyaan melalui
e-mail sebuah harian yang terbit di Jakarta.

Buku yang membuat heboh dunia ini terbilang unik. Jika kebanyakan buku
ditulis oleh para pengamat atau orang ketiga, namun buku ini langsung
ditulis oleh seorang "pelaku" atau "pemain" nya sendiri. Isinya pun
terbilang "luar biasa": mengungkap pengakuan tentang sepak terjang Perkins
sebagai economic hit man (EHM) yang berusaha menghancurkan negara-negara
lain selama lima belas tahun.

Pada 1971, Perkins direkrut Chas T Main, sebuah firma konsultan asal
Boston.
Di firma itu, jebolan fakultas ekonomi ini, diangkat sebagai kepala ekonomi
yang memimpin 50 orang staf. Chas T Main sendiri memiliki sekitar dua ribu
orang pegawai.

Perkins dan sejumlah temannya memiliki sebutan sebagai economic hit man
atau
pembunuh ekonomi. Mereka bertugas di bawah Pengawasan Dewan Keamanan
Nasional atau National Security Agency (NSA), salah satu lembaga keamanan
dan intelijen terkemuka di AS.

Ia seorang konsultan "istimewa". Posisinya tidak hanya sekadar mengegolkan
kesepakatan bisnis negara-negara berkembang atau dunia ketiga dengan AS,
tapi juga membangun kerajaan imperium AS di dunia. Perkins berusaha
menciptakan situasi, dimana semakin banyak sumber penghasilan mengalir ke
AS
atau ke perusahaan-perusahaan milik AS.

Buku ini juga menceritakan, imperium itu dibangun bukan melalui persaingan
yang sehat dan jujur, tapi dengan cara-cara yang kotor. Mereka melakukannya
melalui manipulasi ekonomi, kecurangan, penipuan, seks, merayu orang untuk
mengikuti cara hidup Amerika dan lainnya.

Tugas utama Perkins adalah membuat kesepakatan untuk memberi pinjaman ke
negara lain, jauh lebih besar dari yang negara itu sanggup bayar. Ia
mengaku
pernah menjalankan kebijakan ini di sejumlah negara dunia, seperti
Indonesia
dan Ekuador.

Dalam kesepakatan antarnegara itu, ia berusaha menekan negara-negara lain
agar memberikan 90 persen dari pinjamannya kepada perusahaan-perusahaan AS,
seperti Halliburton atau Bechtel. Kemudian perusahaan-perusahaan AS
tersebut
akan masuk membangun sistem listrik, pelabuhan, jalan tol dan lainnya di
negara-negara berkembang.

Masih dalam buku itu, setelah mendapatkan utang, AS akan memeras negara
tersebut sampai tak bisa membayarnya. Dengan alasan itu, barulah AS akan
mendesak negara-negara lain untuk menyerahkan sumber kekayaan alamnya,
seperti minyak, gas, kayu, tembaga dan lainnya ke AS. Bagaimana jika
negara-negara itu menolak? Perkins menyatakan, mereka bisa saja dibunuh.
Ini
bukan isapan jempol. Dua tokoh dunia, yakni Presiden Panama Omar Torijos
dan
Presiden Ekuador Jaime Rojos dibantai karena menolak kerja sama dengan AS.

Perkins meyakini, jatuhnya pesawat yang ditumpangi Torijos tahun 1981,
dilakukan Jackals, satuan dari dinas intelijen CIA, disebabkan Torijos
menolak proposal proyek pembangunan Terusan Panama dari Bechtel. Untuk
proyek tersebut, Torijos ternyata lebih memilih kontraktor asal Jepang
ketimbang Bechtel.

Terbitnya buku Confession of an Economic Hit Man karya Perkins ini sontak
mengundang komentar kritis dari para pengamat politik dan ekonomi
Indonesia.
Satu di antaranya datang dari pakar ekonomi asal Universitas Gadjah Mada
(UGM) Yogyakarta Revrisond Baswir.

Pengamat ekonomi yang berada di garda terdepan dalam mendorong ekonomi
kerakyatan itu menganggap, buku ini semakin mempertegas tesisnya selama ini
bahwa utang (pinjaman) luar negeri hanyalah alat negara-negara besar,
seperti AS untuk menjajah negara-negara lain. "Sebelum membaca buku ini,
saya sudah banyak menulis makalah, baik di seminar atau surat kabar bahwa
utang luar negeri dipakai negara-negara pemberi utang untuk menjalankan
politik imperialisme kepada negara lain," tuturnya.

Pinjaman luar negeri di mata Revrisond tidak lain sebagai akal bulus
negara-negara besar kepada negara lain. Nawaitu memberikan utang kepada
negara lain, menurutnya, bukan untuk membantu pembangunan, tapi untuk
mengeruk kekayaan alam negara-negara lain, seperti Indonesia. "Tak ada
ceritanya utang luar negeri untuk membantu pembangunan negara. Hal ini tak
lain merupakan proses pembohongan publik," ujarnya, prihatin dengan sikap
pemerintah yang terus menerus mengandalkan utang asing untuk pembangunan
infrastruktur negara.

Bahkan, jika dilihat cara-caranya, politik imperialisme negara-negara
besar,
terutama AS, menurut Revrisond mirip dan sebangun dengan politik
imperialisme yang dibangun kolonial Belanda saat menjajah Indonesia dulu.
Spirit dan tujuannya sama, namun komoditasnya saja yang berbeda. "Dulu
Belanda mau berdagang rempah-rempah, tapi ia mencoba menguras Indonesia
dengan mengambil keuntungan dari bisnis rempah-rempah, seperti gula dan
perkebunan. Tapi AS, sejak tahun 1960-an lebih berorientasi ke sumber daya
alam," katanya.

Meski merasa gerah dengan politik kotor negara-negara besar, seperti AS,
kepada negara-negara lain, namun ia meminta seluruh masyarakat jangan
lengah
terhadap orang-orang yang cenderung menjadi kaki tangan negara-negara besar
yang beroperasi di Indonesia.

Ia berpendapat, negara-negara besar tidak akan berhasil "menjajah"
Indonesia
jika tidak ada orang-orang yang mendukungnya di Indonesia. "Karena kerja
sama itu dilakukan dengan berbagai cara, jadi pejabat-pejabat yang terlibat
dalam pembuatan utang luar negeri perlu diwaspadai," ujarnya keras
mengritik
para pengamat ekonomi yang menjadi kaki tangan asing di Indonesia.

Pandangan Direktur Eksekutif Institut for Policy Studies (IPS) Fadli Zon
nampaknya layak disimak. Menurutnya, munculnya buku karya Perkins ini
menunjukkan bahwa teori konspirasi yang selama ini dianggap isapan jempol,
khususnya di Indonesia, menjadi suatu kenyataan.

"Ini bukan isapan jempol, tapi menjadi pembenaran terhadap teori konspirasi
tersebut," tegasnya, sambil menyatakan percaya bahwa peristiwa politik yang
terjadi selama ini, khususnya di Indonesia tidak lepas dari peran serta
negara-negara besar, seperti AS dalam rangka melanggengkan hegemoninya.

Sebagai pengamat politik yang terus mencermati tren politik global,
terbitnya buku karya John Perkins ini tentu saja menggembirakan, sekaligus
membenarkan asumsinya selama ini. Berdasarkan pengamatannya selama ini,
setiap proses perkembangan ekonomi negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia, banyak sekali jebakannya, terutama jebakan utang hingga
Indonesia
tidak mampu membayar pinjaman. Itu membuat mereka mengambil proyek-proyek
strategis. "Ini adalah traps (jebakan) yang mereka buat," ujarnya.

Meski Perkins menceritakan adanya tahapan pembunuhan bagi pemimpin yang
tidak menaati kesepakatan dengan negara-negara besar, namun Fadli Zon
berpendapat, di Indonesia policy mereka belum sampai ke tahap pembunuhan,
apalagi invasi militer.

Keengganan mereka melakukan pembunuhan dan invasi militer, menurut Fadli
Zon, karena pemimpin Indonesia sangat kooperatif. Mereka tidak menjalankan
politik konfrontatif dengan negara-negara besar. Bahkan dalam koridor
internasional, sering kali Indonesia mengekor policy mereka.

"Yang terjadi di Indonesia baru economic hit man. Negara-negara besar belum
perlu menjalankan policy pembunuhan atau invasi militer. Namun hanya dengan
tahap pertama itu, mereka sudah bisa mengeliminir peran para pemimpin
Indonesia untuk tunduk pada kebijakan mereka," katanya, prihatin dengan
sikap para pemimpin Indonesia yang lembek dan menurut saja pada kemauan
negara-negara besar dunia.

Buah karya Perkins ini sebenarnya merupakan komplementer dari buku-buku
karya penulis dunia lain, seperti Josep Stiglitz. Dalam berbagai bukunya,
ekonom dunia ini acap kali menghantam kebijakan lembaga-lembaga keuangan
dunia, seperti International Monetary Fund (IMF) dan World Bank yang
dianggap tidak jujur saat melakukan kesepakatan dengan negara berkembang
atau negara dunia ketiga.

Dalam bukunya yang telah tersebar ke berbagai penjuru dunia tersebut,
Stiglitz menilai bahwa kebijakan-kebijakan imperialisme negara-negara besar
terhadap negara lain tidak lepas dari kebijakan IMF, World Bank dan lembaga
keuangan dunia lainnya. Bahkan ia pun mengritik kebijakan AS yang
menurutnya
sering ikut campur kepentingan negara-negara lain.

Sampai tulisan ini selesai dibuat, SABILI belum mendapatkan konfirmasi dari
pihak Kedutaan Besar AS perihal buku ini. Saat SABILI mengajukan permohonan
wawancara kepada Dubes AS B Lynn Pascoe, Atase Pers Kedubes AS Max Kwak
mengirim surat yang isinya permohonan maaf bahwa Pascoe belum dapat
memenuhi
permohonan SABILI.

Jika dicermati secara teliti, apa yang ditulis Perkins dalam bukunya
tersebut, banyak kemiripannya dengan kasus yang terjadi di Indonesia. Tak
cukup mengendalikan politik, AS juga merampas kekayaan Indonesia. Jika
konspirasi itu yang sedang terjadi, maka bukan tidak mungkin saat ini
Indonesia sedang berada di ambang kehancuran.

Siapa pun dia, tentu saja tidak akan rela jika negaranya dijajah bangsa
lain. Agar terlepas dari cengkeraman itu, bangsa Indonesia harus berani
menolak utang negara-negara besar yang bertujuan menghancurkan Indonesia.
Selain itu, masyarakat juga harus berani "membersihkan" orang-orang yang
menjadi kaki-tangan asing di Indonesia.
 
Website http://www.rantaunet.org
_____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://rantaunet.org/palanta-setting
____________________________________________________

Kirim email ke