Pak Hari, kalau ngajinya "blekak-blekuk" tapi masih semangat 'nderes', 
ganjarane double lho..kayak insentif KPPN Prima"gama" beragama :).

Meskipun FASIH, tapi 'FASIK' (artinya beriman, tapi masih melakukan dosa-dosa 
besar dan kecil), biar namanya Ngusman, Ngumar, Ngali, tapi kalau males 
'nderes' ditambah "engkek", "kemaki", ya Pak Suto dong hai yang lolos seleksi 
sebagai yang berintegritas....

Gak percaya? Lihat catatan malaikat Roqib dan Ngatid sampai dengan hari ini...



Salam takdzim,
Kobir


NB: Salam kangen buat Ahmad Sobary temanku (di manakah kau berada., Katon).

----- Original Message ----
From: Hari Ribowo <[EMAIL PROTECTED]>
To: perbend list <perbendaharaan-list@yahoogroups.com>
Sent: Thursday, 24 May, 2007 3:13:43 PM
Subject: [Perbendaharaan List] Doa Kang Suto : tulisan Mohammad Sobary 1991

Yth para temen temen anggota milis 
pembicaraan soal kppn prima sudah makin rame.. 
banyak tulisan sudah dibaca.. 
ada pendukung, ada yang kontra, 
ada yang kecewa, ada yang tersenyum.. 

untuk mencairkan suasana.. ini ada tulisan lama.. 
tulisan Mohammad Sobary.. 
tentang kehidupan seorang manusia kelas bawah
seorang supir bajaj yang sudah berumur *istilah nya.. senior 
yang menikmati hidupnya dengan sangat bersahaja.. 
orang itu bernama Suto.. 


Mohammad Sobary sangat pandai menggunakan kata
kata kata yang sederhana menjadi bermakna.. 
cerita yang singkat namun sangat menyentuh hati.. 

tulisan ini pernah saya posting kan di milis kanwil 16 
maaf bila ada diantara temen yang sudah pernah membaca
mudah2an bisa cair.. 
wassalam 
------------ --------- --------- --------- --------- --------- -

DOA KANG SUTO

Pernah saya tinggal di Perumnas Klender. Rumah itu dekat

mesjid yang sibuk. Siang malam orang pada ngaji. Saya tak

selalu bisa ikut. Saya sibuk ngaji yang lain.

Lingkungan sesak itu saya amati. Tak cuma di mesjid. Di

rumah-rumah pun setiap habis magrib saya temui kelompok

orang belajar membaca Al Quran. Anak-anak, ibu-ibu dan

bapak-bapak, di tiap gang giat mengaji. Ustad pun diundang.

Di jalan Malaka bahkan ada kelompok serius bicara sufisme.

Mereka cabang sebuah tarekat yang inti ajarannya berserah

pada Tuhan. Mereka banyak zikir. Solidaritas mereka kuat.

Semangat agamis, pendeknya, menyebar di mana-mana.

Dua puluh tahun lebih di Jakarta, tak saya temukan corak

hidup macam itu sebelumnya. Saya bertanya: gejala apa ini?

Saya tidak heran Rendra dibayar dua belas juta untuk membaca

sajak di Senayan. Tapi, melihat Ustad Zainuddin tiba-tiba

jadi superstar pengajian (ceramahnya melibatkan panitia,

stadion, puluhan ribu jemaah dan honor besar), sekali lagi

saya dibuat bertanya: jawaban sosiologis apa yang harus

diberikan buat menjelaskan gairah Islam, termasuk di

kampus-kampus sekular kita? Benarkah ini wujud santrinisasi?

Di Klender yang banyak mesjid itu saya mencoba menghayati

keadaan. Sering ustad menasihati, "Hiasi dengan bacaan

Quran, biar rumahmu teduh."

Para "Unyil" ke mesjid, berpici dan ngaji. Pendeknya, orang

seperti kemarok terhadap agama.

Dalam suasana ketika tiap orang yakin tentang Tuhan, muncul

Kang Suto, sopir bajaj, dengan jiwa gelisah. Sudah lama ia

ingin salat. Tapi salat ada bacaan dan doanya. Dan dia tidak

tahu. Dia pun menemui pak ustad untuk minta bimbingan,

setapak demi setapak.

Ustad Betawi itu memuji Kang Suto sebagai teladan. Karena,

biarpun sudah tua, ia masih bersemangat belajar. Katanya,

"Menuntut ilmu wajib hukumnya, karena amal tanpa ilmu tak

diterima. Repotnya, malaikat yang mencatat amal kita cuma

tahu bahasa Arab. Jadi wajib kita paham Quran agar amal kita

tak sia-sia."

Setelah pendahuluan yang bertele-tele, ngaji pun dimulai.

Alip, ba, ta, dan seterusnya. Tapi di tingkat awal ini Kang

Suto sudah keringat dingin. Digebuk pun tak bakal ia bisa

menirukan pak ustad. Di Sruweng, kampungnya, 'ain itu tidak

ada. Adanya cuma ngain. Pokoknya, kurang lebih, ngain.

"Ain, Pak Suto," kata Ustad Bentong bin H. Sabit.

"Ngain," kata Kang Suto.

"Ya kaga bisa nyang begini mah," pikir ustad.

Itulah hari pertama dan terakhir pertemuan mereka yang

runyem itu. Tapi Kang Suto tak putus asa. Dia cari guru

ngaji lain. Nah, ketemu anak PGA. Langsung Kang Suto

diajarinya baca Al-Fatihah.

"Al-kham-du ...," tuntun guru barunya.

"Al-kam-ndu ...," Kang Suto menirukan. Gurunya bilang,

"Salah."

"Alkhamdulillah ...," panjang sekalian, pikir gurunya itu.

"Lha kam ndu lilah ...," Guru itu menarik napas. Dia merasa

wajib meluruskan. Dia bilang, bahasa Arab tidak sembarangan.

Salah bunyi lain arti. Bisa-bisa kita dosa karena mengubah

arti Quran.

Kang Suto takut. "Mau belajar malah cari dosa," gerutunya.

Ia tahu, saya tak paham soal kitab. Tapi ia datang ke rumah,

minta pandangan keagamaan saya.

"Begini Kang," akhirnya saya menjawab. "Kalau ada ustad yang

bisa menerima ngain, teruskan ngaji. Kalau tidak, apa boleh

buat. Salat saja sebisanya. Soal diterima tidaknya, urusan

Tuhan. Lagi pula bukan bunyi yang penting. Kalau Tuhan

mengutamakan ain, menolak ngain, orang Sruweng masuk neraka

semua, dan surga isinya cuma Arab melulu."

Kang Suto mengangguk-angguk.

Saya ceritakan kisah ketika Nabi Musa marah pada orang yang

tak fasih berdoa. Beliau langsung ditegur Tuhan. "Biarkan,

Musa. Yang penting ketulusan hati, bukan kefasihan

lidahnya."

"Sira guru nyong," (kau guruku) katanya, gembira.

Sering kami lalu bicara agama dengan sudut pandang Jawa.

Kami menggunakan sikap semeleh, berserah, pada Dia yang

Maha welas dan Asih. Dan saya pun tak berkeberatan ia zikir,

"Arokmanirokim, " (Yang Pemurah, Pengasih).

Suatu malam, ketika Klender sudah lelap dalam tidurnya, kami

salat di teras mesjid yang sudah tutup, gelap dan sunyi. Ia

membisikkan kegelisahannya pada Tuhan.

"Ya Tuhan, adakah gunanya doa hamba yang tak fasih ini.

Salahkah hamba, duh Gusti, yang hati-Nya luas tanpa batas..."

Air matanya lalu bercucuran. Tiba-tiba dalam penglihatannya,

mesjid gelap itu seperti mandi cahaya. Terang-benderang. Dan

kang Suto tak mau pulang. Ia sujud, sampai pagi ...

------------ ---

Mohammad Sobary, Editor, No.21/Thn.IV/ 2 Februari 1991

------------ --------- --------- ---
We won't tell. Get more on shows you hate to love
(and love to hate): Yahoo! TV's Guilty Pleasures list.

[Non-text portions of this message have been removed]





      
___________________________________________________________________________________
How would you spend $50,000 to create a more sustainable environment in 
Australia?  Go to Yahoo!7 Answers and share your idea.
http://advision.webevents.yahoo.com/aunz/lifestyle/answers/y7ans-babp_reg.html


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke