Tolong dibaca aturan di footer dibawah
--------------------------------------

02 Nov 06 21:50 WIB
Konsep Maaf Dalam Al-Quran 
WASPADA Online

 
Oleh Drs. Achyar Zein, M.Ag 
Kata 'maaf' dijumpai dalam al-Qur'an sebanyak 31 kali
yaitu dalam Q.S. Al-Baqarah 52, 109, 178, 187, 219,
237, 286, Ali 'Imran 134, 152, 155, 159, Al-Nisa' 43,
99, 149, 153, Al-Ma'idah 13, 15, 95, 101, Al-A'raf 95,
199, Al-Tawbah 43, 66, Al-Hajj 60, Al-Nur 22, Al-Syura
25, 30, 34, 40, Al-Mujadalah 2 dan Al-Taghabun 14. 

Banyaknya pernyataan 'maaf' dalam al-Qur'an ini
menunjukkan bahwa persoalan maaf termasuk ke dalam
kategori yang sangat penting karena menyangkut
hubungan manusia dengan Allah dan juga sesama manusia.
Melalui 'maaf' ini diharapkan adanya nuansa baru untuk
menumbuhkan spirit membangun kembali kebaikan-kebaikan
yang sudah tercemari dengan kesalahan-kesalahan. 

Pernyataan 'maaf' dalam al-Qur'an ini adakalanya
berkaitan dengan Allah dan juga dengan manusia. Adapun
yang berkaitan dengan Allah seperti sifat-Nya Yang
Pemaaf, status, kategorisasi, bentuk dan alasan.
Sedangkan yang berkaitan dengan manusia dapat ditandai
dengan perintah untuk memaafkan, permohonan maaf
manusia kepada Allah, urgensi memaafkan kesalahan
orang lain dan sebagainya. 

Pada sisi lain kata 'maaf' dalam al-Qur'an didapati
juga secara mandiri tanpa dikaitkan kepada Allah dan
juga kepada manusia. Dalam tataran ini maka kata
'maaf' dimaksud lebih tepat dipahami sebagai arti
bahasa (lughawi) dari kata 'maaf' itu sendiri yaitu
menghapus daftar kesalahan-kesalahan orang lain. 

Mengingat banyaknya persoalan yang berkaitan dengan
'maaf' sebagaimana yang telah diungkapkan oleh
al-Qur'an maka tulisan ini hanya dibatasi kepada
hubungan antara yang terzalimi dan yang menzalimi.
Alasan menukikkan persoalan ini karena adanya kesan
bahwa terdapat perbedaan antara pernyataan al-Qur'an
dengan prilaku yang selalu diperbuat oleh manusia. 

Penekanan al-Qur'an Tentang Maaf 
Hal yang sangat menarik dari pernyataan al-Qur'an
tentang 'maaf' adalah tidak adanya perintah untuk
meminta maaf kepada orang-orang yang sudah terzalimi
kecuali yang berkaitan dengan hubungan manusia kepada
Allah. Sebaliknya perintah al-Qur'an adalah menyuruh
orang-orang yang terzalimi untuk memaafkan kesalahan
orang-orang yang menzaliminya tanpa syarat. 

Penegasan ini pada prinsipnya ingin mengemukakan bahwa
kunci utama persoalan maaf ada pada pihak yang
terzalimi bukan pada yang menzalimi karena nilai-nilai
kerugian baik yang berkaitan dengan material maupun
moral tetap saja ada pada pihak yang terzalimi.
Prinsip lain yang ingin ditonjolkan pada tataran ini
yaitu keinginan mengemukakan nilai-nilai kemuliaan
dimana yang memaafkan dianggap jauh lebih mulia
daripada yang meminta maaf. 

Perintah al-Qur'an ini terkesan agak kontras bila
dibanding dengan kebiasaan yang lazim dilakukan oleh
kebanyakan manusia. Praktek yang selalu dilakukan pada
umumnya adalah bahwa yang berbuat salah selalu
diperintahkan untuk meminta maaf kepada orang-orang
yang dizaliminya terlebih lagi jika yang berbuat salah
adalah bawahan kepada atasan dan jarang sekali ada
yang memerintahkan kepada yang terzalimi untuk
memaafkan. 

Ada dua hal yang sangat menarik untuk dianalisis dari
pernyataan al-Qur'an ini. 

Pertama, adanya asas kelumrahan bahwa yang berbuat
salah sudah lazim meminta maaf atas kesalahan yang
dilakukannya kepada pihak lain sehingga al-Qur'an
menganggap hal dimaksud tidak perlu diperintahkan
lagi. 

Kedua, al-Qur'an menganggap bahwa yang paling penting
untuk diurusi adalah pihak yang terzalimi karena
dengan maaf yang diberikannya maka persoalan akan
selesai. 

Menurut hemat penulis kategori yang kedua ini lebih
mendekati realitas karena kunci persoalan ada pada
yang memaafkan sekalipun yang bersalah belum meminta
maaf. Kemudian ditinjau dari segi bobot maka memaafkan
kesalahan orang lain jauh lebih berat bila dibanding
dengan hanya sekadar meminta maaf dan karenanya
mengurusi orang-orang yang memaafkan terkesan lebih
penting dari pada yang meminta maaf. 

Berdasarkan kategori kedua ini maka dapat dipahami
bahwa memaafkan kesalahan orang lain termasuk ke dalam
sifat yang sangat terpuji karena yang bersangkutan
adalah yang teraniaya dalam konteks ini. Sebaliknya
bagi yang meminta maaf adalah sebagai pihak yang
diuntungkan dan karenanya permintaan maaf yang
dilakukannya tidak termasuk ke dalam persoalan yang
pelik. 

Memaafkan kesalahan orang lain baik dipinta ataupun
tidak dipinta adalah sebagai gambaran penghayatan
terhadap sifat Allah Yang Maha pemaaf, namun terdapat
sedikit perbedaan bahwa maaf yang ada pada Allah harus
terlebih dahulu dimohonkan oleh manusia sebaigaimana
yang terdapat dalam Q.S. al-Baqarah ayat 286. Pada
tataran ini yang memberi maaf berada pada posisi yang
sangat menentukan dan oleh karena itu memberi maaf
jauh lebih mulia dari yang meminta maaf terlebih lagi
bila dilakukan tanpa syarat. 

Adapun yang dimaksud dengan maaf yang bersyarat dalam
tulisan ini adalah bahwa pihak yang terzalimi dapat
memaafkan kesalahan saudaranya bilamana yang
bersangkutan datang meminta maaf atau memberikan
imbalan-imbalan sebagai tebusan. Cara seperti ini
tidak dapat ditolerir sekalipun alasannya adalah untuk
mendidik agar yang melakukan kesalahan 'kapok' dengan
tidak mengulanginya pada kesempatan yang lain. 

Alasan yang seperti ini terkesan bertolak belakang
dengan prinsip al-Qur'an karena menurutnya bahwa
mendidik orang-orang yang meminta maaf seharusnya
dilakukan setelah maaf diberikan. Hal ini dapat
dilihat dalam Q.S. al-A'raf ayat 199 yang artinya
"jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan
yang ma'ruf serta berpalinglah daripada orang-orang
yang bodoh". 

Ayat ini memberikan kesan bahwa pasca pemberian maaf
maka yang dimaafkan diperintah untuk mengerjakan
hal-hal yang baik yang salah satunya tidak mengulangi
lagi kesalahan yang sudah pernah dilakukannya. Dengan
demikian dapat dipahami bahwa pemberian maaf
seharusnya diiringi dengan nasihat-nasihat agar yang
bersangkutan benar-benar menyadari kekeliruannya. 

Ekses yang dapat dirasakan dari prilaku yang seperti
ini adalah munculnya rasa penyesalan yang mendalam
bagi orang-orang yang melakukan kesalahan sehingga
pemberian maaf yang diterimanya dapat menyentuh lubuk
hatinya yang paling mendalam. Sebaliknya apabila
pengajaran dilakukan pra maaf maka dikhawatirkan yang
bersangkutan tidak dapat menerima maaf dengan ikhlas
dan bahkan dapat pula menimbulkan dendam yang tidak
berkesudahan karena merasa dirinya telah dipermainkan.


Penutup 
Format yang dijarkan al-Qur'an di atas lebih
menekankan kepada persoalan psikologis agar
masing-masing pihak baik yang terzalimi maupun yang
menzalimi kembali kepada titik nol tanpa mengutak-atik
lagi kesalahan yang sudah lampau. Oleh karena itu
melalui kemaafan ini diharapkan agar masing-masing
pihak dapat belajar dari kejadian yang sudah lalu guna
menapak masa depan yang lebih panjang karena
ketidakmauan memaafkan kesalahan orang lain tidak akan
pernah menimbulkan manfaat. 

* Dosen Fak. Tarbiyah IAIN-SU Pengurus El-Misyka
Circle 

 


__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

--------------------------------------------------------------
Website: http://www.rantaunet.org
=========================================================
* Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi 
keanggotaan,
silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting
* Posting dan membaca email lewat web di
http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages
dengan tetap harus terdaftar di sini.
--------------------------------------------------------------
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply.
- Posting email, DITOLAK atau DIMODERASI oleh system, jika:
1. Email ukuran besar dari >100KB.
2. Email dengan attachment.
3. Email dikirim untuk banyak penerima.
================================================

Kirim email ke