Pada tanggal 07/02/16, Nofend St. Mudo <[EMAIL PROTECTED]> menulis:
> Dulu lai sempat SMS-SMS, tapi nomor uda wak ko hilang, antah lai masih
> aktif atau indak lai uda ko di Palanta.
> =======================
>
> Siapakah Kini yang Menyimpan Naskah Asli Tuanku Imam Bonjol?
> Suryadi
>
> Dosen dan peneliti pada Dept. of Languages and Cultures of Southeast
> Asia and Oceania Leiden University, Belanda
> ([EMAIL PROTECTED])
>
> Tulisan ini pernah diterbitkan di Singgalang, 3 & 6 Desember 2006 dan
> Ranah Minang.Net, 4 Oktober 2006; kemudian dimuat disini atas izin
> dari penulisnya.
>
> Sampai sekarang sudah banyak publikasi ilmiah mengenai Perang Paderi,
> di antaranya studi Muhammad Radjab (1958), Christine Dobbin (1983),
> dan Rusli Amran (1981, 1985), belum lagi puluhan artikel yang terbit
> di berbagai jurnal ilmiah terbitan dalam dan luar negeri. Studi-studi
> tersebut banyak merujuk kepada sumber-sumber primer yang umumnya
> ditulis oleh pemimpin-pemimpin militer, komandan-komandan lapangan,
> dan juga pegawai swasta kolonial Belanda yang, langsung atau tidak,
> pernah terlibat dalam Perang Paderi.
>
> Ini dapat dikesan, misalnya, dalam publikasi terbaru mengenai Perang
> Paderi oleh sejarawan militer G. Teitler: Het Einde van de
> Padrie-oorlog Het beleg en de vermeestering van Bonjol, 1834-1837; Een
> Bronnenpublicatie [Akhir Perang Paderi. Pengepungan dan Perampasan
> Bonjol 1834-1837; sebuah publikasi sumber] (Amsterdam: De Bataafsche
> Leeuw, 2004) yang mengungkapkan 4 sumber primer mengenai perang
> tersebut, yaitu: "De Luitenant Generaal, Kommissaris Generaal van
> Nederlandsche-Indië J. van den Bosch aan den Luitentant Kolonel
> Adjudant J.H.C. Bauer bij aankomst te Padang, den 13 October 1833,
> no.354" (hlm.23-25); "Over het attaqueren van versterkte linien en
> kampongs" (hlm.27-39); "Rapport omtrent den staat van zaken ter
> Westkust van Sumatra in Januari 1836 ingediend door de 1e Luitenant
> Adjudant Steinmetz, hem opgedragen bij besluit van den kommandant van
> het leger, 13 november 1835 no.4" (hlm.41-56), dan; "Journaal van de
> expeditie naar Padang onder de Generaal-Majoor Cochius in 1837
> Gehouden door de Majoor Sous-Chief van den Generaal-Staf Jonkher
> C.P.A. de Salis" (hlm.59-183).
>
> Yang kurang diketahui selama ini adalah bahwa ada beberapa sumber
> primer mengenai Perang Paderi yang ditulis oleh orang Minang sendiri
> yang terlibat langsung dalam perang tersebut. Walaupun indegenous
> sources ini agak kurang populer dibanding sumber-sumber Barat, nilai
> historisnya jelas amat tinggi: sumber-sumber pribumi tersebut dapat
> dijadikan rujukan bandingan bagi sumber-sumber Barat yang cenderung
> militaire minded. Lebih jauh lagi, kita bisa melihat perbedaan
> persepsi dan sudut pandang antara orang Minang sendiri dan orang
> Belanda melihat peristiwa Perang Paderi.
>
> Salah satu sumber pribumi yang penting mengenai Perang Paderi adalah
> Naskah Tuanku Imam Bonjol. Sumber lainnya adalah Surat Keterangan
> Syekh Jalaluddin karangan Fakih Saghir (lihat transliterasinya oleh E.
> Ulrich Kratz dan Adriyetti Amir, DBP, Kuala Lumpur, 2002) dan Memorie
> van Toeankoe Imam (De Stuers 1850, Vol. II:221-40,243-51).
>
> Naskah Tuanku Imam Bonjol (TIB) ini telah hilang sejak tahun 1991
> (lihat Kompas, 22 November 2005). Dalam artikel ini saya ingin
> menguraikan sejarah naskah TIB, dan proses "penghilangannya" oleh
> oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab di Sumatra Barat, sekaligus
> memohon kepedulian masyarakat pencinta naskah Nusantara untuk
> menemukan kembali naskah yang memilki nilai sejarah yang amat tinggi
> itu.
>
> Keberadaan naskah TIB pertama kalinya dilaporkan oleh Ph. S. van
> Ronkel dalam artikelnya "Inlandsche getuigenissen aangaande de
> Padri-oorlog" [Kesaksian Primbumi mengenai Perang Paderi] dalam jurnal
> De Indische Gids 37 (II) (1915): 1099-1119, 1243-59. Van Ronkel
> menyebutkan bahwa ia telah menyalin satu naskah yang berjudul Tambo
> Anak Tuanku Imam [Bonjol] yang tebalnya 318 halaman; naskah aslinya
> dipegang oleh Khatib Nagari di Bonjol. Sayang sekali salinan naskah
> TIB yang diusahakan Van Ronkel itu tidak ketahuan pula dimana
> sekarang. Naskah itu tidak tercantum dalam katalog-katalog naskah
> Melayu/Minangkabau di Belanda.
>
> Tahun 2004 Pusat Pengkajian Islam dan Minangkabau (PPIM) di Padang
> menerbitkan transliterasi naskah TIB yang dikerjakan oleh Sjafnir Aboe
> Nain. Judulnya: Naskah Tuanku Imam Bonjol. Penerbitan buku itu patut
> disambut gembira, tetapi sekaligus juga memunculkan kembali pertanyaan
> tentang "hilangnya" naskah asli TIB.
>
> Dalam "kata Pengantar" bukunya itu, Sjafnir menyebutkan bahwa naskah
> TIB ditulis dengan huruf Arab Melayu oleh anak Tuaku Imam Bonjol,
> Naali Sutan Caniago (yang pernah menjadi tuanku laras tahun 1872-1876)
> dan saudaranya, Haji Muhammad Amin—keduanya ikut terlibat dalam Perang
> Paderi. Selanjutnya dikatakan bahwa bagian pertama naskah ini (sampai
> hlm.191) berisi catatan-catatan Tuanku Imam Bonjol sendiri.
> Catatan-catatan itu dikumpulkan oleh Naali dan Muhammad Amin yang ikut
> dibuang bersama Tuanku Imam Bonjol ke Ambon dan kemudian ke Menado,
> lalu mereka menambahkannya dengan tulisan mereka sendiri (bagian
> kedua), sehingga menjadi naskah asli TIB. Bagian kedua itu berisi
> pengalaman Naali sendiri setelah tunduk kepada Belanda sampai ia
> diangkat menjadi laras alahan Panjang. Bagian ketiga (terakhir) berisi
> keputusan rapat tentang peralihan dari hukum adat kepada hukum sipil
> di Sumatra Barat (Sjafnir, 2004: xi-x). Jadi, logis kalau ada dua
> versi nama naskah ini: Naskah Tuanku Imam Bonjol dan Tambo Anak Tuanku
> Imam seperti disebut Van Ronkel, karena catatan-catatan dari Tuanku
> Imam Bonjol sendiri kemudian ditambahkan oleh anaknya Naali Sutan
> Caniago.
>
> Sjafnir tidak menyebutkan apakah transliterasi naskah TIB dalam
> bukunya itu didasarkan atas naskah aslinya atau fotokopinya. Juga
> tidak ada penjelasan apapun dari Sjafnir bagaimana dan dari mana ia
> mempeoleh naskah itu. Ini agak menyalahi kaedah penelitian filologi.
> Juga tidak ada penjelasan apakah Sjafnir mentransliterasikan naskah
> TIB berdasarkan yang aslinya atau salinan/fotokopinya. Pun tidak
> disebutkan darimana ia memperolehnya.
>
> Penelusuran yang saya lakukan bersama Jeffrey Hadler (asisten
> Professor University of California, Berkeley), Yasrul Huda (Dosen IAIN
> Imam Bonjol Padang), dan Yusmarni Djalius (Dosen Universitas Andalas)
> mengenai raibnya naskah asli TIB menemukan fakta-fakta sebagai
> berikut:
>
> Pada 28 April 1983 surat kabar Haluan di Padang menurunkan satu berita
> berjudul: "Pemda Sumbar bentuk tim khusus untuk teliti masalah
> keabsahan sejarah Imam Bonjol". Waktu itu terjadi polemik mengenai
> sejarah Tuanku Imam Bonjol yang dipicu seorang penulis bernama Yusuf
> Abdullah Puar. Orang ini berpendapat bahwa yang dimakamkan di Menado
> bukanlah Tuanku Imam Bonjol yang sebenarnya. Gubernur Sumbar Azwar
> Anas membentuk tim khusus untuk meneliti keabsahan sejarah Tuanku Imam
> Bonjol. Tim itu terdiri dari unsur Departemen Pendidikan dan
> Kebudayaan, Depsos, Hankam, dll.
>
> Dalam rangka mencari kebenaran tentang sejarah Tuanku Imam Bonjol,
> utusan keluarga Tuanku Imam Bonjol, Ilyas St. Caniago, beserta seorang
> anggota keluarga lainnya, datang menghadap Gubernur Sumbar, Azwar
> Anas, untuk menyerahkan naskah asli TIB. (Menurut Ali Usman Datuak
> Buruak, kemenakan M. Ilyas St. Caniago yang diwawancarai oleh Jeffrey
> Hadler dan Yusmarni Djalius di Bonjol [8-7-2006], M. Ilyas St. Caniago
> ketika menghadap Gubernur Azwar Anas didampingi oleh seorang familinya
> yang menjadi guru SD di Indarung). M. Ilyas St. Caniago didampingi
> oleh Safnir Aboe Nain yang waktu itu menjadi staf Permuseuman, Sejarah
> dan Kepurbakalaan (PSK), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi
> Sumatra Barat (Sumbar). Gubernur Azwar Anas, yang didampingi oleh
> Asisten II Sekwilda Akniam(?) Syarif, Kabiro Bina Mental Spiritual
> Drs. H. Thamrin, dan Kabiro Humas Zainal Bakar, SH. menerima M. Ilyas
> St. Caniago di ruang kerjanya tanggal 27 April 1983. Ia menyerahkan
> satu bukti otentik mengenai kepahlawanan Tuanku Imam Bonjol kepada
> Azwar Anas, yaitu naskah asli TIB. M. Ilyas St. Caniago (yang waktu
> itu sudah berumur 72 tahun) adalah seorang pensiunan ABRI yang tinggal
> di Medan (di Jalan Sukaria no. 109, Kelurahan Sidorejo). Rupanya ia
> pulang kampung dan mengambil naskah TIB yang disimpan keluarganya di
> Bonjol dan menyerahkannya kepada Pemda Sumbar.
>
> Haluan (28-4-1983) menulis: "M. Ilyas, mengatakan naskah Tuanku Imam
> Bonjol ini sedianya akan diserahkan [kepada Pemda Sumbar] sejak
> beberapa waktu lalu, tetapi karena kesulitan hubungan dan berbagai
> halangan lainnya, baru kini dapat diserahkan untuk dapat disimpan oleh
> Pemda bagi kepentingan sejarah" . Selanjutnya dikatakan: " Sejak 26
> Mei 1966, naskah [asli TIB] dipinjam oleh salah seorang kenalan
> [Ilyas], TZ. Anwar dan dijemput 14 Juni 1976 ke Jakarta oleh menantu
> M. Ilyas, Usman St. Pangeran. M. Ilyas sendiri adalah turunan kelima
> dari Tuanku Imam Bonjol dengan istrinya Balun Ameh".
>
> Bagian terakhir berita Haluan itu menyebutkan: "Naskah Tuanku Imam
> Bonjol ini, sekarang sudah ada yang dialihtuliskan kepada tulisan
> latin oleh Drs. Sjafnir AN [Aboe Nain] dari bidang PSK Kanwil Dep. P &
> K Sumbar dan diperbanyak dalam bentuk stensilan serta kulit luarnya
> dicetak".
>
> Gubernur menerima naskah [asli TIB] itu melalui Kabiro Bina Mental
> Spiritual drs. H. Thamrin dan untuk sementara disimpan pada Bank
> Indonesia [Cabang Padang] menjelang diserahkan kepada Museum Negeri
> [Adityawarman] di Padang". (kursif oleh Suryadi).
>
> Dengan demikian, jelas bahwa baru pada bulan April 1983 naskah asli
> TIB berpindah ke Pemda Sumatra Barat. Namun, rupanya sebelum itu
> Sjafnir Aboe Naim, staf PSK Kanwil Dep. P& K Sumbar waktu itu, rupanya
> telah mentrasliterasikan naskah TIB. Menurut Jeffrey Hadler (email,
> 24-7-2006) transliterasi Sjafnir Aboe Nain itu diterbitkan Komite
> Pembangunan Museum Imam Bonjol pada tahun 1979. Kurang jelas apakah
> transliterasi itu dikerjakan Sjafnir di Bonjol (artinya naskah asli
> TIB tidak dibawanya keluar Bonjol) atau ia memfotokopinya (kemungkinan
> terakhir ini kecil mengingat tahun 1979 mesin fotokopi mungkin masih
> sulit ditemukan di Bonjol). Saya sependapat dengan Jeffrey Hadler
> bahwa transliterasi naskah TIB yang muncul di buku Sjafnir terbitan
> PPIM (2004) berasal dari transliterasi yang sudah dikerjakannya sejak
> tahun 1979 itu (ada banyak kesalahan yang tampaknya tidak dikoreksi).
>
> Fotokopi transliterasi Latin naskah TIB oleh Sjafnir Aboe Nain itu
> antara lain dimiliki oleh budayawan Wisran Hadi, Museum Adityawarman,
> Museum Imam Bonjol di Bonjol, Perpustakaan Pemda Sumbar, sejarawan
> Jeffrey Hadler, dan seorang Malaysia bernama Abdur-Razzaq Lubis di
> Penang.
>
> Naskah asli TIB terakhir kalinya muncul pada pameran naskah-naskah di
> Festival Istiqlal I, Jakarta, 15 Oktober-15 November 1991. Rupanya
> naskah itu dipinjamkan oleh Pemda Sumbar untuk dipamerkan dalam acara
> tersebut. Naskah dibawa ke Jakarta oleh dosen IAIN Imam Bonjol Padang,
> Rusydi Ramli, yang menjadi ketua Panitia Daerah Festival Istiqlal
> untuk Propinsi Sumatra Barat. Rusydi Ramli sempat memfotokopi naskah
> TIB atas izin Panitia Festival Istiqlal I (Rusydi Ramli, sms,
> 23-7-2006).
>
> Dalam kesempatan ceramah di IAIN Imam Bonjol tgl. 10 Juli 2006,
> Jeffrey Hadler memfotokopi lagi fotokopi naskah TIB milik Rusydi Ramli
> itu sebanyak 4 rangkap: untuk Jeffrey Hadler, untuk Perpustakaan
> Berkeley, untuk Datuak Buruak di Bonjol (yang sudah kehilangan naskah
> asli TIB), dan untuk Yasrul Huda, dosen IAIN Imam Bonjol (Jeffrey
> Hadler, email, 22-7-2006). Mungkin ada lagi beberapa orang kolega
> Rusydi Ramli yang memfotokopinya. Saya sendiri kemudian memperoleh
> fotokopi naskah TIB itu atas jasa baik Jeffrey Hadler. Dengan
> memperbanyak fotokopi itu, setidaknya naskah TIB tentu makin aman dari
> kepunahan.
>
> Menurut Rusydi Ramli, selesai dipamerkan di Festival Istiqlal I,
> naskah TIB dibawa kembali ke Padang dan diserahkannya kepada Bagian
> Pembinaan Sosial (Binsos) Pemda Sumbar. Ia mengatakan bahwa orang yang
> bertanggungjawab menerima naskah TIB darinya ketika itu adalah
> bendahara Gubernur Sumbar, Drs. Armyn An (sms, 24-7-2006). Drs. Armyn
> An bersama Drs. H. Karseno, MS, H. Rajuddin Noeh, SH, Drs. Sjafnir
> Aboe Nain, dan Djurip, SH. telah menulis satu buku yang berjudul
> Naskah Tuanku Imam Bonjol yang diterbitkan Pemerintah Daerah Tingkat,
> Sumatera Barat pada tahun 1992 (lihat tulisan Abdur-Razzaq Lubis
> kepemimpinan tradisional suku Mandahiling dalam
> http://www.mandailing.org/ mandailinge/columns/autonomy.htm). Ini
> setidaknya mengindikasikan bahwa dua orang yang sejak semula telah
> "mengurus" naskah TIB, yaitu Sjafnir Aboe Nain dan Drs. Armyn An,
> mengetahui keberadaan naskah itu seusai dipamerkan dalam Festival
> Istiqlal 1 di Jakarta tahun 19991.
>
> Dari fotokopi naskah TIB milik Rusydi Ramli terlihat bahwa kolofon
> naskah ini begitu rumit karena banyak tambahan catatan oleh para
> pembaca. Namun hal itu dapat dijadikan pedoman untuk melihat riwayat
> resepsi aktif terhadap naskah TIB. Tanpa sadar telah 'mencemari'
> keontentikan naskah, masing-masing pembaca telah menambahkan sendiri
> catatan-catatan pada kolofon naskah TIB: ada nama Ahmad Marzoeki, "de
> president vereeniging Bondjol". Orang ini telah membawa naskah asli
> TIB ke Medan, seperti dapat dikesan dari catatan pada kolofonnya:
> "didjilid dan dibaharoei koelitnja boekoe Tjeritera (Riwajat) Toeankoe
> Imam ini di Medan pada November 1925".
>
> Juga ada nama Dawis [Dt. Madjolelo]: orang ini menerima naskah
> catatan-catatan Tuanku Imam Bonjol dari Tuanku Bandro Sati, Kepala
> Laras Bonjol, pada awal 1915. Dawis kemudian menjadi Camat Lubuk
> Sikaping (Jeffrey Hadler, email 24-7-2006). Dawis dan Ahmad Marzoeki
> kemudian menulis buku, Tuanku Imam Bondjol: Perintis Djalan ke
> Kemerdekaan, Tjermin Kehidupan (Djakarta: Djambatan, 1951) yang sangat
> mungkin berdasarkan pembacaannya terhadap naskah asli TIB.
>
> Sangat mungkin pula seorang yang bernama L. Dt. Radjo Dihoeloe telah
> membaca naskah asli TIB, seperti dapat dikesan dari judul bukunya,
> Riwajat dan Perdjoeangan Toeankoe Imam Bondjol sebagai Pahlawan Islam:
> Disoesoen dari Tjatatan2 Poetra Beliau St. Tjaniago alm. (Medan:
> Boekhandel Islamijah, 1939; cet ke-2, 1950).
>
> Ada pula kolofon yang tampaknya berasal dari masa yang lebih awal
> lagi, tulisan tiga atau empat orang yang agak sulit dibaca karena
> berasal dari tahun 1870-an (mungkin catatan dari tahun 1882 oleh
> seorang pembaca; Haluan, 28-4-1983). Kemudian ada lagi catatan dari
> pembaca tahun 1910-an, dan dari sejarawan/arkeolog Drs. Buchari tahun
> 1978 (kurang jelas dimana Buchari membacanya). Catatan terbaru di
> kolofon itu menyebutkan bahwa naskah aslinya diserahkan oleh ahli
> waris Sutan Caniago yang berdiam di Medan (jelaslah bahwa yang
> dimaksud penyerahan naskah TIB oleh M. Ilyas St. Caniago, yang memang
> tinggal di Medan, kepada Pemda Sumbar pada 27 April 1983).
>
> Selanjutnya, ada keterangan bahwa naskah itu pernah difotokopi oleh
> "Pucuk Pimpinan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM)
> Sumatera Barat (Ketua I)" atas nama Dato' Haji Djafri, DPTJ, DSN dan
> Datuk Bandaharo Lubuk Sati pada tahun 1989 (Sepertinya Dato' Haji
> Djafri, DPTJ, DSN nama yang berbau Malaysia; kurang jelas apa
> hubungannya dengan LKAAM). Kolofon terakhir ini mengindikasikan bahwa
> petinggi LKAAM (dalam hal Datuk Bandaharo Lubuk Sati) pernah pula
> "menyentuh" naskah asli TIB setelah naskah itu berada di tangan Pemda
> Sumbar.
>
> Jelaslah bahwa naskah TIB yang dipamerkan di Festival Istiqlal I 1991
> (dan kemudian difotokopi oleh Rusydi Ramli) memang asli.
>
> Kesimpulannya: sejak April 1983 sampai awal Oktober 1991 naskah asli
> TIB berada dalam otoritas Pemda Sumbar. Sejak akhir November 1991
> naskah itu kembali masuk ke kantor Gubernur Sumbar (kalau naskah itu
> sampai keluar dari otoritas Pemda Sumbar, dan berpindah ke tangan
> orang lain, pastilah atas sepengetahuan Pemda Sumbar, kecuali jika ada
> oknum dalam tubuh Pemda Sumbar atau orang luar yang bekerjasama dengan
> oknum tersebut yang berusaha memiliki sendiri naskah ini untuk
> kepentingan yang tidak kita ketahui). Naskah itu rupanya tidak pernah
> diserahkan kepada Museum Negeri Adityawarman (seperti diberitakan
> Haluan 28-4-1983), sebab Rusydi Ramli menyerahkannya kepada Pemda
> Sumbar selesai dipamerkan di Festival Istiqlal 1 di Jakarta. Filolog
> Zuriati sudah mendata sekitar 60 naskah yang tersimpan di Museum
> Adityawarnan dan ia tidak menemukan naskah TIB di sana (sms,
> 11-8-2006). Jika tempat penyimpanan naskah itu tetap di Bank Indonesia
> Cabang Padang (Haluan, Ibid.), terutama setelah Festival Istiqlal I
> (1991), maka sudah semestinya naskah itu diserahkan kepada Museum
> Adityawarman atau Museum Imam Bonjol di Bonjol atau kepada ahli
> warisnya Ali Usman Dt. Buruak di Bonjol.
>
> Dengan demikian, selama dalam otoritas Pemda Sumbar (1983-1991) paling
> tidak ada empat orang yang tampaknya telah 'mengurus' naskah asli TIB:
> Drs. H. Tahmrin, Sjafnir Aboe Nain (sebelum 1991), Rusydi Ramli dan
> Drs. Armyn An (sesuai dengan keterangan Rusydi Ramli) (sejak 1991).
> Untuk menelusuri keberadaan naskah asli TIB yang "hilang" itu, keempat
> orang itu dapat dimintai keterangannya. Selain itu dapat juga diminta
> keterangan dari Drs. Akniam(?) Syarif (mantan Asisten II Sekwilda
> Sumbar), Zainal Bakar, SH. (mantan Kabiro Humas Pemda Sumbar, mantan
> Gubernur Sumbar), dan mantan Gubernur Sumatra Barat, Azwar Anas Dt.
> Rajo Sulaiman. Juga dapat dimintai keterangan Datuk Bandaharo Lubuk
> Sati (dan Dato' Haji Djafri) dari LKAAM, dan guru SD Indarung yang
> telah menemani M. Ilyas St. Caniago ketika menyerahkan naskah TIB
> kepada Gubernur Sumbar, Azwar Anas. M. Ilyas St. Caniago sendiri tidak
> mungkin dimintai lagi keterangannya karena sudah meninggal.
>
> Penelusuran selanjutnya adalah ke Bank Indonesia Cabang Padang: kapan
> naskah asli TIB mulai disimpan di sana dan kapan diambil? Siapa yang
> mengambilnya dan dari instansi mana orang itu? (Apakah benar naskah
> asli TIB memang pernah disimpan disana?; apakah dari 1983-1991 naskah
> itu disimpan di sana?). Apakah setelah dipamerkan di Festival Istiqlal
> 1 Jakarta (1991), naskah TIB disimpan (lagi) di Bank Indonesia. Kalau
> tidak, dimana Drs. Armyn An menyimpannya? Atau kepada siapa ia
> menyerahkan naskah itu? Keterangan yang lebih lengkap dan jelas
> tentang siapa persisnya yang memegang naskah asli TIB sebelum dan
> sesudah dipamerkan di Festival Istoqlal Jakarta (1991) dapat
> ditanyakan pula kepada Rusydi Ramli.
>
> Adalah tugas pemerintah, pihak universitas, museum, dan pihak-pihak
> terkait lainnya untuk menyelamatkan naskah asli TIB. Penyelamatan
> naskah ini masih mungkin diusahakan mengingat sebagian besar
> tokoh-tokoh kunci yang mengetahui keberadaan naskah itu di Padang
> selama periode 1982-1991 masih hidup, dan oleh karenanya masih mungkin
> untuk diminta keterangannya. Mudah-mudahan naskah asli TIB yang amat
> punya nilai sejarah itu belum berpindah ke negara lain.
>
> Penghilangan naskah kuno, apalagi disengaja (misalnya menjualnya
> kepada pihak asing), adalah tindak kejahatan. Pelakunya dapat dijatuhi
> hukuman. Namun, yang kita inginkan adalah agar naskah asli TIB dapat
> diselamatkan, untuk kemudian dikembalikan kepada ahli warisnya. Atau
> dengan persetujuan ahli warisnya, disimpan dengan baik di Museum
> Tuanku Imam Bonjol di Bonjol atau di Museum Adityawarman di Padang.
>
> Gubernur Sumatra Barat, Gamawan Fauzi, sepatutnya mengkoordinasikan
> upaya pencarian naskah asli TIB yang hilang itu. Dan upaya itu sudah
> selayaknya didukung oleh pihak-pihak yang peduli terhadap pelestarian
> naskah-naskah kuno di Sumatra Barat, seperti Museum Adityawarman,
> Museum Tuanku Imam Bonjol, Fakultas Sastra Universitas Andalas,
> Universitas Bung Hatta, dan UNP, serta Masyarakat Pernaskahan
> Nusantara (MANASSA) Cabang Sumatra -Barat, dll. Mereka dapat saling
> bekerjasama, kalau perlu dengan polisi, untuk menemukan kembali naskah
> asli TIB yang hilang itu.
>
> http://naskahkuno.blogspot.com
>
> Sukseskan Pulang Basamo se Dunia, Juni 2008.
> -----------------------------------------------------------------
> Website: http://www.rantaunet.org
> ============================================================
> UNTUK SELALU DIPERHATIKAN:
> - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply.
> - Email dengan attachment tidak dianjurkan, sebaiknya melalui jalur pribadi.
> - Posting email, DITOLAK atau DIMODERASI oleh system, jika:
> 1. Email ukuran besar dari >500KB.
> 2. Email dikirim untuk banyak penerima.
> --------------------------------------------------------------
> * Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi
> keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-config
> * Membaca dan Posting email lewat web, bisa melalui mirror mailing list di:
> http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages
> http://groups.google.com/group/RantauNet?gvc=2
> dengan mendaftarkan juga email anda disini dan kedua mirror diatas.
> ============================================================
>

Sukseskan Pulang Basamo se Dunia, Juni 2008.
-----------------------------------------------------------------
Website: http://www.rantaunet.org
============================================================
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply.
- Email dengan attachment tidak dianjurkan, sebaiknya melalui jalur pribadi.
- Posting email, DITOLAK atau DIMODERASI oleh system, jika:
1. Email ukuran besar dari >500KB.
2. Email dikirim untuk banyak penerima.
--------------------------------------------------------------
* Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi 
keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-config
* Membaca dan Posting email lewat web, bisa melalui mirror mailing list di:
http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages
http://groups.google.com/group/RantauNet?gvc=2
dengan mendaftarkan juga email anda disini dan kedua mirror diatas.
============================================================

Kirim email ke