Semoga indonesia segera terbebas dari belenggu KKN..........


 
--- In perbendaharaan-list@yahoogroups.com, "amirsyahya" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Reformasi birokrasi yang sedang dijalankan Departemen Keuangan 
> tujuan utamanya adalah untuk mencapai efektifitas efisiensi 
> pelayanan masyarakat dan pemberantasan KKN. Adapun remunerasi 
hanya 
> salah satu alat (tool) dalam rangka mencapai tujuan tersebut, 
> disamping tools lain seperti transparansi informasi, komunikasi, 
> sarana prasarana, kode etik, dsb.
> 
> Sayangnya tidak semua (atau mayoritas???) pegawai DepKeu sadar, 
> paham & mengerti tujuan utama reformasi birokrasi ini. Kebanyakan 
> yang terpikir dalam reformasi birokrasi ini hanyalah masalah 
> REMUNERASI. Akibatnya gerakan reformasi ini disambut dengan 
> persiapan dan langkah-langkah yang "keliru". Logika yang dipakai 
dan 
> tertanam di otak bawah sadar kita adalah "Karena penghasilan sudah 
> dinaikkan (besar) maka harus bekerja yang rajin, efektif efisien 
dan 
> tidak KKN" Dengan logika seperti ini, dalam kondisi normal, tidak 
> akan ada masalah dalam pekerjaan sehari-hari. Pelayanan masih 
dapat 
> berjalan efektif efisien dan KKN dapat diminimalisir. Tetapi dalam 
> kondisi yang tidak normal, penuh pressure dan situasi kondisi yang 
> selalu berubah-ubah, logika/pemikiran di atas sangat tidak memadai 
> dalam pelayanan masyarakat, sehingga tujuan utama pelayanan 
efektif 
> efisien menjadi terabaikan dan KKN kembali menjamur dan menggurita.
> 
> Dalam kajian-kajian anti KKN, ada tiga sebab utama terjadinya KKN 
> yaitu adanya P for Pressure (tekanan), O for Opportunity 
> (Kesempatan), R for Rationalization (Pembenaran). P adalah tekanan-
> tekanan yang terjadi sehingga seseorang cenderung/mudah untuk 
> melakukan KKN yang bisa berasal dari faktor eksternal (misal: 
> ancaman atasan, rekan kerja),  dan internal (misal: kesejahteraan 
> kurang, terlilit hutang, perlu biaya besar/mendesak untuk 
> pengobatan). O adalah kesempatan yang terbuka karena lemahnya 
> kontrol dan prosedur (misal: brankas tidak dikunci, tumpang tindih 
> jabatan/tugas, penegakan kode etik dan hukum yang lemah, tidak 
> transparan, dll.). R adalah pembenaran dari para pelaku KKN 
(misal: 
> yang lain juga melakukannya, habis ini nggak lagi, nanti uangnya 
> kukembalikan, hasilnya dipakai untuk nyumbang mesjid/yatim 
> piatu/fakir miskin, saya terpaksa, dsb).
> 
> Dalam banyak kasus KKN P&O adalah aktor utama dan R adalah aktor 
> pembantu. P pada masing2 orang berbeda, bisa saja menurut Mr.X 
tidak 
> enak/gak sopan/ bila menolak "ajakan/perintah" dari atasan/rekan 
> kerja untuk KKN tapi bagi Mr.Y ini tidak bisa dikompromikan. Bagi 
> Mr.X gak punya HP 3G/motor/mobil adalah memalukan sebagai pegawai 
> DepKeu, tapi Mr.Y hal ini gak masalah. Bagi Mr. X sesuatu kondisi 
> dapat menjadi pressure untuk melakukan KKN tapi tidak bagi Mr.Y.
> 
> Keputusan untuk melakukan KKN atau tidak bila aktor2 utamanya 
telah 
> ada (P&O) ditentukan oleh INTEGRITAS seseorang. Mereka yang 
> berintegritas tidak akan melakukan KKN walaupun memiliki aktor2 
P&O 
> sekaliber Al-Pacino dan Kristin Hakim. Sebalikanya mereka yang 
> berintegritas rendah akan mudah saja melakukan KKN walaupun aktor2 
> yang dimiliki kemampuannya hanya sekelas artis kacangan seperti 
> dalam sinetron-sinetron kita:).
> 
> Dalam rangka memberantas KKN yang SERIUS, ada ide yang menarik 
dari 
> artikel Majalah Internal Auditor yang berjudul "Intelligent Fraud 
> Fighting" yang menyentil saya agar meneruskannya ke milis ini, 
> syukur2 bisa menjadi ide untuk pemberantasan KKN dilingkungan 
kita, 
> yaitu pembentukan IOSI System (Internal Organization Security 
> Intelligent) tentu saja dengan aplikasi yang sesuai dengan DJPBN.
> 
> IOSI system adalah metode untuk mendapatkan informasi dan 
membangun 
> sumber daya yang melindungi organisasi dari hal-hal yang merusak 
> utamanya pelanggaran kode etik dan KKN. Tujuan utama IOSI system 
> adalah pencegahan. IOSI system harus dibarengi dengan sosialisasi 
> kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap organisasi (misal 
> KPPN: pegawai, bendaharawan, pimpro, kepala satker, bank dan pos, 
> rekanan) tentang gejala2/tanda2 KKN. 
> 
> IOSI system bisa dibentuk dalam skala lokal (KPPN), Wilayah 
> (Kanwil), ataupun terpusat (Itjen or struktur di Kantor Pusat 
> DJPBN). IOSI melapor pada atasan lebih tinggi dari unit Satker, 
> misal masalah di KPPN lapor pada Kanwil, masalah Kanwil pada 
Kantor 
> Pusat, dst. Setiap masalah harus didokumentasikan dengan tertib 
> meskipun hanya kabar burung, gosip, surat kaleng yang setelah 
dicek 
> kebenarannya belum/tidak terindikasi KKN.
> 
> Personel dalam IOSI adalah mereka yang memiliki integritas dan 
track 
> record yang jelas dalam bersikap terhadap KKN. Hal ini bisa 
> dilakukan dengan konfirmasi rahasia terhadap siapa saja yang 
pernah 
> berurusan dan berhubungan dengannya. Misal: konfirmasi tentang 
track 
> record pekerjaan masa lalu, bagi pegawai seksi perbendaharaan: 
> konfirmasi dengan bendaharawan, pimpro, kepala satker dan rekanan. 
> Dsb. Selain itu IOSI harus mempunya "agen rahasia" disetiap lini 
> kegiatan agar dapat mendeteksi sedini mungkin. Misal di KPPN, IOSI 
> punya agen di seksi perbendaharaan, umum, bendum, vera, dan 
> bendaharawan. Agen2 ini tidak diketahui umum kecuali personel 
kunci 
> IOSI, bahkan agen IOSI yang satu tidak mengetahui siapa agen IOSI 
> yang lain. Agen IOSI ini adalah pegawai pilihan dari tiap satker 
> yang bersangkutan dan dalam periode tertentu dimutasi ke satker2 
> lain bersamaan dengan mutasi pegawai reguler.
> 
> Dalam melaksanakan tugasnya IOSI harus melibatkan semua pihak yang 
> terlibat dalam organisasi seperti kepegawaian dalam merekrut staff 
> dan koordinasi kepegawaian seperti mutasi, promosi, diklat dan up 
> date data. Bagian Teknis dengan menset prosedur pekerjaan yang 
jelas 
> dan Bagian yang menentukan tindakan bagi pelaku KKN. IOSI system 
> sangat ampuh dalam preventif dan deteksi KKN yang berkaitan dengan 
> Suap, gratifikasi, tumpang tindih manajemen, katebelece & 
> rekomendasi khusus.
> 
> Langkah2 pembentukan IOSI system adalah:
> 1.Formulasi tugas & tanggung jawab IOSI (cukup jelas)
> 
> 2.Membentuk kode etik (cukup jelas)
> 
> 3.Meningkatkan kesadaran pegawai dan sosialisasi anti KKN.
> Organisasi harus memberikan pesan yang jelas bahwa tidak ada 
> toleransi bagi KKN. Dan mewajibkan setiap pegawai melaporkan 
> kecurigaan terhadap pelanggaran kode etik/aturan kepada pihak yang 
> berwenang dalam IOSI system.
> 
> 4.Menciptakan kondisi yang mendukung "WhistleBlowing".
> Seperti HOTLINES, merahasiakan identitas pelapor dan melindungi 
> keamanan dan kenyaman sang pelapor dari tekanan2 yang mungkin 
> terjadi karena laporannya.
> 
> 5.Desain reward system.
> Mengumumkan secara luas bahwa penghargaan akan diberikan pada 
> whistleblower, penghargaan pada pegawai teladan dan atau 
berkinerja 
> baik.
> 
> 6.Penentuan Kriteria Laporan dan Hukuman bagi laporan palsu.
> Kriteria & ukuran laporan harus jelas tetapi tidak membuat takut 
> untuk melapor. Pemberi laporan palsu dikenakan hukuman tegas untuk 
> memberi situasi kondusif bagi lingkungan.
> 
> 7.Diklat dan promosi hanya bagi pegawai yang berkualitas.
> Tidak ada senioritas, dan pelanggar kode etik/pelaku KKN harus 
> dieliminasi, karena merupakan bom waktu bagi organisasi.
> 8.Menciptakan situasi lingkungan pekerjaan yang nyaman, misal 
> kegiatan rohani, kegiatan konseling, dan perhatian pada kondisi 
> pribadi/keluarga pegawai.
> 
> PNS perlu merevisi logika pelayanan. PNS adalah pelayan (bahasa 
> kasarnya pembantu) masyarakat. PNS dihidupi/digaji oleh rakyat. 
Bila 
> pekerjaan baik/bagus maka rakyat tidak akan keberatan untuk 
> menaikkan gaji pelayannya. Sebaliknya, bila rakyat belum menaikkan 
> gaji karena pekerjaan yang buruk, atau karena rakyat/majikan belum 
> memiliki cukup uang, maka tidak sepantasnya PNS mencuri/maling 
dari 
> sang majikan. Gaji tidak seharusnya jadi alasan untuk bekerja 
> ataupun tidak bekeja dengan jujur dan efektif/efisien.
> 
> Normalnya, bila melihat ada maling, secara refleks kita akan 
> berteriak "MALIIING!!!" Mengejar, menangkap, & menyerahkannnya 
> kepada POLISI. Atau setidaknya kita melaporkannya or sekadar 
> berteriak. Tetapi bila ada MALING dan kita hanya diam saja, 
jangan2 
> kita sudah "tidak normal" lagi? Atau bisa juga memilih sikap 
seperti 
> yang dinasehatkan oleh mentor saya yang merupakan salah seorang 
> anggota komite audit dari beberapa perusahaan yang saya 
> kenal, "Kalau tidak bisa ikut "membersihkan", setidaknya jangan 
> ikut "menyampahi"!!!
> 
> HmmmmÂ…., Saya hampir Putus Asa menanti Indonesia (DJPBN) bebas 
KKN":)
>


Kirim email ke