Tolong dibaca aturan di footer dibawah
--------------------------------------


dutamardin umar <[EMAIL PROTECTED]> wrote:   Date: Wed, 27 Dec 2006 19:18:57 
-0500
From: "dutamardin umar" <[EMAIL PROTECTED]>
To: PulangBasamo <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: Pulang Basamo Angku Bondan


Tulisan ini disadur dari Suara Pembaruan Daily, 8/12/06

Jalan Sutra
Pulang Basamo Angku Bondan
oleh: Bondan Winarno


Pulang.

Pulanglah, Nak.

Kapan saja

kau rasa sepi.


Puisi di atas saya kutip dari buku berjudul Pulang tulisan Happy Salma
yang baru saja terbit. Sungguh menyentuh!

Tetapi, bukan karena rasa sepi bila saya kemudian melakukan perjalanan
ke Padang dan Bukittinggi akhir pekan lalu. Saya sungguh me- rindukan
ranah Minang nan elok - tempat saya pernah dibesarkan puluhan tahun
yang silam.

Perjalanan kali ini "ditemani" 23 warga Jalansutra yang memang ingin
jalan-jalan dan makan-makan ke berbagai kota di Sumatera Barat.
Dikomandani oleh Andrew Mulianto dan Irvan Kartawiria, serta dibantu
oleh Christine Bawole, perjalanan yang memakai "sandi operasi" Pulang
Basamo Angku Bondan ini berlangsung selama empat hari. Beberapa
"veteran" JS-ers yang pernah mengikuti berbagai wisata kuliner
sebelumnya, tampak ikut lagi dalam perjalanan kali ini, seperti:
Wibowo serta anaknya Pandito, Lorentia, Sienny yang kali ini malah
memboyong ibu dan dua saudaranya, serta Siska yang khusus datang dari
Medan untuk bergabung.

Keterlambatan penerbangan menuju ke Padang rupanya malah membuat
peserta seperti "kesetanan". Maklum, kami baru makan siang menjelang
pukul lima sore di Rumah Makan "Pagi Sore" yang legendaris itu. "Pagi
Sore" adalah masakan Padang yang khas, karena rumah makan itu sendiri
dimiliki oleh seorang warga keturunan Tionghoa yang sudah
turun-temurun menjalani usaha ini. (Catatan: "Pagi Sore" Padang tidak
ada kaitannya dengan "Pagi Sore" Palembang yang kini sudah buka cabang
di Jakarta).

Andrew yang jadi jurubayar sontak kaget ketika melihat bon yang
menunjukkan bahwa 75 potong ayam goreng telah ludes diganyang oleh 24
orang. "Ini doyan apa lapar?" pikirnya. Ayam kampung goreng "Pagi
Sore" memang luar biasa. "Kelihatannya mah polos-polos ajah, tetapi
ternyata rasanya betul-betul mantap dan gurih, dengan rasa asin yang
seimbang. Saking seudeupnyah, saya sampai membayangkan nonton film di
gedung bioskop sambil ngemil ayam goreng ini," kata Irvan.

"Pagi Sore" juga terkenal dengan "sambal orang miskin" yang khas.
Disebut demikian karena semua bahannya belum masak di pohon. Cabenya
masih hijau, tomatnya masih hijau, tekokaknya masih muda, bahkan
jengkol yang dipakai pun khusus yang masih kecil-kecil. Semuanya
diaduk ke dalam minyak panas tumisan teri. Wuiiih . . .

Dalam perjalanan ini, panitia memang ingin membuktikan bahwa not all
nasi padang are created equal. "Pagi Sore" dipilih karena dia mewakili
gagrak masakan padang yang diolah dengan sentuhan Tionghoa. Sajian
"Pagi Sore" sangat mirip dengan rumah makan serupa di Jakarta, bernama
"Pondok Jaya". Ada sentuhan ke-Tionghoa-an yang membuat masakan mereka
bernuansa lain. Secara visual saja sudah tampak bedanya, yaitu memakai
sendok bebek untuk mengambil lauk.

Malam pertama di Padang dilewatkan dengan makan malam di RM "Tanpa
Nama" dan "Martabak Kubang Hayuda". Yang disebut terakhir membuat mata
kami semua terbelalak. Begitu banyaknya pesanan martabak telur,
sehingga sekaligus menggoreng belasan martabak di wajan datar yang
super besar. Martabak gurih berkulit renyah ini didampingi teh talua
alias teh telur.

Teh telur di "Martabak Kubang Hayuda" agak berbeda dengan yang
disajikan secara tradisional. Di MBK, telur ayam kampung dikocok
dengan blender sampai mengembang. Dengan cara ini, ketika dituang teh
panas, semua partikel telur yang sudah mengembang itu terpapar dengan
air mendidih yang membuatnya matang. Untuk menyingkirkan aroma amis,
disediakan juga seiris limau atau jeruk nipis.

Di warung-warung tradisional, teh telur disajikan dengan cara yang
lebih garang - mirip Uji Nyali. Telurnya cuma dikocok sebentar dengan
sendok, lalu dituangi teh panas. Ketika disajikan, bentuk dan bau
telurnya masih teramat jelas, sehingga yang tidak terbiasa makan telur
mentah pasti akan berpikir tujuh kali sebelum menyeruputnya.

Keesokan paginya, kami memilih untuk tidak sarapan di hotel, melainkan
pergi ke kedai kopi di Jalan Niaga. Di kawasan Pecinan ini suasananya
memang mirip Glodok di awal abad ke-20. Kedai kopi yang menjadi
sasaran adalah "Nanyo". Tetapi, apo dayo, ternyata kedai itu tutup
berhubung renovasi. Kami harus puas dengan the second best yang ada di
ruas jalan itu.

Jangan buruk sangka! Sekalipun di kawasan Pecinan, tetapi pengunjung
kedai-kedai kopi di sini kebanyakan memang warga pribumi. Kopi hitam
manis di sini juga disebut sebagai "kopi o" - seperti tradisi di
Malaysia. Kebanyakan penduduk asli lebih suka minum kopi susu. Maklum,
di masa lalu kopi susu adalah satu kemewahan di negeri ini.

Selain cakwe, bubur kacang, dan berbagai minuman lain, setiap kedai
kopi juga berkolaborasi dengan berbagai penjual makanan yang mangkal
di depan. Ada penjual pical (pecel), mi rebus, kwetiau goreng, dan
ketupat sayur. Sayangnya, saya tidak menemukan penjual ketan - menu
sarapan khas yang saya ingat di masa kecil. Dulu, ketan kukus bertabur
parutan kelapa dibungkus daun merupakan sarapan yang paling populer.
Lauknya adalah pisang goreng tepung atau talas goreng tepung. Mantap!

Setelah sarapan, kami meneruskan perjalanan dengan bus wisata menuju
Danau Maninjau. Melintasi Teluk Bayur yang indah sambil mendendangkan
lagu Teluk Bayur yang dulu dipopulerkan oleh Ernie Djohan, kami terus
melaju ke Nagari Kinari, sebuah desa kecil di dekat Padangpanjang.

Kunjungan ke Kinari (artinya: kini hari, sekarang) ini sungguh
merupakan salah satu "puncak atraksi" dalam perjalanan kami. Kinari
adalah sebuah desa yang mungkin berpopulasi rumah gadang paling banyak
di ranah Minang. Rumah-rumah tradisional nan bagonjong itu semuanya
tampak terawat rapi.

Kami disambut oleh warga kampung untuk naik ke salah satu rumah, dan
makan siang bersama. Asli home cooking yang dimasak oleh ibu-ibu
kampung. Menunya: rendang, ikan asam padeh, biliah (ikan bilis)
goreng, ayam goreng, pical, dan lain-lain. Bilis adalah ikan
kecil-kecil yang endemik di Danau Singkarak, tak jauh dari Kinari. Di
Danau Maninjau juga ada ikan bilis, tetapi sedikit berbeda dari yang
di Singkarak. Di Danau Maninjau ada ikan kecil halus yang disebut
rinuak, mirip dengan ikan nike di Danau Tondano, Sulawesi Utara.

Ikan asam padeh-nya sangat segar, dengan "tendangan" yang sedikit
mirip dengan kuah sarden dalam kaleng. Tetapi, hidangan yang unik
siang itu adalah justru dessert yang berupa pisang pangek, dimakan
dengan ketan kukus. Pisang kepok dimasak dengan bumbu pangek yang mem-
buatnya sangat gurih. Saya malah menyantapnya sebagai appetizer, agar
lidah belum tercemar dengan pedasnya sambal dan gurihnya rendang.

Sebelum makan siang, beberapa di antara kami sempat melaksanakan
ibadah shalat Jumat di masjid kampung bersama warga. Setelah makan
siang, kami disambut dengan upacara adat. Kami berbaris menuju tanah
lapang, diiringi alunan musik talempong yang dimainkan empat orang
warga. Di depan kami, rombongan warga kampung mengarak seorang anak
daro (pengantin putri) yang membawa carano berisi sirih pinang bagi
kami.

Setelah berbalas pantun, sebagai Kepala Suku saya wajib menerima sirih
pinang yang disajikan. Ah, seumur hidup baru sekali itu saya mengunyah
sirih pinang. Untung saja yang menawarkan gadis cantik, sehingga saya
berhasil lulus ujian Fear Factor itu.

Di bawah terpal yang digelar, kami duduk menyaksikan berbagai atraksi
yang dipersembahkan warga Nagari Kinari. Ada silat, ada tari piring.
Semuanya tersaji alamiah dengan setting yang alamiah pula.

Ah, bukan saja saya dipersandingkan dengan seorang anak daro di
Kinari, para peserta muhibah ini juga memberi gelar kehormatan kepada
saya. Tentu saja tidak sah, karena kami tidak sempat menyembelih sapi.
Mau tahu apa gelar baru yang diberikan warga Jalansutra kepada Kepala
Suku mereka? Angku Bondan Rajo Makan bagala Datuak Nan Tau Raso
(Tuanku Bondan Si Raja Makan bergelar Datuk yang Paham Selera).

Onde mande, ado-ado sajo! *

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
You received this message because you are subscribed to the Google Groups 
"PulangBasamo" group.
To post to this group, send email to [EMAIL PROTECTED]
To unsubscribe from this group, send email to [EMAIL PROTECTED]
For more options, visit this group at 
http://groups.google.com/group/pulangbasamo?hl=en
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---




Sukseskan Pulang Basamo 2008
visit: www.west-sumatra.com
--------------------------------------------------------------
Website: http://www.rantaunet.org
=========================================================
* Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi 
keanggotaan,
silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting
* Posting dan membaca email lewat web di
http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages
dengan tetap harus terdaftar di sini.
--------------------------------------------------------------
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply.
- Posting email, DITOLAK atau DIMODERASI oleh system, jika:
1. Email ukuran besar dari >100KB.
2. Email dengan attachment.
3. Email dikirim untuk banyak penerima.
================================================

Kirim email ke