Padang , Singgalang Gelar adat kini marak dibagi-bagi. Sebanyak yang setuju, sebanyak itu pula yang tidak. Apapun pendapat yang bersilang, namun penga­nugerahan gelar adat itu tetap saja berlangsung. Ada yang menye­but, ini pertanda budaya ranah ini terkena malapetaka. Tiga narasumber yang dimintai pendapat, Dekan Fakultas Syariah IAIN Imam Bonjol Aditiawarman, Dosen Fakultas Hukum Unand Najmu­din M. Rasul dan Dekan Fakultas Adab IAIN IB Yulizal Yunus, menyatakan kurang sreg dengan pemberian gelar kehormatan berlan­daskan adat tersebut. Kendati dianggap sebagai apresiasi yang logis oleh orang-orang yang setuju, namun menurut keduanya ini adalah wujud dari rasa rendah diri orang Minangkabau. Ini wujud ketidakpercayaan orang Minang atas dirinya sendiri, terutama dalam menatap posisi mereka di tengah beragam etnis di negara ini. Orang Minang kehilangan rasa percaya diri, untuk mengamankanya perlu mendekatkan diri dan mencari perlindungan pada orang-orang besar. Inilah yang dijadikan tameng. Ini pulalah yang jadi malapetaka untuk budaya Minangkabau di masa yang akan datang, kata Aditiawarman, Kamis (7/9). Lebih padiah dari itu, Najmuddin malah menganggap, prilaku pemuka adat Minangkabau yang begitu suka membagi-bagi gelar adat kepada penguasa di negara ini sebagai prilaku menjilat dan maambiak muko . Kebiasaan baru tersebut, katanya, telah mencederai budaya Minang. Masa setiap sebentar negeri ini dihebohkan dengan penjilatan'. Ini berbahaya, perlu diantisipasi dengan cara mencari sumber bahaya tersebut. Biang kerok penjilatan ini perlu dicuci dan dibersihkan, tegasnya. Dari amatan Najmuddin, sudah berapa banyak orang yang diberi gelar dengan berkedok berjasa kapada budaya masyarakat yang berfilosofi adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah ini. Tidakkah mereka melihat dan menyaksikan, imbuhnya, ketika anak kemanakan orang Minang ditimpa masalah, apa sikap dan responnya. Malah pada kasus tertentu, mereka yang dianugerahi itu malah menjadi penyebab kehancuran orang Minang di rantau. Mereka mem­buat kebijakan yang merugikan urang awak. Jangan katakan kalau maraknya pemberian gelar sebagai reflekasi orang Minang hebat. Tidak! Sama sekali tidak! Ini adalah kemun­duran. Ada permainan dan kepentingan sangat pribadi dan kelompok dalam hal ini. Apakah kepentingan dan permainan tersebut, tanya kepada mereka itu, tutur Najmudin. Pandangan berbeda dilontarkan oleh Yulizal Yunus. Menurut Yulizal yang juga salah seorang pengurus LKAAM Sumbar itu, pemberian gelar kehormatan adalah konsekwensi logis pelaksanaan tanggung jawab pengembangan subkultur berdasarkan asal usul. Penganugera­han itu adalah reward dari masyarakat adat sebagai kebijakan privat dan disetujui pemerintah daerah. Sebagaimana diketahui, beberapa tahun terakhir, gelar adat telah diberikan kepada Yusril Ihza Mahendra, Taufiq Kiemas, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Surya Paloh dan Anwar Nasution. Dalam waktu dekat, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dikabarkan juga akan dianugerahi pula gelar Yang Dipatuan Maharajo Pamuncak Sari Alam oleh LKAAM.
Lindo Karsyah -------------------------------------------------------------- Website: http://www.rantaunet.org ========================================================= * Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting * Posting dan membaca email lewat web di http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages dengan tetap harus terdaftar di sini. -------------------------------------------------------------- UNTUK DIPERHATIKAN: - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan Reply - Besar posting maksimum 100 KB - Mengirim attachment ditolak oleh sistem =========================================================