Dear milis perbendaharaan yang budiman,
   
  Tidak lama lagi kita akan memasuki bulan Ramadhan. Bulan yang penuh berkah 
dan bulan dimana peluang kita untuk menghapus dosa sungguh berlimpah.
   
  Pada kesempatan ini saya ingin mengajak Anda untuk sekali lagi merenungkan 
tradisi dan kegiatan-kegiatan yang sering kita lakukan di seputar bulan 
Ramadhan atau Lebaran.
   
  Tulisan saya berikut ini sebenarnya telah berumur satu tahun.  Meskipun 
demikian, saya berharap Anda masih bisa menikmatinya  tanpa merasa bosan atau 
khawatir rasa basi tulisan itu akan meracuni Anda.
   
  Semoga bermanfaat.
   
  Salam,
  budisan   
   
   
                          ANDAIKAN SEMUA BULAN  RAMADHAN
   
   
   
  Tidak lama setelah bulan suci Ramadhan tahun lalu berlalu, seorang ustadz 
berkata “Alangkah indahnya dunia ini seandainya semua bulan ini Ramadhan”. Ia 
membayangkan apa yang akan terjadi seandainya lamunan itu kemudian menjadi 
kenyataan. Semua umat muslim di dunia tentunya akan dipaksa untuk terus-menerus 
berlatih setiap hari menahan diri dari semua godaan nafsu duniawi. Mereka juga 
akan selalu dipicu untuk memperbanyak ibadah. Karena setiap ibadah yang 
dilakukannya dijanjikan akan mendapatkan nilai pahala yang dilipatgandakan 
hingga berpuluh bahkan beratus kali lipat.  Selain itu, praktek prostitusi dan 
penjualan minuman keras pun mungkin akan jauh berkurang.  Sementara itu, para 
artis yang sebelumnya sering memamerkan bagian-bagian tubuh sensualnya pun akan 
berubah penampilan menjadi wanita muslimah. Kondisi sebagaimana dilukiskan oleh 
ustadz tersebut mengantarkan kita pada suatu imajinasi dunia yang indah, yang 
penuh dengan berkah. Tetapi benarkah dunia ini akan
 menjadi indah bila semua bulan ini Ramadhan?
   
  Satu hal yang tidak mungkin diragukan adalah bahwa pemahaman dan perspektif 
orang  tentang suatu keindahan mungkin berbeda. Ustadz sebagaimana telah saya 
sebut di atas melihat fenomena sosial di bulan Ramadhan dengan rasa bangga dan 
berharap fenomena tersebut akan terus berlanjut. Sementara itu, bukan tidak 
mungkin sebagian di antara kita justru melihatnya dengan rasa kecewa bahkan 
sinis dan tidak menghendaki hal itu terjadi lagi. Betapa mereka tidak kecewa 
ketika menyaksikan bahwa semua kebaikan dan penampilan islami yang 
diperlihatkan oleh banyak orang pada bulan Ramadhan tersebut ternyata hanya 
merupakan ritual ibadah yang bersifat sesaat. Semua kebaikan berakhir setelah 
Ramadhan berakhir. Pelacur akan kembali lagi  melacur, sama halnya dengan 
perampok akan kembali lagi merampok. Mereka tidak melacur, merampok dan 
melakukan perbuatan negatip lainnya pada bulan Ramadhan karena semata-mata 
untuk menghormati bulan suci Ramadhan, dan juga untuk membersihkan dosa-dosa 
yang
 telah mereka perbuat pada bulan-bulan sebelumnya. Selepas Ramadhan, dengan 
mengenakan baju putih yang masih bersih, tentunya mereka akan dapat mulai 
menjalankan profesinya kembali dengan penuh percaya diri, tanpa diganggu oleh 
perasaan dosa yang membebani.  Pertanyaan yang tentunya mengusik kita adalah 
mungkinkah mereka akan berubah, sehingga dunia menjadi lebih indah, bila semua 
bulan ini Ramadhan?
   
  Hal lain yang menarik pula untuk disimak adalah motivasi orang beribadah dan 
berbuat baik di bulan Ramadhan. Sulit untuk tidak mempercayai bahwa banyak 
orang beribadah dan berbuat kebajikan di bulan Ramadhan semata-mata karena 
mereka tergiur dengan janji pahala yang akan dilipatgandakan. Dengan 
memperbanyak ibadah di bulan Ramadhan mereka sangat meyakini bahwa itu akan 
mengantar mereka menjadi penghuni surga, sekaligus terhindar dari siksaan api 
neraka. Dengan kata lain, motivasi mereka memperbanyak ibadah di bulan Ramadhan 
adalah terutama didasarkan pada ego, yakni keinginan mereka untuk selamat di 
hari akhirat. Sayangnya, dibalik semua ibadah yang mereka lakukan tersebut 
kepentingan individual lebih mengemuka daripada kepentingan sosial. Ibadah 
shalat dan puasa yang mereka lakukan dengan tekun di bulan Ramadhan pun hanya 
sebatas untuk melaksanakan syariat simbolik, yang diyakininya akan mampu 
mendekatkannya dengan Sang Khalik (hablun min Allah). Ibadahnya tidak mampu
 menggugah hati dan kemauannya untuk bersilaturahmi dan berbagi kebaikan kepada 
dunia, kepada sesama manusia (hablun min annas).  Dengan kata lain, ibadah yang 
mereka lakukan di bulan Ramadhan sama sekali bukan dalam konteks untuk mengubah 
dunia ini menjadi surga bagi semua umat manusia (rahmatan lil alamin).  Lalu, 
siapa yang akan mengatakan bahwa ibadah yang dilandasi oleh motivasi untuk 
mendapatkan pahala yang berlipatganda dan hanya untuk memenuhi kepentingan 
individualnya akan membuat dunia kita ini menjadi indah? 
   
  Sebagaimana kita saksikan bersama dan telah sering disajikan di berbagai 
media massa, fenomena bulan Ramadhan juga ditandai dengan meningkatnya 
penawaran dan permintaan barang dan jasa, dengan sejumlah dampak buruk yang 
seringkali kita perhatikan hanya dengan sebelah mata. Sebenarnya merupakan hal 
yang sangat ironis bahwa pada bulan dimana kita sedang menjalankan ibadah 
puasa, yang intinya merupakan latihan pengendalian diri dari setiap godaan 
nafsu duniawi, kegiatan belanja dan pola konsumsi kita justru mengalami 
peningkatan secara cukup signifikan. Untuk mengamankan agar ibadah puasa kita 
tamat selama sebulan penuh, kita menyediakan aneka makanan bergizi tinggi di 
rumah dan menyantapnya di malam hari dalam jumlah yang berlimpah. Belum lagi 
ditambah sekian kali kita menikmati undangan acara Buka Bersama dari seorang 
teman, keluarga dan mitra kerja. Alhasil, selama bulan Ramadhan perut kita 
bukan diuji melainkan dimanjakan. Akibatnya, kita lupa belajar bagaimana si 
miskin
 menahan lapar.   
   
  Bukan hanya lupa belajar menahan lapar, kita pun lupa belajar menahan godaan 
iklan tivi di malam hari. Seringkali tidak kita  sadari bahwa berbagai 
iming-iming hadiah yang  disajikan dalam kemasan acara Ramadhan di berbagai 
stasiun tivi di malam hari tersebut sebenarnya merupakan salah satu bentuk 
komersialisasi Ramadhan yang tujuan utamanya adalah untuk menghasilkan 
keuntungan. Komersialisasi Ramadhan bukan hanya ada di berbagai acara tivi di 
malam hari. Ia juga hadir bersilaturahmi dengan kita melalui telepon seluler 
kita.  Dengan berbekal ilmu Ekonomi Pulsa model AFI (Akademi Fantasi Indosiar), 
ia tawarkan berbagai macam program SMS berhadiah yang beraroma judi. Oleh 
karena itu, tidak mengherankan bila selama bulan Ramadhan konsumsi pulsa kita 
biasanya menjadi jauh membengkak. Sekali lagi, di bulan suci Ramadhan kita 
telah gagal menahan diri dari godaan nafsu duniawi.
    
  Barangkali godaan di bulan Ramadhan yang paling sulit kita hadapi adalah 
ketika kita  harus berbelanja menyiapkan semua keperluan untuk merayakan 
lebaran. Untuk merayakan lebaran kita menyediakan menu makanan yang terdiri 
dari ketupat, daging, telor dan ayam di meja makan sampai dengan aneka makanan 
dalam toples di meja tamu yang seringkali tak habis berminggu-minggu. Beberapa 
hari menjelang lebaran, kita juga punya tradisi berbelanja aneka baju baru 
(terutama baju dan asesori muslim) untuk semua anggota keluarga, walaupun di 
dalam lemari pakaian kita sebenarnya masih terdapat banyak persediaan aneka 
baju lama.  Dan yang paling sering membuat kepala kita pening adalah memikirkan 
bagaimana supaya kita mempunyai persediaan uang yang cukup untuk keperluan 
mudik lebaran. Walaupun tujuan mudik lebaran sebenarnya sangat mulia, yakni 
bersilaturahmi dengan orangtua dan sanak keluarga di kampung halaman, dalam 
praktek tidak jarang mudik lebaran menyimpang menjadi semacam ajang
 pameran kekayaan dan kemewahan.  Mudik lebaran juga terkesan telah menjadi 
kebiasaan yang dipaksakan.  Demi mudik lebaran, tabungan yang dengan susah 
payah dikumpulkan dari bulan ke bulan selama setahun tiba-tiba terkuras habis 
hanya dalam hitungan hari. Dan yang patut disayangkan bahwa semua pengorbanan 
untuk merayakan tradisi lebaran tersebut ternyata tidak mampu mengubah diri 
kita menjadi manusia baru dengan tingkat ketakwaan yang dapat dibanggakan.  
Lalu, apakah pesta lebaran yang terkesan jor-joran dan gagal mendekatkan jiwa 
kita kepada Sang Pencipta tersebut akan membuat dunia kita ini menjadi lebih 
indah?
   
  Tentu saja semua sisi gelap Ramadhan yang sengaja saya tampilkan dalam 
tulisan ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk menutupi atau menyangkal adanya 
sisi terang Ramadhan.  Dalam tulisan ini saya hanya ingin menunjukkan bahwa 
dunia kita ini tidak serta merta akan menjadi indah bila semua bulan ini 
Ramadhan.  Di bulan Ramadhan setan tidak berpuasa untuk menggoda kita, bahkan 
cenderung untuk melipatgandakan kegiatannya.  Ramadhan dan juga lebaran bisa 
menjadi sebuah ritual ibadah yang kering, bahkan mungkin destruktif sebagaimana 
telah saya tunjukkan dalam tulisan saya ini, bila kita yang notabene adalah 
khafilah Allah di dunia ini tidak dengan tekun menjaga dan mengarahkannya 
menjadi ibadah yang penuh rahmah, ibadah yang penuh berkah.  Namun tentu saja 
kita juga semestinya percaya bahwa upaya untuk mengubah dunia menjadi surga 
bagi semua umat manusia harus terus kita lakukan, apakah saat itu Ramadhan atau 
bukan.
    
   


       
---------------------------------
Got a little couch potato? 
Check out fun summer activities for kids.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke