Pada tanggal 07/02/16, Nofend St. Mudo <[EMAIL PROTECTED]> menulis: > Dulu lai sempat SMS-SMS, tapi nomor uda wak ko hilang, antah lai masih > aktif atau indak lai uda ko di Palanta. > ======================= > > Siapakah Kini yang Menyimpan Naskah Asli Tuanku Imam Bonjol? > Suryadi > > Dosen dan peneliti pada Dept. of Languages and Cultures of Southeast > Asia and Oceania Leiden University, Belanda > ([EMAIL PROTECTED]) > > Tulisan ini pernah diterbitkan di Singgalang, 3 & 6 Desember 2006 dan > Ranah Minang.Net, 4 Oktober 2006; kemudian dimuat disini atas izin > dari penulisnya. > > Sampai sekarang sudah banyak publikasi ilmiah mengenai Perang Paderi, > di antaranya studi Muhammad Radjab (1958), Christine Dobbin (1983), > dan Rusli Amran (1981, 1985), belum lagi puluhan artikel yang terbit > di berbagai jurnal ilmiah terbitan dalam dan luar negeri. Studi-studi > tersebut banyak merujuk kepada sumber-sumber primer yang umumnya > ditulis oleh pemimpin-pemimpin militer, komandan-komandan lapangan, > dan juga pegawai swasta kolonial Belanda yang, langsung atau tidak, > pernah terlibat dalam Perang Paderi. > > Ini dapat dikesan, misalnya, dalam publikasi terbaru mengenai Perang > Paderi oleh sejarawan militer G. Teitler: Het Einde van de > Padrie-oorlog Het beleg en de vermeestering van Bonjol, 1834-1837; Een > Bronnenpublicatie [Akhir Perang Paderi. Pengepungan dan Perampasan > Bonjol 1834-1837; sebuah publikasi sumber] (Amsterdam: De Bataafsche > Leeuw, 2004) yang mengungkapkan 4 sumber primer mengenai perang > tersebut, yaitu: "De Luitenant Generaal, Kommissaris Generaal van > Nederlandsche-Indië J. van den Bosch aan den Luitentant Kolonel > Adjudant J.H.C. Bauer bij aankomst te Padang, den 13 October 1833, > no.354" (hlm.23-25); "Over het attaqueren van versterkte linien en > kampongs" (hlm.27-39); "Rapport omtrent den staat van zaken ter > Westkust van Sumatra in Januari 1836 ingediend door de 1e Luitenant > Adjudant Steinmetz, hem opgedragen bij besluit van den kommandant van > het leger, 13 november 1835 no.4" (hlm.41-56), dan; "Journaal van de > expeditie naar Padang onder de Generaal-Majoor Cochius in 1837 > Gehouden door de Majoor Sous-Chief van den Generaal-Staf Jonkher > C.P.A. de Salis" (hlm.59-183). > > Yang kurang diketahui selama ini adalah bahwa ada beberapa sumber > primer mengenai Perang Paderi yang ditulis oleh orang Minang sendiri > yang terlibat langsung dalam perang tersebut. Walaupun indegenous > sources ini agak kurang populer dibanding sumber-sumber Barat, nilai > historisnya jelas amat tinggi: sumber-sumber pribumi tersebut dapat > dijadikan rujukan bandingan bagi sumber-sumber Barat yang cenderung > militaire minded. Lebih jauh lagi, kita bisa melihat perbedaan > persepsi dan sudut pandang antara orang Minang sendiri dan orang > Belanda melihat peristiwa Perang Paderi. > > Salah satu sumber pribumi yang penting mengenai Perang Paderi adalah > Naskah Tuanku Imam Bonjol. Sumber lainnya adalah Surat Keterangan > Syekh Jalaluddin karangan Fakih Saghir (lihat transliterasinya oleh E. > Ulrich Kratz dan Adriyetti Amir, DBP, Kuala Lumpur, 2002) dan Memorie > van Toeankoe Imam (De Stuers 1850, Vol. II:221-40,243-51). > > Naskah Tuanku Imam Bonjol (TIB) ini telah hilang sejak tahun 1991 > (lihat Kompas, 22 November 2005). Dalam artikel ini saya ingin > menguraikan sejarah naskah TIB, dan proses "penghilangannya" oleh > oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab di Sumatra Barat, sekaligus > memohon kepedulian masyarakat pencinta naskah Nusantara untuk > menemukan kembali naskah yang memilki nilai sejarah yang amat tinggi > itu. > > Keberadaan naskah TIB pertama kalinya dilaporkan oleh Ph. S. van > Ronkel dalam artikelnya "Inlandsche getuigenissen aangaande de > Padri-oorlog" [Kesaksian Primbumi mengenai Perang Paderi] dalam jurnal > De Indische Gids 37 (II) (1915): 1099-1119, 1243-59. Van Ronkel > menyebutkan bahwa ia telah menyalin satu naskah yang berjudul Tambo > Anak Tuanku Imam [Bonjol] yang tebalnya 318 halaman; naskah aslinya > dipegang oleh Khatib Nagari di Bonjol. Sayang sekali salinan naskah > TIB yang diusahakan Van Ronkel itu tidak ketahuan pula dimana > sekarang. Naskah itu tidak tercantum dalam katalog-katalog naskah > Melayu/Minangkabau di Belanda. > > Tahun 2004 Pusat Pengkajian Islam dan Minangkabau (PPIM) di Padang > menerbitkan transliterasi naskah TIB yang dikerjakan oleh Sjafnir Aboe > Nain. Judulnya: Naskah Tuanku Imam Bonjol. Penerbitan buku itu patut > disambut gembira, tetapi sekaligus juga memunculkan kembali pertanyaan > tentang "hilangnya" naskah asli TIB. > > Dalam "kata Pengantar" bukunya itu, Sjafnir menyebutkan bahwa naskah > TIB ditulis dengan huruf Arab Melayu oleh anak Tuaku Imam Bonjol, > Naali Sutan Caniago (yang pernah menjadi tuanku laras tahun 1872-1876) > dan saudaranya, Haji Muhammad Amin—keduanya ikut terlibat dalam Perang > Paderi. Selanjutnya dikatakan bahwa bagian pertama naskah ini (sampai > hlm.191) berisi catatan-catatan Tuanku Imam Bonjol sendiri. > Catatan-catatan itu dikumpulkan oleh Naali dan Muhammad Amin yang ikut > dibuang bersama Tuanku Imam Bonjol ke Ambon dan kemudian ke Menado, > lalu mereka menambahkannya dengan tulisan mereka sendiri (bagian > kedua), sehingga menjadi naskah asli TIB. Bagian kedua itu berisi > pengalaman Naali sendiri setelah tunduk kepada Belanda sampai ia > diangkat menjadi laras alahan Panjang. Bagian ketiga (terakhir) berisi > keputusan rapat tentang peralihan dari hukum adat kepada hukum sipil > di Sumatra Barat (Sjafnir, 2004: xi-x). Jadi, logis kalau ada dua > versi nama naskah ini: Naskah Tuanku Imam Bonjol dan Tambo Anak Tuanku > Imam seperti disebut Van Ronkel, karena catatan-catatan dari Tuanku > Imam Bonjol sendiri kemudian ditambahkan oleh anaknya Naali Sutan > Caniago. > > Sjafnir tidak menyebutkan apakah transliterasi naskah TIB dalam > bukunya itu didasarkan atas naskah aslinya atau fotokopinya. Juga > tidak ada penjelasan apapun dari Sjafnir bagaimana dan dari mana ia > mempeoleh naskah itu. Ini agak menyalahi kaedah penelitian filologi. > Juga tidak ada penjelasan apakah Sjafnir mentransliterasikan naskah > TIB berdasarkan yang aslinya atau salinan/fotokopinya. Pun tidak > disebutkan darimana ia memperolehnya. > > Penelusuran yang saya lakukan bersama Jeffrey Hadler (asisten > Professor University of California, Berkeley), Yasrul Huda (Dosen IAIN > Imam Bonjol Padang), dan Yusmarni Djalius (Dosen Universitas Andalas) > mengenai raibnya naskah asli TIB menemukan fakta-fakta sebagai > berikut: > > Pada 28 April 1983 surat kabar Haluan di Padang menurunkan satu berita > berjudul: "Pemda Sumbar bentuk tim khusus untuk teliti masalah > keabsahan sejarah Imam Bonjol". Waktu itu terjadi polemik mengenai > sejarah Tuanku Imam Bonjol yang dipicu seorang penulis bernama Yusuf > Abdullah Puar. Orang ini berpendapat bahwa yang dimakamkan di Menado > bukanlah Tuanku Imam Bonjol yang sebenarnya. Gubernur Sumbar Azwar > Anas membentuk tim khusus untuk meneliti keabsahan sejarah Tuanku Imam > Bonjol. Tim itu terdiri dari unsur Departemen Pendidikan dan > Kebudayaan, Depsos, Hankam, dll. > > Dalam rangka mencari kebenaran tentang sejarah Tuanku Imam Bonjol, > utusan keluarga Tuanku Imam Bonjol, Ilyas St. Caniago, beserta seorang > anggota keluarga lainnya, datang menghadap Gubernur Sumbar, Azwar > Anas, untuk menyerahkan naskah asli TIB. (Menurut Ali Usman Datuak > Buruak, kemenakan M. Ilyas St. Caniago yang diwawancarai oleh Jeffrey > Hadler dan Yusmarni Djalius di Bonjol [8-7-2006], M. Ilyas St. Caniago > ketika menghadap Gubernur Azwar Anas didampingi oleh seorang familinya > yang menjadi guru SD di Indarung). M. Ilyas St. Caniago didampingi > oleh Safnir Aboe Nain yang waktu itu menjadi staf Permuseuman, Sejarah > dan Kepurbakalaan (PSK), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi > Sumatra Barat (Sumbar). Gubernur Azwar Anas, yang didampingi oleh > Asisten II Sekwilda Akniam(?) Syarif, Kabiro Bina Mental Spiritual > Drs. H. Thamrin, dan Kabiro Humas Zainal Bakar, SH. menerima M. Ilyas > St. Caniago di ruang kerjanya tanggal 27 April 1983. Ia menyerahkan > satu bukti otentik mengenai kepahlawanan Tuanku Imam Bonjol kepada > Azwar Anas, yaitu naskah asli TIB. M. Ilyas St. Caniago (yang waktu > itu sudah berumur 72 tahun) adalah seorang pensiunan ABRI yang tinggal > di Medan (di Jalan Sukaria no. 109, Kelurahan Sidorejo). Rupanya ia > pulang kampung dan mengambil naskah TIB yang disimpan keluarganya di > Bonjol dan menyerahkannya kepada Pemda Sumbar. > > Haluan (28-4-1983) menulis: "M. Ilyas, mengatakan naskah Tuanku Imam > Bonjol ini sedianya akan diserahkan [kepada Pemda Sumbar] sejak > beberapa waktu lalu, tetapi karena kesulitan hubungan dan berbagai > halangan lainnya, baru kini dapat diserahkan untuk dapat disimpan oleh > Pemda bagi kepentingan sejarah" . Selanjutnya dikatakan: " Sejak 26 > Mei 1966, naskah [asli TIB] dipinjam oleh salah seorang kenalan > [Ilyas], TZ. Anwar dan dijemput 14 Juni 1976 ke Jakarta oleh menantu > M. Ilyas, Usman St. Pangeran. M. Ilyas sendiri adalah turunan kelima > dari Tuanku Imam Bonjol dengan istrinya Balun Ameh". > > Bagian terakhir berita Haluan itu menyebutkan: "Naskah Tuanku Imam > Bonjol ini, sekarang sudah ada yang dialihtuliskan kepada tulisan > latin oleh Drs. Sjafnir AN [Aboe Nain] dari bidang PSK Kanwil Dep. P & > K Sumbar dan diperbanyak dalam bentuk stensilan serta kulit luarnya > dicetak". > > Gubernur menerima naskah [asli TIB] itu melalui Kabiro Bina Mental > Spiritual drs. H. Thamrin dan untuk sementara disimpan pada Bank > Indonesia [Cabang Padang] menjelang diserahkan kepada Museum Negeri > [Adityawarman] di Padang". (kursif oleh Suryadi). > > Dengan demikian, jelas bahwa baru pada bulan April 1983 naskah asli > TIB berpindah ke Pemda Sumatra Barat. Namun, rupanya sebelum itu > Sjafnir Aboe Naim, staf PSK Kanwil Dep. P& K Sumbar waktu itu, rupanya > telah mentrasliterasikan naskah TIB. Menurut Jeffrey Hadler (email, > 24-7-2006) transliterasi Sjafnir Aboe Nain itu diterbitkan Komite > Pembangunan Museum Imam Bonjol pada tahun 1979. Kurang jelas apakah > transliterasi itu dikerjakan Sjafnir di Bonjol (artinya naskah asli > TIB tidak dibawanya keluar Bonjol) atau ia memfotokopinya (kemungkinan > terakhir ini kecil mengingat tahun 1979 mesin fotokopi mungkin masih > sulit ditemukan di Bonjol). Saya sependapat dengan Jeffrey Hadler > bahwa transliterasi naskah TIB yang muncul di buku Sjafnir terbitan > PPIM (2004) berasal dari transliterasi yang sudah dikerjakannya sejak > tahun 1979 itu (ada banyak kesalahan yang tampaknya tidak dikoreksi). > > Fotokopi transliterasi Latin naskah TIB oleh Sjafnir Aboe Nain itu > antara lain dimiliki oleh budayawan Wisran Hadi, Museum Adityawarman, > Museum Imam Bonjol di Bonjol, Perpustakaan Pemda Sumbar, sejarawan > Jeffrey Hadler, dan seorang Malaysia bernama Abdur-Razzaq Lubis di > Penang. > > Naskah asli TIB terakhir kalinya muncul pada pameran naskah-naskah di > Festival Istiqlal I, Jakarta, 15 Oktober-15 November 1991. Rupanya > naskah itu dipinjamkan oleh Pemda Sumbar untuk dipamerkan dalam acara > tersebut. Naskah dibawa ke Jakarta oleh dosen IAIN Imam Bonjol Padang, > Rusydi Ramli, yang menjadi ketua Panitia Daerah Festival Istiqlal > untuk Propinsi Sumatra Barat. Rusydi Ramli sempat memfotokopi naskah > TIB atas izin Panitia Festival Istiqlal I (Rusydi Ramli, sms, > 23-7-2006). > > Dalam kesempatan ceramah di IAIN Imam Bonjol tgl. 10 Juli 2006, > Jeffrey Hadler memfotokopi lagi fotokopi naskah TIB milik Rusydi Ramli > itu sebanyak 4 rangkap: untuk Jeffrey Hadler, untuk Perpustakaan > Berkeley, untuk Datuak Buruak di Bonjol (yang sudah kehilangan naskah > asli TIB), dan untuk Yasrul Huda, dosen IAIN Imam Bonjol (Jeffrey > Hadler, email, 22-7-2006). Mungkin ada lagi beberapa orang kolega > Rusydi Ramli yang memfotokopinya. Saya sendiri kemudian memperoleh > fotokopi naskah TIB itu atas jasa baik Jeffrey Hadler. Dengan > memperbanyak fotokopi itu, setidaknya naskah TIB tentu makin aman dari > kepunahan. > > Menurut Rusydi Ramli, selesai dipamerkan di Festival Istiqlal I, > naskah TIB dibawa kembali ke Padang dan diserahkannya kepada Bagian > Pembinaan Sosial (Binsos) Pemda Sumbar. Ia mengatakan bahwa orang yang > bertanggungjawab menerima naskah TIB darinya ketika itu adalah > bendahara Gubernur Sumbar, Drs. Armyn An (sms, 24-7-2006). Drs. Armyn > An bersama Drs. H. Karseno, MS, H. Rajuddin Noeh, SH, Drs. Sjafnir > Aboe Nain, dan Djurip, SH. telah menulis satu buku yang berjudul > Naskah Tuanku Imam Bonjol yang diterbitkan Pemerintah Daerah Tingkat, > Sumatera Barat pada tahun 1992 (lihat tulisan Abdur-Razzaq Lubis > kepemimpinan tradisional suku Mandahiling dalam > http://www.mandailing.org/ mandailinge/columns/autonomy.htm). Ini > setidaknya mengindikasikan bahwa dua orang yang sejak semula telah > "mengurus" naskah TIB, yaitu Sjafnir Aboe Nain dan Drs. Armyn An, > mengetahui keberadaan naskah itu seusai dipamerkan dalam Festival > Istiqlal 1 di Jakarta tahun 19991. > > Dari fotokopi naskah TIB milik Rusydi Ramli terlihat bahwa kolofon > naskah ini begitu rumit karena banyak tambahan catatan oleh para > pembaca. Namun hal itu dapat dijadikan pedoman untuk melihat riwayat > resepsi aktif terhadap naskah TIB. Tanpa sadar telah 'mencemari' > keontentikan naskah, masing-masing pembaca telah menambahkan sendiri > catatan-catatan pada kolofon naskah TIB: ada nama Ahmad Marzoeki, "de > president vereeniging Bondjol". Orang ini telah membawa naskah asli > TIB ke Medan, seperti dapat dikesan dari catatan pada kolofonnya: > "didjilid dan dibaharoei koelitnja boekoe Tjeritera (Riwajat) Toeankoe > Imam ini di Medan pada November 1925". > > Juga ada nama Dawis [Dt. Madjolelo]: orang ini menerima naskah > catatan-catatan Tuanku Imam Bonjol dari Tuanku Bandro Sati, Kepala > Laras Bonjol, pada awal 1915. Dawis kemudian menjadi Camat Lubuk > Sikaping (Jeffrey Hadler, email 24-7-2006). Dawis dan Ahmad Marzoeki > kemudian menulis buku, Tuanku Imam Bondjol: Perintis Djalan ke > Kemerdekaan, Tjermin Kehidupan (Djakarta: Djambatan, 1951) yang sangat > mungkin berdasarkan pembacaannya terhadap naskah asli TIB. > > Sangat mungkin pula seorang yang bernama L. Dt. Radjo Dihoeloe telah > membaca naskah asli TIB, seperti dapat dikesan dari judul bukunya, > Riwajat dan Perdjoeangan Toeankoe Imam Bondjol sebagai Pahlawan Islam: > Disoesoen dari Tjatatan2 Poetra Beliau St. Tjaniago alm. (Medan: > Boekhandel Islamijah, 1939; cet ke-2, 1950). > > Ada pula kolofon yang tampaknya berasal dari masa yang lebih awal > lagi, tulisan tiga atau empat orang yang agak sulit dibaca karena > berasal dari tahun 1870-an (mungkin catatan dari tahun 1882 oleh > seorang pembaca; Haluan, 28-4-1983). Kemudian ada lagi catatan dari > pembaca tahun 1910-an, dan dari sejarawan/arkeolog Drs. Buchari tahun > 1978 (kurang jelas dimana Buchari membacanya). Catatan terbaru di > kolofon itu menyebutkan bahwa naskah aslinya diserahkan oleh ahli > waris Sutan Caniago yang berdiam di Medan (jelaslah bahwa yang > dimaksud penyerahan naskah TIB oleh M. Ilyas St. Caniago, yang memang > tinggal di Medan, kepada Pemda Sumbar pada 27 April 1983). > > Selanjutnya, ada keterangan bahwa naskah itu pernah difotokopi oleh > "Pucuk Pimpinan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) > Sumatera Barat (Ketua I)" atas nama Dato' Haji Djafri, DPTJ, DSN dan > Datuk Bandaharo Lubuk Sati pada tahun 1989 (Sepertinya Dato' Haji > Djafri, DPTJ, DSN nama yang berbau Malaysia; kurang jelas apa > hubungannya dengan LKAAM). Kolofon terakhir ini mengindikasikan bahwa > petinggi LKAAM (dalam hal Datuk Bandaharo Lubuk Sati) pernah pula > "menyentuh" naskah asli TIB setelah naskah itu berada di tangan Pemda > Sumbar. > > Jelaslah bahwa naskah TIB yang dipamerkan di Festival Istiqlal I 1991 > (dan kemudian difotokopi oleh Rusydi Ramli) memang asli. > > Kesimpulannya: sejak April 1983 sampai awal Oktober 1991 naskah asli > TIB berada dalam otoritas Pemda Sumbar. Sejak akhir November 1991 > naskah itu kembali masuk ke kantor Gubernur Sumbar (kalau naskah itu > sampai keluar dari otoritas Pemda Sumbar, dan berpindah ke tangan > orang lain, pastilah atas sepengetahuan Pemda Sumbar, kecuali jika ada > oknum dalam tubuh Pemda Sumbar atau orang luar yang bekerjasama dengan > oknum tersebut yang berusaha memiliki sendiri naskah ini untuk > kepentingan yang tidak kita ketahui). Naskah itu rupanya tidak pernah > diserahkan kepada Museum Negeri Adityawarman (seperti diberitakan > Haluan 28-4-1983), sebab Rusydi Ramli menyerahkannya kepada Pemda > Sumbar selesai dipamerkan di Festival Istiqlal 1 di Jakarta. Filolog > Zuriati sudah mendata sekitar 60 naskah yang tersimpan di Museum > Adityawarnan dan ia tidak menemukan naskah TIB di sana (sms, > 11-8-2006). Jika tempat penyimpanan naskah itu tetap di Bank Indonesia > Cabang Padang (Haluan, Ibid.), terutama setelah Festival Istiqlal I > (1991), maka sudah semestinya naskah itu diserahkan kepada Museum > Adityawarman atau Museum Imam Bonjol di Bonjol atau kepada ahli > warisnya Ali Usman Dt. Buruak di Bonjol. > > Dengan demikian, selama dalam otoritas Pemda Sumbar (1983-1991) paling > tidak ada empat orang yang tampaknya telah 'mengurus' naskah asli TIB: > Drs. H. Tahmrin, Sjafnir Aboe Nain (sebelum 1991), Rusydi Ramli dan > Drs. Armyn An (sesuai dengan keterangan Rusydi Ramli) (sejak 1991). > Untuk menelusuri keberadaan naskah asli TIB yang "hilang" itu, keempat > orang itu dapat dimintai keterangannya. Selain itu dapat juga diminta > keterangan dari Drs. Akniam(?) Syarif (mantan Asisten II Sekwilda > Sumbar), Zainal Bakar, SH. (mantan Kabiro Humas Pemda Sumbar, mantan > Gubernur Sumbar), dan mantan Gubernur Sumatra Barat, Azwar Anas Dt. > Rajo Sulaiman. Juga dapat dimintai keterangan Datuk Bandaharo Lubuk > Sati (dan Dato' Haji Djafri) dari LKAAM, dan guru SD Indarung yang > telah menemani M. Ilyas St. Caniago ketika menyerahkan naskah TIB > kepada Gubernur Sumbar, Azwar Anas. M. Ilyas St. Caniago sendiri tidak > mungkin dimintai lagi keterangannya karena sudah meninggal. > > Penelusuran selanjutnya adalah ke Bank Indonesia Cabang Padang: kapan > naskah asli TIB mulai disimpan di sana dan kapan diambil? Siapa yang > mengambilnya dan dari instansi mana orang itu? (Apakah benar naskah > asli TIB memang pernah disimpan disana?; apakah dari 1983-1991 naskah > itu disimpan di sana?). Apakah setelah dipamerkan di Festival Istiqlal > 1 Jakarta (1991), naskah TIB disimpan (lagi) di Bank Indonesia. Kalau > tidak, dimana Drs. Armyn An menyimpannya? Atau kepada siapa ia > menyerahkan naskah itu? Keterangan yang lebih lengkap dan jelas > tentang siapa persisnya yang memegang naskah asli TIB sebelum dan > sesudah dipamerkan di Festival Istoqlal Jakarta (1991) dapat > ditanyakan pula kepada Rusydi Ramli. > > Adalah tugas pemerintah, pihak universitas, museum, dan pihak-pihak > terkait lainnya untuk menyelamatkan naskah asli TIB. Penyelamatan > naskah ini masih mungkin diusahakan mengingat sebagian besar > tokoh-tokoh kunci yang mengetahui keberadaan naskah itu di Padang > selama periode 1982-1991 masih hidup, dan oleh karenanya masih mungkin > untuk diminta keterangannya. Mudah-mudahan naskah asli TIB yang amat > punya nilai sejarah itu belum berpindah ke negara lain. > > Penghilangan naskah kuno, apalagi disengaja (misalnya menjualnya > kepada pihak asing), adalah tindak kejahatan. Pelakunya dapat dijatuhi > hukuman. Namun, yang kita inginkan adalah agar naskah asli TIB dapat > diselamatkan, untuk kemudian dikembalikan kepada ahli warisnya. Atau > dengan persetujuan ahli warisnya, disimpan dengan baik di Museum > Tuanku Imam Bonjol di Bonjol atau di Museum Adityawarman di Padang. > > Gubernur Sumatra Barat, Gamawan Fauzi, sepatutnya mengkoordinasikan > upaya pencarian naskah asli TIB yang hilang itu. Dan upaya itu sudah > selayaknya didukung oleh pihak-pihak yang peduli terhadap pelestarian > naskah-naskah kuno di Sumatra Barat, seperti Museum Adityawarman, > Museum Tuanku Imam Bonjol, Fakultas Sastra Universitas Andalas, > Universitas Bung Hatta, dan UNP, serta Masyarakat Pernaskahan > Nusantara (MANASSA) Cabang Sumatra -Barat, dll. Mereka dapat saling > bekerjasama, kalau perlu dengan polisi, untuk menemukan kembali naskah > asli TIB yang hilang itu. > > http://naskahkuno.blogspot.com > > Sukseskan Pulang Basamo se Dunia, Juni 2008. > ----------------------------------------------------------------- > Website: http://www.rantaunet.org > ============================================================ > UNTUK SELALU DIPERHATIKAN: > - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply. > - Email dengan attachment tidak dianjurkan, sebaiknya melalui jalur pribadi. > - Posting email, DITOLAK atau DIMODERASI oleh system, jika: > 1. Email ukuran besar dari >500KB. > 2. Email dikirim untuk banyak penerima. > -------------------------------------------------------------- > * Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi > keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-config > * Membaca dan Posting email lewat web, bisa melalui mirror mailing list di: > http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages > http://groups.google.com/group/RantauNet?gvc=2 > dengan mendaftarkan juga email anda disini dan kedua mirror diatas. > ============================================================ >
Sukseskan Pulang Basamo se Dunia, Juni 2008. ----------------------------------------------------------------- Website: http://www.rantaunet.org ============================================================ UNTUK SELALU DIPERHATIKAN: - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply. - Email dengan attachment tidak dianjurkan, sebaiknya melalui jalur pribadi. - Posting email, DITOLAK atau DIMODERASI oleh system, jika: 1. Email ukuran besar dari >500KB. 2. Email dikirim untuk banyak penerima. -------------------------------------------------------------- * Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-config * Membaca dan Posting email lewat web, bisa melalui mirror mailing list di: http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages http://groups.google.com/group/RantauNet?gvc=2 dengan mendaftarkan juga email anda disini dan kedua mirror diatas. ============================================================