Republika Rabu, 15 Maret 2006

Blok Cepu dan Bangsa Kuli 
Anif Punto Utomo
Wartawan Republika

 

Sambutan apa yang paling istimewa terhadap kedatangan Menteri Luar Negeri 
Amerika Serikat, Condoleezza Rice? Bukan... bukan karena dia disambut khusus 
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berikut karpet merahnya. Sambutan istimewa 
itu adalah kemenangan ExxonMobil.

 

Tidak sampai 24 jam sebelum Condy --panggilan Condoleezza-- mendarat di 
Jakarta, telah diumumkan bahwa Exxon Mobil menjadi kepala operator eksplorasi 
Blok Cepu. Sebuah kebetulan, atau memang kebenaran sebuah isu bahwa sebelum 
Condy sampai di Indonesia, semua urusan soal Cepu sudah beres?

 

Exxon akan memimpin eksplorasi di lapangan minyak dan gas Cepu tersebut sesuai 
dengan keinginan mereka: 30 tahun. Pertamina yang menginginkan agar dilakukan 
rotasi tiap lima tahun untuk memimpin ekplorasi hanya bisa 'gigit jari'. Boleh 
dikata, Pemerintah ikut 'menggigit jari' Pertamina, bahkan lebih keras.

 

Perebutan soal siapa pengelola Cepu ini memang sudah cukup lama. Sejak zaman 
Abdurrahman Wahid jadi presiden, Exxon sudah berulangkali 'menembus' pemerintah 
agar bisa lolos. Begitu juga ketika zaman Megawati menggantikan Wahid. Tapi 
belum juga ada keputusan bulat. Kwik Kian Gie merupakan menteri yang paling 
getol menolak Exxon.

 

Tarik ulur pengelolaan Cepu kembali marak dalam satu tahun terakhir. Pertamina 
dan Exxon masing-masing ngotot agar bisa menjadi pengelola. Keduanya merasa 
mampu mengelola lapangan minyak dan gas tersebut. Pertamina didukung oleh 
sebagian tokoh-tokoh kritis yang peduli terhadap nasib bangsa. Exxon juga 
didukung mereka yang peduli nasib bangsa, bangsa Amerika.

 

Perang wacana dan perang data diluncurkan. Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono 
(SBY) dan Jusuf Kalla mendapat tekanan dari tokoh-tokoh kritis dan anggota DPR 
agar Pertamina lolos. SBY-Kalla juga mendapat tekanan dari pemerintah Amerika 
agar Exxon lolos. Hasil akhirnya, tekanan Amerika lebih diperhatikan: mereka 
dimenangkan. 

  

Well done
Dalam Joint Operation Agreement (JOA) yang struktur organisasinya tertuang 
dalam Cepu Organization Agreement, Exxon resmi menjadi 'komandan' dalam 
pengelolaan ladang minyak dan gas di Cepu. Dari Pertamina, sebagai pihak yang 
memiliki lapangan tersebut, cukup dijadikan wakil saja. Di sini, Pemerintah 
telah melakukan putusan yang baik (well done) bagi Amerika.

 

Memang sejak awal sudah banyak pertanda bahwa Exxon akan dimenangkan dalam 
perebutan eksplorasi ini, di antaranya: 
- Pemerintah Amerika berkali-kali menekan agar Exxon dimenangkan, bahkan 
Presiden Bush sesekali turun tangan. 
- Wapres Jusuf Kalla mengatakan bahwa operasional Cepu bukan masalah 
nasionalisme tetapi profesionalisme. 
- Menneg BUMN Sugiharto memberi prasyarat untuk mengelola Cepu adalah modal, 
sistem logistik, kemampuan teknologi, dan pengalaman eksplorasi daerah lain. 
Dan jika diperbadingkan antara Pertamina dan Exxon, maka pernyataan itu 
mengarah ke Exxon
- Penegasan Presiden SBY bahwa Pertamina akan di-overhaul menyiratkan bahwa 
Pertamina perlu berbenah diri dulu. 
- Pernyataan direktur Pertamina Hestu Bagyo dalam wawancara di Metro TV yang 
menyatakan bahwa Pertamina tidak mampu mengelola Cepu.
- Tergusurnya Widya Purnama dari dirut Pertamina, karena selama ini dialah yang 
paling ngotot agar Pertamina yang mengelola lapangan Cepu.

 

Menentukan
Pertanyaan yang sering muncul, mengapa posisi sebagai operator, atau dalam 
kasus Cepu ini adalah posisi general manajer, diperebutkan? Karena posisi 
operator ini yang paling menentukan: mereka yang melakukan perencanaan, 
mengelola keuangan, memilih teknologi yang dipakai, dan juga memilih sumber 
daya manusia yang dibutuhkan.

 

Sudah pasti, karena Exxon yang memimpin, merekalah yang akan memilih yang 
menguntungkan mereka. Rekanan-rekanan mereka yang notabene asing jugalah yang 
akhirnya akan memperoleh cipratan rezeki dari Cepu. Terkadang harganya pun bisa 
digelembungkan semau mereka.

 

Dan yang sudah pasti, biaya eksplorasi dan eksploitasi (sunk cost) akan mereka 
bikin sangat besar. Kenapa, karena yang menanggung biaya tersebut adalah negara 
kita. Operator tidak peduli berapa dana yang dikeluarkan untuk sunk cost atau 
dikenal dengan istilah cost recovery.

 

Perhitungan sederhana, dalam pengeboran minyak, maka bagi hasilnya adalah 85 
persen untuk negara dan 15 persen operator. Tetapi pembagian tersebut setelah 
dikurangi biaya sunk cost. Tak heran kalau Exxon seenaknya mematok biaya 360 
juta dolar AS per tahun untuk pengelolaan Cepu, padahal Pertamina mampu 120 
juta dolar AS per tahun.

 

Itulah mengapa Exxon ngotot menjadi operator Cepu. Apalagi, menurut hasil 
kajian Humpuss Patragas (pemilik pertama blok ini), cadangan minyak yang bisa 
dieksploitasi di wilayah itu sekitar 2,6 miliar barel, dengan total produksi 
nantinya 170 ribu barel per hari. Kelak miliaran dolar akan lari ke Amerika 
lewat sunk cost yang telah digelembungkan.

 

Putusan bahwa Exxon yang menjadi pengelola adalah putusan bisnis, tapi 
keputusan bisnis yang dilandasi kepentingan politis. Pemerintah Amerika sangat 
berperan dalam menentukan keputusan tersebut. Sebagai 'orang minyak', Bush tahu 
betul bahwa Exxon sangat berkepentingan mengelola Cepu.

 

Bisnis minyak sangat mewarnai kebijakan pemerintah Amerika Serikat. Penyerangan 
terhadap Afghanistan yang berdalih penyerbuan terhadap sarang teroris adalah 
karena minyak. Begitu juga invasi ke Irak, semata-mata karena Amerika ingin 
menguasai minyak di negara tersebut.

 

Lagi pula, ini balas budi Bush terhadap perusahaan itu. Maklum, Exxon yang 
berhasil memupuk keuntungan 36,2 miliar dolar AS pada 2005, sudah menyumbang 
2,8 juta dolar AS kepada Bush dalam pemilu presiden 2004 silam. Belum terhitung 
sumbangan-sumbangan lain terhadap orang-orang di sekitar Bush.

 

Sebetulnya, jika landasannya murni bisnis, Pertamina sanggup. Soal biaya, siapa 
lembaga keuangan yang tidak tergiur dengan keuntungan Cepu? Soal kemampuan, 
Pertamina punya pengalaman --kalaupun kurang, panggil saja ahli perminyakan 
yang bekerja di perusahaan asing. Begitu juga teknologi, ibaratnya kalau tidak 
punya, tinggal beli.

 

Pertanyaaannya: Amerika Serikat terlalu 'perkasa' untuk pemerintahan SBY Kalla, 
atau pemerintahan SBY-Kalla yang tidak memiliki keberanian? Kentara sekali 
bahwa 'keperkasaan' Amerika Serikat sangat mewarnai kemenangan Exxon. Tekanan 
yang berujung pada kemenangan Exxon tersebut menunjukkan bahwa kita sebagai 
bangsa tidak pernah punya kepercayaan diri. Kita tidak pernah bangga dengan 
kemampuan sendiri. Kita tidak pernah sadar bahwa kita mampu bersaing.

 

Presiden SBY dan Wapres Jufuf Kalla seringkali mengkritik media agar jangan 
melulu menurunkan berita-berita pilu dan berita buruk yang mengarah ke 
pesimisme. Sekali-kali perlu berita optimis. Tapi, dengan melihat kasus Exxon 
ini, justru pemerintah yang membawa negara ini pesimistis, tidak percaya diri, 
dan mau diinjak-injak asing.

Kasus Cepu ini mencerminkan bahwa Pemerintah mengajarkan pada rakyatnya untuk 
selalu tunduk pada kepentingan asing. Pemerintah mengajarkan pada rakyat agar 
jangan percaya kepada kemampuan diri sendiri. Pemerintah mengajarkan rakyat 
agar cukup menjadi kuli bangsa asing, bahkan di negara sendiri.

 

Terbayang ketika SBY menyambut Condoleezza Rice, dia akan menyapa: Welcome, 
Condy. Dengan segera pula Rice akan menjawab: Well done, SBY.

 

Ikhtisar
*Tidak sampai 24 jam sebelum Menlu AS, Condoleezza Rice, mendarat di Jakarta, 
ExxonMobil diumumkan sebagai kepala operator eksplorasi Cepu. 
*Exxon akan memimpin eksplorasi sesuai keinginan mereka: 30 tahun dan tidak 
dirotasi setiap lima tahun sekali seperti keinginan Pertamina. 
*Dengan menjadi operator, Exxon menentukan perencanaan, pengelolaan keuangan, 
teknologi yang dipakai, dan SDM yang dibutuhkan. 
*Bagi hasil Cepu adalah 85 persen untuk negara, 15 persen untuk operator. Tapi 
pembagian tersebut setelah dikurangi biaya eksplorasi dan eksploitasi (sunk 
cost) yang dibebankan kepada negara. 
*Exxon mematok biaya 360 juta dolar AS per tahun untuk pengelolaan Cepu, 
padahal Pertamina mampu 120 juta dolar AS per tahun. 
- Cadangan minyak yang bisa dieksploitasi dari Cepu sekitar 2,6 miliar barel, 
dengan total produksi nantinya 170 ribu barel per hari.
*Putusan Exxon yang menjadi pengelola adalah putusan bisnis, tapi keputusan 
bisnis yang dilandasi kepentingan politis dengan peran besar pemerintah AS. 
*Kemenangan Exxon adalah balas budi Bush karena Exxon --yang untung 36,2 miliar 
dolar AS pada 2005-- sudah menyumbang 2,8 juta dolar AS kepada Bush dalam 
pemilu presiden 2004 silam. Belum terhitung sumbangan-sumbangan lain terhadap 
orang-orang disekitar Bush.
--------------------------------------------------------------
Website: http://www.rantaunet.org
=========================================================
Berhenti, berhenti sementara dan konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://rantaunet.org/palanta-setting
--------------------------------------------------------------
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan Reply
- Besar posting maksimum 100 KB
- Mengirim attachment ditolak oleh sistem
=========================================================

Reply via email to