Berikut penjelasan Uni Rahima mengenai nikah syighar.

-- 
Ahmad Ridha bin Zainal Arifin bin Muhammad Hamim
(l. 1400 H/1980 M)

---------- Forwarded message ----------
From: Rahima <[EMAIL PROTECTED]>
Date: Sep 25, 2006 11:42 AM
Subject: Nikah Shigar
To: Ahmad Ridha <[EMAIL PROTECTED]>
Cc: [EMAIL PROTECTED]



Da Sutan dik Ridha, silahkan dikirim, email ini ke RN.

Bismillahiiraahmaanirraahiim.

Assalamu'alaikumwarahmatullahiwabarakaatuhu.

Kanda Zul Amri. Izinkan saya menjawab pertanyaan da
Zul ini.

Begini da Zul, mungkin da Zul salah dalam memahami
hadist yang terdapat dalam shahih Bukhari dan Muslim
ini.

Nikah Syighar adalah nikah seseorang dengan tanpa
mahar. Jadi begini, : Seorang lelaki, katakanlah mak
lembang Alam, punya anak  perempuan, bilang kepada
kepada lelaki lain, katakanlah Da Sutan Sinaro, juga
punya anak perempuan.

Mak lembang Alam ini, bilang ke da Sutan,:" Saya akan
mengawinkan anak saya dengan kamu, wahai Sutan Sinaro,
apabila kamu mengawinkan juga anak kamu dengan saya,
tanpa mahar".

Ini memang pernikahan semasa jahiliyah yang sangat
dilarang dalam Islam, kenapa dilarang, karena tidak
pakai mahar, sementara mahar adalah syarat dari
pernikahan. Iitu.

Bunyi lengkap hadistnya begini, biar jelas:" Dari
Nafi' dari Umar radhialallhu'anhuma Rasulullah
shallaahu 'alaihi wasallam melarang nikah syighar.
Nikah syighar adalah bahwa  seseorang  lelaki
mengawini anaknya dengan lelaki lain, dengan syarat ia
menikahkan anaknya juga dengan dia, tanpa ada mahar
diantara keduanya".

Begitupun shighar itu, bisa jadi kawin dengan adik
perempuan lelaki A, dan si A kawin dengan adik
perempuan si B, dan begitulah seterusnya. Nikah
silang, tetapi dengan tanpa mahar.

Jadi larangan nikah shighar ini, disebbakan ketidak
adaan mahar. Kalau ada mahar, silahkan saja, no
problem.

Untuk perlu diketahui, Imam Khatib dan lainnya
mengatakan bahwa penafsiran tentang shighar bukanlah
dari perkataan Rasulullah , tetapi perkataan dari Imam
Malik., Bahkan Imam Syafi'i mengatakan yang diambil
dari kitab Al Ma'rifah oleh Imam Albaihaqi, saya tidak
tahu, apakah itu perkataan Malik, Nafi, dllnya. Dan
hadist ini ada juga dalam shahih Muslim, dari Abi
Hurairah.

Jadi pelarangan disana bukanlah karena perkawinan
silang atau sesuku, atau sepupu, tapi dikarenakan
ketidak ada maharani didalamnya, sementara Mahar
adalah syarat dalam pernikahan. Sepanjang mahar ada,
maka silahkan, dan itu bukan lagi dinamakan nikah
shighar, tetapi nikah yang dibolehkan, atau
dihalalkan.

Mohon dalam melihat sebuah hadist, kita harus fahami
secara lengkap dan lihat pejelasannya dalam syarah
kitab tersebut.

Ini yang pertama:
Yang kedua: Rasulullah menganjurkan agar kita kawin
dengan orang jauh, agar terjalin silaturrahmi yang
banyak, namun itu hanyalah sebatas anjuran, bukan
kewajiban karena pada dasarnya, rasulullah menikah
dengan karib kerabat, dan menikahkan anaknya Siti
Fatimah dengan Imam Ali, yang merupakan juga sepupu,
serta menikahkan Imam Utsman dengan kedua anaknya,
serta Hasan cucu Rasulullah, menikahkan anaknya dengan
anak adiknya Husain yang bernama Fatimah Annabawiyah,
jadi kawin sepupu juga, dan hal semacam ini sangat
banyak terjadi pada keluarga Rasulullah.

Hanya saja anjuran menikah dengan karib jauh itu,
bukan berarti adanya pelarangan kawin dengan kerabat
dekat, sesuku, ataupun sepupu. Sekali lagi, larangan
itu yang salah dalam agama, karena agama
membolehkannya, atau menghalalkannya.

Kalau mau dianjurkan silahkan saja, dan jangan memakai
dalil larangan kawin sesuku atau sepupu dengan dalil
agamapun. Kalau kita berdalil sebagaimana kaedah ushul
fiqh, Al aadah Muhakkamah", atau sepanjang tidak ala
larangan hukumnya boleh-boleh saja, atau memakai dalil
nikah shighar ini. Karena dalam hal ini salah
memahaminya. Nikah shighar itu, bukan itu maksudnya,
pelarangan ini sekali lagi, karena tidak adanya Mahar,
kalau ada mahar, boleh saja nikah silang.
Semoga da Zul Amri bisa memahaminya, begitupun yang
lain.

Saya cuma heran saja, selain kenapa sampai dilarang,
kenapa tidak hanya sekedar menganjurkan agar kawin
jauh saja, demi perbaikan keturunan kek(spt niat saya
dulu, lumayan jalan ke LN dan lumayan perbaikan
keturunan, lumayan segala2nya(hahahaha), menambah
wawasan dan silaturrahmi kek, pokonya apa aja deh,,
jangan melarang, sementara agama membolehkan, slogan
kita itu ABSSBK. Benarkah kita sudah ber ABSSBK?

Kalau mau larang sih, silahkan saja, berarti kita ngak
pas antara slogan dan realita. Jadi Ngak tepat
ABSSBKnya. itu sih.

Soalnya berat sekali, kalau kita mensandarkan sesuatu
dengan agama, sementara berbeda kenyatannya. Khawatir
terkena firman Allah Ta'ala: Betapa besar dosa orang
yang mengatakan sesuatu sementara ia tidak
melakukannya" Kita katakan adat kita landasannya
adalah syara, sementara perilaku dan adat itu sendiri
tidak berlandasan syara.

Wassalamu'alaikum. Rahima
--------------------------------------------------------------
Website: http://www.rantaunet.org
=========================================================
* Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi 
keanggotaan,
silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting
* Posting dan membaca email lewat web di
http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages
dengan tetap harus terdaftar di sini.
--------------------------------------------------------------
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan Reply
- Besar posting maksimum 100 KB
- Mengirim attachment ditolak oleh sistem
=========================================================

Kirim email ke