Rekan-Rekan, Inilah contoh yang salah yang didemonstrasikan oleh seseorang yang bernama Baramuli. Sebagai Pejabat Negara yang 'gaji'-nya dibiayai oleh Rakyatnya, seharusnya dia memperlihatkan dirinya sebagai pengayom yang rendah diri. Bukan sebaliknya, malah 'arogan' tidak menentu, serta mencari kesalahan orang lain. Maaf ini pendapat/reaksi saya pribadi Saya hanya ingin menghimbau, bila seandainya nanti ada diantara rekan yang diberi kepercayaan untuk menjadi Pejabat, mohon agar kelakuan-kelakuan seperti ini tidak diikuti. Salam, bRidWaN ------------------------------------------------- Sebagai Pejabat Negara, Baramuli tidak Minta Maaf JAKARTA (Media): Ketua DPA AA Baramuli mengatakan, kalau terjadi kesalahpahaman antara dirinya dan Ali Sadikin serta Kemal Idris, kedua orang itu yang harus minta maaf karena dirinya adalah pejabat negara. "Kalau memang salah paham, saya kira, mereka yang harus menyampaikan maafnya, bukan saya. Saya ini adalah pejabat negara, dan yang memulai kan dari pihak mereka," kata Baramuli ketika menerima dukungan sekelompok masyarakat atas sengketa dirinya dengan Ali Sadikin dan Kemal Idris di Kantor DPA, Jakarta, kemarin. Baramuli mengakui, dirinya tidak menduga ada dukungan dari sekelompok masyarakat itu. Dukungan itu ditandatangani 54 orang. Setelah pernyataan sikap mereka dibacakan, Baramuli pun membacakan penjelasan pers yang sudah dipersiapkan sebelumnya sebagai tanggapan atas dukungan kelompok masyarakat tersebut. Dalam penjelasan pers tertulis itu disebutkan, "Adalah benar bahwa pernyataan atau penjelasan Ketua Dewan Pertimbangan Agung RI Dr H AA Baramuli SH harus dibaca/ dihayati secara terpadu sebagaimana dimuat dalam harian Suara Karya tanggal 16 November 1998 dan jangan dipotong- potong lalu ditafsirkan sendiri, dan disiarkan kepada umum kalimat-kalimat yang dapat menimbulkan dan memperbesar kesalahpahaman." Seperti diketahui, Kemal Idris dan Ali Sadikin melaporkan Baramuli ke Mabes Polri karena dinilai mencemarkan nama baik. Bahkan kedua tokoh Barisan Nasional itu menggugat Baramuli sebesar Rp 100 miliar. Mengenai tuntutan sebesar Rp 100 miliar itu, menurut Baramuli, merupakan jumlah yang sangat besar. "Dari mana saya mampu memenuhi jumlah Rp 100 miliar. Kecuali bila saya gubernur yang pernah mengatur perjudian, jumlah tersebut tidak menjadi masalah," katanya. Baramuli juga menepis tudingan dirinya sebagai PKI. Ia menegaskan, dirinya bangga karena ketika menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Utara, daerah yang dipimpinnya itu merupakan satu-satunya provinsi yang tidak ada komunisnya. "Kalau ada yang menuduh saya komunis, lihat buktinya, provinsi mana yang tidak ada PKI-nya ketika itu," kata Baramuli. Menurut dia, justru ketika Jakarta Raya dipimpin Ali Sadikin, ketika itu bercokol gembong PKI di Jakarta. "Jadi bila ada yang menuduh saya PKI, silakan periksa sendiri," kata Baramuli. Dalam penjelasan pers tertulis, Baramuli mengatakan, tabu dan takabur untuk menjagokan jasa diri sendiri yang belum tentu bermanfaat dan berguna untuk pembangunan bangsa dan negara. (SA/P-2) ------------------------------------- Media Indonesia Jumat 22 Januari 1999