Menjadi Seorang Minang Geneologis!
** Oleh : H. Sutan Zaili Asril
PU Padek
            Senin, 20-Maret-2006, 01:51:40  79 clicks                    Apakah 
kita yang secara ibu ba-suku sekaligus seorang Minang? Apa yang kita mengerti 
...        tentang Minang dan apakah menjalankan keminangan dalam 
berkehidupan/bermasyarakat? Jangan-jangan kita termasuk seorang Minang 
geneologis — sebagaimana Cucu Magek Dirih memandang diri tidak cukup tahu/paham 
keminangan! 

ADAT dalam khazanah keminangkabauan, rupa-rupanya, bukan sebatas 
kebiasaan/berkehidupan-bermasyarakat yang dibiasakan/tradisi — tradisi dibentuk 
sifat alam/realitas kehidupan dimana satu kelompok masyarakat berada/sejauh 
interaksi dengan lingkungan kehidupnya. 

Satu kelompok masyarakat adat memiliki latar belakang berpikir, berasa, 
bercitarasa, atau filosofi berkehidupan. Inovasi/kreativitas satu kelompok 
masyarakat adat, secara evolusi melahirkan berbagai sistem nilai budaya/tata 
nilai budaya (yang dikoodifikasikan masyarakat adat sebagai undang/aturan 
lingkungan mereka). Satu bentuk/rupa apa pun dalam satu masyarakat adat 
merupakan kristalisasi nilai dari pergulatan dengan lingkungan. 

Karena itu, lazim, bilamana seseorang dikenali dari bahasa/langgam bahasa, dari 
pola-pola pikirnya, dari bagaimana memandang dan memperlakukan, dari bagaimana 
menentukan arah/fokus/kepentingan, atau dari cara/tata-cara/kiat-kiat yang 
dikembangkan. Seseorang, disifatkan dengan mudah sebagai di bawah 
keterpengaruhan bayang-bayang perspektif pemikiran siapa/aliran apa, misanya. 
Sama ada, dari langgam bahasa dapat diketahui seseorang berasal dari suku Jawa, 
Batak, atau Minang, kendati sama-sama berbahasa Indonesia yang sangat baik dan 
benar — menjadi persoalan bilamana seorang secara keturunan dari suku Batak 
yang lahir dan besar di lingkungan Jawa/seorang keturunan Tionghoa lahir dan 
besar Minang! 

Orang Minang di Nusantara, rupanya, tak dikenal dari rumah makan Padang — di 
Nusantara, karena sangat mungkin yang memiliki usaha dan menelola serta para 
karyawannya bukan Minang secara berketurunan, dan mungkin hanya si tukang 
masaknya saja yang benar-benar “orang Minang” — sangat mungkin seorang “bukan 
Minang” menguasai menu/teknis memasak ala Minang dapat menghasilkan masakan 
Minang yang very delecious! Sebaliknya, ada orang yang secara keturunan seorang 
Minang — mungkin saja ia berada di teritori Minangkabau atau wilayah 
administratif Sumatera Barat, tapi, tidak mengenal Minangkabau, tidak bisa 
berbahasa Minang, tak tahu/tidak mempraktekkan adat/tradisi Minang. Lalu, 
siapakah seorang Minang? 

HAKIKAT urang nan ba-adat Minang, menurut kakanda Cucu Magek Dirih, H. Alis 
Maraho Datuk Sori Marajo, adalah ba-budi, ba-aka, ba-ilemu, dan tau mungkin jo 
patuik. Mereka yang berpola kehidupan/melakonkan diri demikian dapat disebut 
seorang Minang — itu di antara ciri-ciri/identitas seorang Minang yang layak 
dipertahankan!? Ba-budi (bercita-rasa) menggambarkan seorang jadi warga 
paruik/suku/kampung/nagari. Kata kunci/aksen ba-budi adalah pada mampu 
menempatkan/membawakan diri dalam lingkungan masyarakatnya. Karena itu — walau 
ini bersifat relatif, menurut Angku Datuk Sori Marajo, dalam masyarakat 
Minangkabau/berkehidupan Minangkabau, seseorang terlebih dahulu dituntut 
ba-budi, dan baru kemudian ba-aka jo ba-ilemu. 

Ba-aka melatih akal dan mecari/menuntut ilmu agar menjadi cadiak, punya daya 
pikir/nalar yang baik dan daya juang/berkompetisi yang unggul. Karena sudah 
ba-budi sebelum ba-aka maka dipastikan tidak menjadi bandit dalam 
masyarakatnya, indak manjadi urang panggaleh nan ma-aliah cupak (karena 
kepintaran dan demi keuntungtan yang akan diperolehnya, ia mempermainkan 
angka/perhitungan/timbang dan pertimbangan) dan atau indak manjadi urang lalu 
nan ma-aliah jalan (karena ketidaktahuan/kemengertinnya atau tidak mempunyai 
rasa memiliki/peduli terhadap segala akibat/konsekuensi/implikasi buruk akan 
terjadi akiat ia membuat sesuatu menurut cara/kepentingan diri/kelompok 
sendiri). Ba-aka, justeru memberikan manfaat sebesarnya bagi masyarakatnya. 

Ba-ilemu, memiliki pengetahuan/pengalaman dan mampu menghadapi 
perubahan/memecahkan masalah. Arti ilemu dalam khazanah keminangan berbeda 
dengan ilmu penetahuan/ketahuan. Ilmu lebih tepat digambarkan sebagai penerapan 
ilmu pengetahuan/ketahuan hingga berguna dalam kehidupan — sekarang 
dianalogikan dengan kecerdasan emosional. Ilemu diperoleh dari ba-guru dari 
orang berilmu/alam yang terkembang dengan smua kegunaan/sifat alam. Mengenal 
jenis/bentuk yang terdapat di lingkungan tidak hanya berguna sebagai komoditi 
untuk dikonsumsi, tapi, juga mengasah kearifan dalam 
berkehidupan/bermasyarakat. Filosifi berkehidupan seorang Minang selalu 
mengibarat pada bentuk/sifat alam. 

Tau mungkin jo patuik — persisnya tau alua jo patuik/mungkin jo patuik/raso di 
bao naik/pareso dibao turun, adalah kecerdasan yang mengembangkan 
potensi/peluang yang ada/tercipta dan mempertimbangkan kemaslahatan/kearifan 
bertindak/menggunakan. Mungkin dapat dikuasai dengan ba-aka jo ba-ilemu, tapi, 
pelaksanaan tidak membuat kemanusiaan/martabat tergadai. Dalam tau mungkin jo 
patuik tidak dikenal manusia/kemanusiaan dan kehidupan/berkehidupan diabaikan 
demi tujuan secara ilmu/teknologi karena selalu ditekankan aspek kegunaan dalam 
dimensi kehidupan/kemasyarakatan. Orang yang tidak tahu jo mungkin, berarti ia 
tidak cerdas/tidak inovatif, dan orang yang tidak tau jo patuik akan jadi 
binatang malendo/menimbulkan kerusakan kemanusiaan dan kehidupan. 

MASALAH dan tantangan kita di lingkungan masyarakat berminangkabau: sakali aia 
gadang/sakali tapian ba-ubah (perubahan, konsekuensi berkehidupan) dan apakah 
keminangan akan tinggal jadi referensi filosofis sebagaimana kita mengkases 
referensi-referensi filofis lainnya — dalam berkehidupan kita mengakses semua 
sumber referensi filofis/kebudayaan! Poostmernisme? Suka-tak suka, yang jelas, 
betapa negara memarginalkan secara sistematis sistem nilai budaya/tata nilai 
lokal — dalam banyak ketika dan perkara selalu dikalahkan! Dalam kasus di 
provinsi Sumatera Barat (baca masyarakat Minang), cukup jadi fakta Perda 
13/1983 tentang nagari setelah Undang-undang (UU) No. 5/1979 tentang 
pemerintahan desa. 

Kebanyakan kita, menurut pencermatan Cucu Magek Dirih, memandang UU No. 5/1979 
dan Perda No. 13/1983 sebatas perkara pemberlakuan pemerintahan desa yang 
mengopsi/memproteksi keberadaan masyarakat adat Minang dalam kerangka wilayah 
nagari. Lalu, kita, rupanya, menghabiskan energi memperdebatkan perkara 
ketamakan mendapatkan bantuan desa. Gubernur Sumatera Barat Azwar Anas dan 
elite masyarakat mengusulkan wilayah administratif korong menjadi pemerintahan 
desa, tapi, tak cukup memberi opsi berimbang terhadap konsekuensi logis 
menjadikan korong (wilayah di bawah nagari semula) menjadi desa. Sedikit dari 
kita yang menyadari bahwa yang terjadi adalah marginalisasi sistem nilai/tata 
nilai adat Minang. 

Kekuatan negara rupanya tak melindungi kemasyarakatan adat. Peran tokoh 
informal/tokoh masyarakat (penghulu dan perangkatnya) dan lembaga/piranti 
berkehidupan adat lainnya tereduksi secara sangat sistematis. palagi, hal itu 
berlangsung selama dua dasawarsa — bahkan masih terus terjadi setelah 
pemerintahan nagari dikembalikan (Perda No 9/2000). Sedikit yang ,menyadari 
masalah pokok kita adalah reduksi/degradasi peranan lembaga-lembaga 
adat/tokoh-tokoh adat. Transformasi nilai dan pelembagaan format/nilai adat 
tidak lagi berlangsung. Keluarga Minang di rumah ibunya tak lagi menjadi 
lembaga pembentukan anak/pribadi menjadi seorang Minang — apalagi 
surau/palanta! 

Pada kondisi ini, lahir anak-anak Minang yang secara geneologis menyebut diri 
keturunan Minang, tapi, sama sekali tak berkenalan dengan keminangan! Rekayasa 
pendidikan secara uniformitas memarginalkan anak-anak bangsa dari lingkungan 
budaya — the loss generation (menyerabutkan anak-anak dari lingkungan budaya)! 
Negara, dengan kekuatan amat kuat, tidak sama sekali memberi tempat pada 
keberagaman/fluratitas sistem nilai/tata nilai budaya! Di Minangkabau, mamak 
kehilangan kemenakan dan atau mamak tidak lagi menunaikan 
kebertanggungjawabannya teradap anak-kemenakan — karena tidak lagi terjadi 
transformasi nilai dari mamak kepada kemenakan maka para kemenakan terlepas 
dari jangkauan nilai budayanya. 

JADI, omong kosong apabila pemimpin menyatakan secara amat sangat retoris akan 
menegakkan nilai-nilai adat Minangkabau, kalau pada faktanya semua keluarga 
Minang — apalagi diperantauan — tidak mengenal apa itu keminangan — bahkan 
sebagian mereka yang secara formal menjadi pemuka adat! Generasi Minang 
geneologis pada hari ini dan mereka yang bahkan sudah berusia 30 tahun, tidak 
tahu apa itu Minang/keminangan! Lalu, bagaiamana pula mereka akan berbicara dan 
memutuskan nasib Minang/keminangan/generasi Minang? Bukankah kita harus 
tahu/paham/mengerti duhulu sebelum berdebat/berdiskusi/menyimpulkan? Bagaimana 
pula orang tidak mengerti memperdebatkan/memutuskan — kalau begitu kita 
berdebat kusir! 

Cucu Magek Dirih merasa diri tidak mengerti baik apa Minang/keminangan — 
apalagi sudah berinteksi begitu intensif dengan berbagai ufuk budaya/bergelut 
sangat konfiguratif dengan berbagai perspektif pemikiran — aia gadang yang tak 
sekedar mengubah tapian karena begitu merasuk dan mengubah cara pandang! Ketika 
return (pulang kampung), Cucu Magek Dirih menyisakan kebanggaan menjadi seorang 
Minang geneologis! Cucu menyadari, betapa sangat sedikit ia mengerti tentang 
Minang/keminangan — walau Cucu terbilang melalui proses ba-surau ketika 
kecil/remaja dan mengikuti sekolah surau (pendidikan formal bidang Islam dan 
keisklaman)!*** 

--------------------------------------------------------------
Website: http://www.rantaunet.org
=========================================================
Berhenti, berhenti sementara dan konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://rantaunet.org/palanta-setting
--------------------------------------------------------------
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan Reply
- Besar posting maksimum 100 KB
- Mengirim attachment ditolak oleh sistem
=========================================================

Kirim email ke