-------------------------------------------------------------
Do'a Bersama untuk Keselamatan Negeri, di Masjid istiglal pada hari Minggu 8 
April 2007. RI 1 akan memimpin istigfar nasional. Marilah diikuti beramairamai.
-------------------------------------------------------------



Pak Datuk Yth
   
  Apa yg pak Datuk Tulis benar adanya
  Pengertian Alfatihah sangat luas, seluas alam
  Dikambang salaweh alam dilipek saleba kuku
  Yang kita tulis kemarin hanya sebagian kecil saja 
  Mungkin Pak datuk lebih bisa meng uraikannya lebih panjang dan lebih dalam
  bukankah alam takambang jadi guru?
   
  salam dan do'a
   
  K Suheimi

datuk_endang <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  -------------------------------------------------------------
Do'a Bersama untuk Keselamatan Negeri, di Masjid istiglal pada hari Minggu 8 
April 2007. RI 1 akan memimpin istigfar nasional. Marilah diikuti beramairamai.
-------------------------------------------------------------



Bapak Prof Suheimi ysh,
Saya tertarik untuk menanggapi tafsir Al Fatihah yang telah bapak 
sampaikan. Mudah-mudahan ini dapat menjadi titik temu untuk beberapa 
permasalahan yang sedang ramai didiskusikan saat ini.

Alhamdulillah saat ini saya sudah 21 tahun diangkat sebagai pemangku 
adat, dan sebenarnya pada saat pengangkatan itu merupakan momen yang 
sangat penting dalam kehidupan saya untuk berkenalan dengan suatu 
sistem nilai kemasyarakatan yang pada akhirnya saya berkewajiban 
untuk menghargai dan memeliharanya (49:13). Dalam masa sebelumnya, 
memang kehidupan di rumah dan lingkungan dihiasi dengan pengajaran 
keIslaman dan sistem nilai kemasyarakatan umum lainnya.

Sebenarnya Buya (almarhum) yang banyak memberikan dorongan dan 
pembekalan, sehingga tiada keraguan untuk menyentuh dan 
mendalaminya. Suatu bacaan sholat dan surah pertama Al Qur-an itu, 
kiranya membekas saat itu dan insya Allah hingga saat ini dan akhir 
hayat hendaknya. Namun penafsiran yang tepat khususnya pada ayat-
ayat tertentu, sebenarnya belumlah terlalu lama saya peroleh, dan 
perkenankan saya untuk menyampaikan sedikit pengalaman itu pada 
majelis ini.

Tantangan tauhid selalu kita hadapi dalam mengenali dan memahami apa-
apa yang telah terbentuk di dalam masyarakat adat, yang mungkin akan 
menjadi problema keimanan tersendiri. Namun sejauh kaki melangkah, 
sejauh negeri-negeri lain dikunjungi; lain lubuk lain ikannya, lain 
padang lain belalangnya. Dan kiranya Allah memberikan pengetahuan 
yang luas dan pemahaman yang dalam kepada kita, mudah-mudahan hal 
tersebut justru mempertebal iman tauhid kita. Sungguhlah Allah 
menjadikan segalanya itu tidak sia-sia.

Dalam perhelatan adat yang pertama saya hadapi, ungkapan sembah-
menyembah dalam adat mungkin terasa janggal dalam `logika tauhid' 
saya pada saat itu. Untuk kemudian dapat saya pahami kemudian hari, 
sebagai suatu bentuk ungkapan penghormatan dan penghargaan terhadap 
segala hikmah dan sistem nilai yang meliputi manusia yang menjadi 
lawan bicara. Bahwa sebenarnya sistem adat adalah memberikan 
penghargaan yang sangat tinggi terhadap `aspek' kemanusiaan, siapa 
pun itu, tiada membedakan jenis kelamin maupun kedudukannya di dalam 
komposisi kemasyarakatan adat. Mamak disambah lahie, kamanakan 
disambah batin. Anak dipangku, kamanakan dibimbiang, urang 
sakampuang dipatenggangkan. Bukankah demikian ajaran Islam itu, 
untuk mendudukkan hablum minan naas; yang didasarkan pada 
penghormatan dan penghargaan yang tinggi terhadap unsur kemanusiaan? 
Adapun penggunaan istilah `sembah' bukanlah ungkapan untuk 
menjelaskan hubungan makhluk dan Tuhannya, tetapi lebih kepada aspek 
penghormatan dan penghargaan `aspek' kemanusiaan itu.

Dalam pernak-pernik adat juga terdapat tatacara dan perlambangan 
tertentu, yang juga dapat bertabrakan dengan `logika tauhid' saya 
pada saat itu. Hal ini memerlukan kearifan dan kebijakan untuk 
menggapai hikmahnya, bahwa dalam siang-malam pahit-manisnya 
perjalanan masyarakat senantiasa terdapat permasalahan yang dapat 
saja dijawab dengan cara seperti itu, atau tersimpan sebagai hikmah 
dengan cara seperti itu, atau sebagai bentuk resistensi dengan cara 
seperti itu. Karenanya mengenali dan memahami hal tersebut tidaklah 
semata dengan `keimanan', namun juga harus menggunakan `akal' dan 
juga `budi'. Karenanya bukankah Allah membedakan para `ahli hikmah' 
(59:2) bagi yang kerap menggali inti permasalahan agar 
mereka `berpikir' dengan cara berdiri, duduk, maupun berbaring? 
(3:191). Bahwa selalu terdapat hikmah dalam setiap persoalan; bahwa 
tidak selalu `setiap tampilan' adalah begitu adanya. Dan bukankah 
Allah telah mengingatkan, bahwa manusia itu telah diberikan hati 
tapi tidak merasakan, diberikan mata tapi tidak melihat, diberikan 
telinga tapi tidak mendengar; sungguh mereka itu lebih rendah dari 
kambing (7:179). Na'udzu billah.

Suatu contoh yang lain adalah menjabat sebagai pemangku adat 
disyaratkan untuk melakukan sumpah/janji/bai'ah. Lafalnya juga 
berbeda-beda, ada yang penutupnya sampai menyebutkan: ka ateh indak 
bapucuak, ka bawah indak baurek, di tangah-tangah digirik kumbang. 
Kebetulan pada saat itu saya tidak dituntun angku Jurai pada penutup 
seperti itu. Namun ada hal yang aneh saya rasakan pada saat 
mengucapkan janji itu disaksikan oleh `kaum-kerabat', yang 
membedakan beban amanah khalifatul fil ardl itu dari kaum-kerabat 
lainnya. Mengenai inti terhadap sumpah/janji/bai'ah itu akan saya 
jelaskan kemudian atau pernah saya sampaikan di milis RGM 
sebelumnya. Kurang lebih, bilamana seorang pemangku adat sebenarnya 
menempuh `perjalanan ma'rifat' di dalam hidup bermasyarakat. Memang 
sangat aneh bilamana ada pemangku adat yang menolak mengucapkan 
sumpah/janji/bai'ah, dengan alasan hal tersebut merupakan bid'ah 
dll. Seorang rekan pemangku adat pernah menceritakan pengalamannya, 
bila semula dia enggan untuk melakukan hal tersebut. Namun setelah 
melalui perenungan, akhirnya siap untuk mengemban amanah itu, 
setelah menemukan inti sumpah/janji/bai'ah adalah masih di bawah 
naungan syahadat. Kemudian hari saya mendapatkan sejarah bilamana 
para sahabat melakukan `bai'atur ridwan' pada masa Hudaibiyah.

Kembali kepada tafsir surah Al Fatihah, kiranya mohon juga diperoleh 
pemahaman dan pandangan dari para ahli tafsir dan ahli hikmah di 
majelis ini. Telah sampai pada kaji ayat 6 dan 7 sebagaimana telah 
diuraikan bapak Suheimi. Ada beberapa hal yang ingin saya lontarkan 
dari ayat 6, yaitu:
- Apakah yang dimaksud dengan "jalan"?
- Kenapa pula disampaikan "jalan" yang "lurus"?
Kemudian dijelaskan dalam ayat 7 yaitu "jalan" yang telah Allah 
berikan `nikmat' kepada "mereka". Dan "mereka" itu bukan orang-orang 
yang `dimurkai' dan bukan pula orang-orang yang `sesat'.

Saya telah membaca beberapa buku tafsir, walau pastilah selalu ada 
yang terlewatkan dari berbagai referensi. Namun dapatlah kiranya 
saya menyampaikan suatu kesimpulan tersendiri. Di antaranya, 
pengertian "mereka" adalah menunjuk kepada orang maupun kelompok 
orang pada suatu peristiwa ketika ayat-ayat itu belum diturunkan. 
Tentunya masa sebelum itu tentulah belum dapat dikatakan sebagai 
suatu masyarakat yang Islami. Bisa saja masa itu masyarakat berpaham 
Injil, Taurat, ataupun kitab-kitab suci lainnya; dan mungkin pula 
berada dalam suatu sistem keyakinan tertentu dalam suatu komunitas 
tertentu. Karena itu cukup banyak sekali digambarkan dalam Al Qur-
an `sejarah' masa lampau; sehingga sebenarnya `pelajaran tentang 
masa lampau' sangat diperlukan.

Bahwa sebenarnya masyarakat di berbagai tempat telah 
menempuh "jalan" masing-masing dalam membangun kehidupannya dan 
membentuk peradabannya, dengan berbagai sebab dan akibat. Namun 
Allah memberikan tiga kunci tentang pelajaran masa lampau ini, 
yaitu: masyarakat itu telah menerima `nikmat' dari Allah, mereka 
tiada `dimurkai' oleh Allah, dan mereka pun bukan pula berada 
dalam `kesesatan'.

Pemahaman tentang `nikmat' sebagaimana disebutkan dalam ayat (4:69) 
memiliki pengertian yang luas pada kelompok tertentu (shiddiqin, 
syuhada, dan sholihin), akan disampaikan pada paragraf berikutnya. 
Salah satu pemahaman lain tentang `nikmat' ini saya peroleh dari 
Imaduddin Abdulrahim dalam Kuliah Tauhid, bahwa setidaknya terdapat 
3 nikmat bagi seorang muslim, yaitu: 1 nikmat hidup (yang 
membedakan `makhluk' hidup dan mati), 2 nikmat akal (yang 
membedakan `manusia' dan makhluk hidup lainnya), dan 3 nikmat 
hidayah iman (yang membedakan seorang `muslim' dari kelompok manusia 
lainnya). Pemahaman nikmat ini saya temukan juga dalam tafsir ayat 
(33:37), bilamana Zaid telah memperoleh `nikmat' dari Allah berupa 
hidayah iman, dan tentunya cukup banyak contoh lain. Dengan demikian 
sungguh Allah telah menganugerahkan berbagai nikmat kepada manusia, 
dengan "caraNya" sendiri, dari masa ke masa, dan di berbagai tempat.

Selanjutnya `mereka' itu dikunci kembali dengan `tiadanya kemurkaan' 
dan `tiadanya kesesatan', dan saya rasa ini membutuhkan penafsiran 
yang luas. Salah satu contoh adalah, apakah ada masyarakat sebelum 
Islam yang tidak sesat? Bila merujuk pada Al Qur-an, dapat 
diperkirakan adalah masyarakat yang terbina oleh para nabi yang 
diutus untuk kaum tersebut. Pertanyaannya adalah, bagaimana dengan 
masyarakat yang tidak tersentuh dengan kesempatan hidayah seperti 
itu (10:99)? Apakah mereka dapat disebut sebagai `masyarakat yang 
dimurkai' dan `masyarakat yang sesat'? Sebagai contoh adalah 
masyarakat Minangkabau, apabila disebutkan kedatangan Islam ke 
Nusantara sekitar abad ke-13, maka kurun sebelum itu dapatkah 
dikatakan `mereka' ini adalah `masyarakat yang sesat'? Apakah di 
dalam masyarakat yang non-Islami itu tidak terdapat kelompok orang 
yang terkategori dalam ayat (4:69)?, mohon juga memeriksa ayat 
(46:13-14). Allahu `alam. Saya menghargai pendapat Buya Hamka dalam 
suatu ceramah, yang saya mendapatkan dari penerusan penyampaian yang 
kesekian kali, bahwa untuk `mereka' itu apakah `tersesat' 
atau `tidak' hanya Allah-lah yang tahu. 

Kembali ke ayat 6, pengertian `jalan' (shiroth) dapatkah ditafsirkan 
sebagai `bukan syariat'?, tetapi lebih sebagai `perjalanan 
kehidupan/peradaban yang telah dirintis oleh orang-orang terdahulu'? 
Bilamana maksudnya adalah syariat/agama, maka sepertinya ayat 7 
menjadi tidak bermakna; atau, bukankah risalah Rasulullah itu sudah 
sangat jelas sebagaimana ditunjukkan dalam Al Qur-an dan Al Hadits, 
sehingga kenapa mohon petunjuk lagi? Mudah-mudahan pemahaman saya 
ini dapat dibetulkan.

Untuk itu dalam penafsiran ayat 6-7 Al Fatihah, saya berpandangan 
bila ayat itu merupakan permohonan kita kepada Allah, secara 
senantiasa, agar kiranya kita memperoleh `pelajaran' dari 
perjalanan `orang-orang terdahulu', dan mohon dipilihkan bila jalan 
itu merupakan `jalan yang lurus' dari orang-orang terdahulu yang 
telah Allah beri nikmat, mereka tiada dimurkai Allah, dan mereka itu 
tiada pula dalam kesesatan. Melihat contoh dari yang sudah, mencari 
tuah dari yang menang.

Kiranya Allah mengampuni pandangan saya ini, terutama dalam 
menjalani kehidupan sebagai pemangku adat. Kiranya jalan ini adalah 
benar, harapan kepada Allah-lah untuk memperteguhnya. Kiranya ini 
jalan yang sesat, harapan kepada Allah jua untuk mohon ampun. Tiada 
daya dan upaya selain milik Allah semata.

Wassalam,
-datuk endang


--- In [EMAIL PROTECTED], suheimi ksuheimi 
wrote:
>
> 
> Artinya: "yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, 
bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalan 
orang-orang yang sesat".
> 
> Dalam memilih jalan kehidupan, manusia terbagi menjadi tiga 
golongan. Golongan pertama ialah orang-orang yang memilih jalan 
Allah, dan meletakkan kehidupan pribadi dan masyarakat mereka di 
atas dasar undang-undang dan perintah-perintah yang telah Allah 
jelaskan di dalam Kitab-NYA. Golongan ini selalu tercakup oleh 
rahmat dan nikmat Ilahi yang khusus.
> Golongan kedua berada di dalam keadaan yang berlawanan dengna 
golongan pertama. Mereka ini, meskipun mengetahui adanya kebenaran, 
namun tetap saja menolak Allah bahkan lari menuju kepada selain-NYA. 
Mereka ini lebih mengutamakan hawa nafsu mereka, keinginan-keinginan 
ilegal orang-orang dekat dan keluarga serta masyarakat mereka dari 
pada keinginan dan kehendak Allah SWT.
> Kelompok ini secara perlahan memperlihhatkan akibat-akibat 
perbuatan dan perilaku mereka di salam keberadaan mereka. Sedikit 
demi sedikit mereka menjauh dari Shiratul mustaqim; dan bukannya 
menuju ke arah Allah SWT dan mendapat rahmat-NYA, mereka terperosok 
ke jurang kesengsaraan dan kesusahan, serta menjadi sasaran 
kemurkaan dan kemarahan Ilahi, yang disebut oleh ayat ini sebagai 
orang yang "maghdluubi alaihim", orang-orang yang dimurkai.
> Sementara itu, kelompok ketiga ialah orang-orang yang tidak 
memiliki jalan yang jelas dan tertentu. Mereka itu orang-orang yang 
bingung dan tidak mengerti. Di dalam ayat ini mereka disebut sebagai 
orang-orang yang "dloolliin", orang-orang yang sesat.
> Di dalam setiap salat, kita mengatakan : Ihdinash 
shirootol .........
> Artinya: Ya Allah tunjukilah kami jalan yang lurus. Jalan yang 
dilalui oleh para Nabi, auliya, orang-orang suci dan orang-orang 
yang lurus. Mereka yang selalu berada di bawah curahan rahmat dan 
nikmat-nikmat khusus-MU. Dan jauhkanlah kami dari jalan orang-orang 
yang telah menyimpang dari kemanusiaan dan menjadi sasaran kemurkaan-
MU, juga dari jalan orang-orang yang kebingungan dan sesat. Sampai 
di sini muncul pertanyaan sebagai berikut:
> SIAPAKAH ORANG-ORANG YANG DIMURKAI DAN YANG SESAT ITU?
> Untuk menjawab pertanyaan ini harus kita katakan bahwa di dalam 
Al-Quran banyak orang dan kaum yang disebut dengan sebutan di atas. 
Di sini kita akan singgung salah satu contohnya yang jelas dan nyata.
> Bani Israil, yang sejarah kehidupan mereka sejak berada di bawah 
kekuasaan Fir'aun hingga mereka terselamatkan oleh Nabi Musa 
alaihissalam, telah dijelaskan di dalam Al-Quran, pada suatu masa 
pernah memperoleh rahmat dan anugerah Allah yang tak terhingga, 
berkat ketaatan mereka terhadap perintah-perintahn-NYA. Bahkan Allah 
telah melebihkan mereka dari segenap kaum di muka bumi ini. Hal itu 
dapat kita baca di dalam ayat 47 surh Al-Baqarah: Yaa Banii 
isrooiiladzkuruu ni'matiyallatii an'amtu alaikum wa annii 
fadldloltukum 'alal 'aalamin. 
> Yang artinya: "Wahai Bani Israil, ingatlah nikmat-nikmat-KU yang 
telah KUberikan kepada kalian dan bahwa AKU telah mengutamakan 
kalian di atas segenap penghuni seluruh alam".
> Akan tetapi disebabkan perbuatan dan tingkah mereka, maka Bani 
Israil ini juga, telah tertimpa murka Ilahi. Dalam hal ini Al-Quran 
berkata: "Wa baa'uu bi ghodlobim minallahh", mereka pun tertimpa 
murka Allah. Karena mereka itu 'yuharrifuunal kalim" yaitu ulama-
ulama Yahudi suka mengubah-ubah ajaran-ajaran samawi di dalam Kita 
Taurat, juga "wa'akhlihimur ribaa", kesukaan mereka memakan uang 
hasil riba, dan perbuatan-perbuatan haram lainnya.
> Masyarakat umum Yahudi pun sudah suka memburu kesenangan duniawi 
dan sudah terbiasa dengan kemewahan hidup; sehingga membuat mereka 
tidak lagi bersedia membela agama dan tanah air. Sehingga ketika 
Nabi Musa mengajak mereka agar berjuang mengusir penjajah dari tanah 
ari mereka, mereka berkata: "Fadzhab anta wa Robbuka fahootilaa 
innaa haahuna qoo'iduun", Pergilah kamu dan Tuhanmu untu berperang. 
Adapun kami akan menunggu di sini.
> Orang-orang yang baik di antara kaum Yahudi ini juga diam tanpa 
berbuat suatu apa pun menghadapi kesesatan dan penyimpangan ini. 
Akibatnya, kaum ini terperosok ke jurang kehinaan padahal sebelumnya 
mereka berada di puncak kemuliaan. 
> Beberapa hal berikut ini dapat kita ambil sebagai pelajaran dari 
ayat yang telah kita pelajari ini:
> 1) Dalam memilih jalan yang lurus, kita memerlukan teladan yang 
telah disebutkan oleh Allah di dalam ayat 69 Surah An-Nisa, yaitu 
para Nabi, shiddiiqiin (yaitu orang-orang yang membenarkan), shuhada 
dan sholihiin, yang merupakan orang-orang yang selalu mendapat 
rahmat dan inayah serta nikmat-nikmat khusus Allah SWT.
> 2) Pelajaran lain yang dapat kita ambil ialah bahwa meskipun 
segala sesuatu yang datang dari Allah SWT merupakan nikmat-nikmat, 
namun kemurkaan Allah akan datang menimpa kita karena perbuatan-
perbuatan maksiat kita. Oleh karena itu berkenaan dengan nikmat 
Ilahi, Al-Quran mengatakan: an'amta, artinya: Engaku telah memberi 
nikmat. Sedangkan ketika berbicara tentang kemurkaan Al-Quran tidak 
mengatakan: ghodlibta, Engkau telah murkai. Akan tetapi Al-Quran 
mengatakan; maghdluubi alaihim. Kata ini adalah sifat, yang 
menunjukkan lebih kekalnya kemurkaan tersebut.



============================================================
Sukseskan Pulang Basamo se Dunia, Juni 2008.
------------------------------------------------------------
Website: http://www.rantaunet.org
============================================================
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply.
- Email dengan attachment tidak dianjurkan, sebaiknya melalui jalur pribadi.
- Posting email, DITOLAK atau DIMODERASI oleh system, jika:
1. Email ukuran besar dari >300KB.
2. Email dikirim untuk banyak penerima.
--------------------------------------------------------------
* Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi 
keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-config
* Membaca dan Posting email lewat web, bisa melalui mirror mailing list di:
http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages
http://groups.google.com/group/RantauNet?gvc=2
dengan mendaftarkan juga email anda disini dan kedua mirror diatas.
============================================================


 
---------------------------------
Sucker-punch spam with award-winning protection.
 Try the free Yahoo! Mail Beta.
============================================================
Sukseskan Pulang Basamo se Dunia, Juni 2008.
------------------------------------------------------------
Website: http://www.rantaunet.org
============================================================
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply.
- Email dengan attachment tidak dianjurkan, sebaiknya melalui jalur pribadi.
- Posting email, DITOLAK atau DIMODERASI oleh system, jika:
1. Email ukuran besar dari >300KB.
2. Email dikirim untuk banyak penerima.
--------------------------------------------------------------
* Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi 
keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-config
* Membaca dan Posting email lewat web, bisa melalui mirror mailing list di:
http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages
http://groups.google.com/group/RantauNet?gvc=2
dengan mendaftarkan juga email anda disini dan kedua mirror diatas.
============================================================

Reply via email to