Di INA sajak lamo turunan Tionghoa maindonesiakan, atau manjawakan namonyo, bia dapek proyek gadang. Liem jadi Salim. Apo bedanyo? Namun dek cadiak jo pandainyo si Liem alias Salim ko, kayolah inyo. Sabananyo hal iko ndak paralu dipamasalahkan jo dipikiakan bana. Apo si Liem alias salim ko maubah agamonyo? Apo inyo alah badoso gadang ? Ambo raso indak. Cuman, nan banyak mambuek karusuhan di Perancis iyo banyak turunan onta eh arab ko jo urang hitam. Nan acok nongkrong di tapi jalan, di suduik jalan, di muko gedung, iyo kaduo turunan tadi. Nan acok mampaolok olok an padusi nan jalan surang yo inyo. Cubo caliak turunan asia, amrik latin, portugis dll nyo, indak ado. Wajar klo kalau partai politik ekstrim kanan hampia sajo mamanangkan pemilu kapatangko di Perancis. Wajar klo urang perancis maraso muak. Bukannyo ambo membela Perancis, tapi dicaliak dari kaco mato lua jo dalam. Sakitu se sanak, sekedar info sae. Heri Paris
Arnoldison <[EMAIL PROTECTED]> a écrit : Sembunyikan Jati Diri dan Ganti Nama Islami, Demi Mendapatkan Pekerjaan di Perancis 22/11/2005 11:54 WIB eramuslim - Menjadi kalangan minoritas di tengah-tengah masyarakat yang diksriminatif, memang butuh perjuangan dan pengorbanan yang besar. Kondisi seperti dialami oleh banyak warga Muslim di sejumlah negara-negara benua Eropa. Di Perancis misalnya, di negara yang melarang kaum perempuan Muslim berjilbab itu, tidak sedikit warga Muslim yang kehilangan jati dirinya atau lebih tepatnya 'terpaksa' kehilangan jati dirinya agar tidak diperlakukan diskriminatif. Abdul Rahim,23, asal Maroko yang menjadi warga negara Perancis lewat proses naturalisasi, mengganti namanya menjadi Peres dan tidak lagi membanggakan dirinya yang memiliki darah keturunan Arab di depan publik. "Baik keluarga saya maupun kolega-kolega saya yang Muslim di Perancis tidak tahu bahwa saya sudah mengganti nama saya dalam surat-surat resmi. Nama saya yang baru memberi saya pekerjaan dan menempatkan saya pada posisi yang sama di antara teman-teman sekerja yang tidak tahu apa-apa tentang latar belakang saya," ujar Abdul Rahim 'Peres'. Satu-satunya yang menjadi batu penghalang bagi ambisinya saat ini adalah warna kulitnya yang hitam. "Tapi saya menemukan cara dengan berpura-pura sebagai orang keturunan Spanyol," katanya lagi sambil tertawa pahit. "Waktu saya masih bernama Abdul Rahim, saya tidak pernah mendapat respon dari lima perusahaan dimana saya melamar pekerjaan. Tapi Peres sekarang diterima di dua pekerjaan dan harus memilih," tambah Peres. Warga Muslim Perancis dan warga Muslim keturunan Arab kebanyakan terkonsentrasi di Saint Denis, kota yang terletak di wilayah pinggiran Paris. Jumlah mereka diperkirakan mencapai 6 juta orang. Selama bertahun-tahun, pemerintah Perancis mengabaikan dan memarjinalkan kehidupan warga Muslim di daerah ini, sehingga banyak pengangguran. Banyak kalangan yang sudah melontarkan kritikan atas tindakan diskriminatif, kurangnya kesempatan mendapatkan pendidikan yang layak, sempitnya lapangan pekerjaan dan pelecehan oleh aparat kepolisian, meskipun warga Muslim itu lahir dan sudah menjadi warga negara Perancis. Abdul Rahim mengatakan, sekarang ia tidak khawatir lagi ketika aparat kepolisian menghentikannya di jalan dan memeriksa tanda pengenalnya. "Mereka memperlakukan saya sebagai warga negara kelas satu dan tidak ada diskriminasi sama sekali," kisahnya. Banyak warga Muslim di Perancis yang senasib dengan Abdul Rahim. Karim, 22, memilih Christophe sebagai nama barunya untuk mempermudahnya menjalani kehidupan di Perancis. "Saya menganggur selama empat tahun, padahal saya mengisi sekitar 57 aplikasi lamaran pekerjaan dan mengambil studi media di salah satu universitas di Perancis," ungkapnya. Hal serupa juga dialami Nigma. Sekarang, ia sudah mendapatkan apartemen dan pekerjaan yang layak setelah mengganti namanya menjadi Marianne. Meski demikian, tidak semua Muslim Arab di Perancis yang mengganti namanya dengan nama 'Barat'. Banyak diantara mereka yang memilih jalan tengah untuk menyeimbangkan identitas Arab mereka dengan kenyataan yang ada, dengan memilih nama yang bernuansa Arab-Perancis bagi anak-anak mereka, misalnya 'Joseph.' Sebuah riset yang dilakukan oleh French Observatory Against Racism menemukan fakta bahwa nama-nama Arab dan warna kulit yang hitam menjadi penghambat bagi para pencari kerja. Riset yang bertajuk "Discrimination at Workplace" dan dipelopori oleh Sorbonne ini mengirimkan 325 riwayat hidup dari para pelamar kerja, yang hanya nama dan asalnya saja yang berbeda. Hasil riset menunjukkan bahwa peluang mendapatkan pekerjaan para pelamar asal Afrika Utara lima kali lebih kecil dibandingkan para pelamar yang asli orang Perancis. Namun menurut anggota European Council of Fatwa and Research, Ahmad Gaballah, mengubah nama bukan solusi untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi warga Arab dan Muslim di Perancis. "Saya sendiri tidak melakukan itu. Kita harus menanggapi akar dari rasisme, yang merupakan akar dari ribuan permasalahan di Perancis," ujarnya. Gaballah mengatakan, kerusuhan yang terjadi baru-baru ini sudah menarik perhatian para politisi dan media betapa pentingnya mengatasi fenomena ini. "Sejauh urusan agama, mengubah nama bukan hal yang terlarang sepanjang nama baru yang digunakan tidak menyimpang dari Islam," tegasnya seraya menambahkan bahwa banyak orang Perancis yang masuk Islam tapi tetap menggunakan nama aslinya. Gaballah lebih lanjut mengingatkan, mengubah nama Arab dan nama Islami akan menjadi awal disintegrasi dan terkikisnya jati diri mereka. (ln/iol) Website http://www.rantaunet.org _____________________________________________________ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting ____________________________________________________ --------------------------------- Appel audio GRATUIT partout dans le monde avec le nouveau Yahoo! Messenger Téléchargez le ici ! Website http://www.rantaunet.org _____________________________________________________ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting ____________________________________________________