Anda betul Bung Ridwan,

memang banyak sekali kesalahan kesalahan yang telah di perbuat oleh
rejim Soeharto, dan banyak pula kasus yang menyangkut masalah yang
esensial dari perekonomian negara seakan hilang begitu saja. Tapi
tidak adil rasanya kalau kita hanya menyalahkan individual saja,
karena hal itu merupakan rangkaian dari suatu sistem yang besar dai
tidak terpisahkan. Kalau anda sudah membaca artikel yang saya postkan
tadi, mungkin anda akan setuju bahwa semua orang yang berada di bawah
rejim Soeharto seharusnya ikut bertanggung jawab atas segala kesalahan
itu.

Kalau saya pribadi boleh berargumen, bukan cuman para pejabat yang
berada di bawah rejim Soeharto yang ikut bertanggung jawab, tapi
seluruh masyarakat juga seharusnya ikut bertanggung jawab. Kenapa saya
katakan demikian? karena masyarakat kita waktu itu juga ikut mendidik
para pejabat untuk berbuat yang tidak benar, tanpa memandang apakah
rakyat kita cukup terdidik atau tidak.

Saya kasih contoh yang sangat simple. Seorang tukang sayur di pasar,
untuk mendapatkan tempat dagang yang enak, dia berupaya menyuap tukang
pasar. Mungkin pada waktu pertama kali, si tukang pasar merasa tidak
berhak berbuat demikian, tapi suatu saat si tukang pasar merasa perlu
uang, dan jalan yang paling gampang adalah menerima suap si tukang
sayur. Ternyata si tukang pasar merasa enak menerima uang itu, dan
lebih enak lagi setelah makin banyak orang yang "nyuap" untuk mendapat
tempat yang enak. Lama kelamaan, si tukang pasar merasa keenakan, dan
merasa hal itu sudah menjadi hak dia. Ketika tidak ada yang memberikan
uang suap, dia nagih karena merasa hal itu adalah haknya. Kemudian
para pedagang mulai teriak teriak protes.

Kalau kita lihat, para pedagang tersebut secara sadar atau tidak
sadar, ikut bertanggung jawab atas perbuatan si tukang pasar. Jadi
akan terasa tidak adil kalau kita hanya menyalahkan si tukang pasar
tanpa mau melihat sistem secara keseluruhan.

Hal yang kecil kecil semacam inilah yang akhirnya berkembang ke ruang
lingkup yang lebih besar, dalam hal ini kehidupan bernegara. Sehingga,
menurut saya, kita harus menyikapi kesalahan kesalahan masa lalu
dengan kaca mata yang jernih. Memandang dari segala sisi agar
pandangan kita bisa obyektif.

Apa yang sudah terjadi, harus kita pelajari dan ambil hikmahnya. Kita
upayakan penyelesaian secara tuntas melalui hukum yang ada. Hindarkan
pertikaian dan sentimen pribadi, karena hal itu tidak menyelesaikan
masalah, justru akan memperpanjang permasalahan yang berakibat
terlupakannya hal hal yang mendasar bagi rakyat kecil.

Usaha ke arah perbaikan sudah terlihat di lakukan oleh pemerintah
kita, meskipun kekurangan tetap ada di sana sini. Merubah tatanan
suatu masyarakat tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Jadi
menurut saya, kita juga harus bersabar, sambil kita selaku pribadi,
berusaha koreksi diri dan memperbaiki diri, agar kesalahan yang
dilakukan oleh mereka, tidak kita lakukan apabila kita nanti bertempat
di posisi mereka.

Wassalam






---bRidWaN <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Bung Dodo,
> Cara pemikiran anda sangat baik. Sayapun ingin berpikir
> seperti cara anda. Hanya saja selama ini saya sering
> melihat banyaknya persoalan yang sempat 'heboh' menjadi
> 'tidak heboh' atau bahkan menghilang begitu saja.
> Banyak kasus-kasus diantaranya kasus KKN dan HAM yang
> menguap. Seperti contoh kasus perbankan kita yang
> meliputi milyaran rupiah, kasus Freeport dan lainnya.
>
> Mungkin juga anda benar, bahwa sentimen pribadi dapat
> mempengaruhi suatu penilaian, dan ini yang membuat
> saya pribadi terkadang menjadi sangat tidak objectives.
>
> Tetapi saya beruntung mempunyai rekan seperti anda dan
> juga rekan Permias@ lainnya, yang seringkali meng-kritik
> atau menanggapi beberapa tulisan dan pemikiran saya
> selama ini. Dan menurut saya itulah gunanya mempunyai
> suatu 'TEAM' yang kuat, harus ada yang berlainan
> pendapat dan pemikiran, harus ada yang meng-kritik
> atau berlawanan. Sebab apabila tidak, maka keadaan
> seperti pada jaman Orde Baru dulu akan terulang kembali,
> dimana tidak ada pihak yang berani mengeluarkan pendapat.
> Yang ada malahan mendukung habis-habisan semua ide atau
> konsep, apapun bentuknya ! Contoh yang paling nyata
> adalah 'standing applause' yang terjadi pada Sidang Umum
> MPR 1998 pada saat Pak Harto terpilih menjadi Presiden
> dan pada saat beliau membacakan pidatonya. Belum lagi
> komentar para tokoh kita selepas itu. Mengaggumkan...:)
>
>
> Salam,
> bRidWaN
>
> --------------------------------------------
> At 11:48 01/02/99 -0800, DODO DOLITET wrote:
> >Bung Ridwan,
> >
> >Saya pribadi tidak mau berprasangka jelek kepada pemerintahan
> >Habibie dengan mengatakan bahwa langkah2 politis yang dibuat
> >akhir2 ini merupakan upaya pengalihan masalah. Saya juga
> >tidak mau mengatakan bahwa Soeharto membuat manuver2 untuk
> >mempengaruhi pemerintahan Habibie.
> >Kenapa saya bilang begitu? karena memang tidak ada bukti
> >yang jelas. Semuanya hanya merupakan dugaan dan perkiraan.
> >
> >Saya lebih sependapat kepada Sri Bintang, bahwa di dalam kondisi yang
> >semrawut seperti sekarang ini, segala sesuatu bisa terjadi dan muncul
> >secara bersamaan. Yang penting adalah, bagaimana kita mengatasi
> >berbagai persoalan ini dengan bijak, dan tidak justru menambah
> >persoalan persoalan baru yang menyengsarakan rakyat banyak. Jangan
> >sampai persoalan persoalan yang sudah ada di peruncing dan diperburuk
> >dengan pertikaian interests diantara elite politik kita, karena pada
> >ujung2nya, rakyat juga yang menderita.
> >
> >Kalau orang2 macam Bambang Triantoro, Sri Bintang, dll membuat
> >pernyataan bahwa Soeharto melakukan upaya untuk mempengaruhi Habibie
> >ataupun dunia internasional agar mengalihkan perhatian rakyat, itu
> >merupakan pernyataan yang lebih bersifat pribadi, dan dipengaruhi
> >oleh sentimen pribadi juga. Karena mereka adalah orang-orang yang
> >"disakiti" pada jaman rejim Suharto. Mungkin rakyat sendiri sekarang
> >ini sudah mulai tidak perduli agi dengan urusan2 semacam itu, mereka
> >mungkin sudah mulai capek, muak dengan pertikaian politik diatas,
> >tanpa ada penyelesaian yang konkrit yang membawa perbaikan ekonomi
> >dan kehidupan rakyat kecil. Justru pertikaian itu akan memperpanjang
> >dan memperburuk kondisi hidup mereka.
> >
> >Saya ingat pada saat Presiden Clinton menyatakan perang terhadap
> >Irak beberapa waktu yang lalu. Kita (orang2 Indonesia) menyatakan
> >bahwa hal itu sebagai upaya pengalihan perhatian masyarakat dari
> >skandal sex Clinton dengan Monica. Padahal kalau saya amati,
> >masyarakat US sendiri waktu itu sudah tidak begitu perduli lagi
> >dengan skandal sex itu.
> >Mereka tidak mau dipusingkan dengan urusan urusan semacam itu.
> >
> >Jadi kesimpulannya, saya secara pribadi tidak mau terburu buru
> >menghakimi tindakan seseorang apabila hal itu hanya berdasar
> >dugaan dan lebih dilandasi oleh sentimen pribadi.
> >
> >Wassalam
>
> ---------------------
> >---bRidWaN <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> >>
> >> Rekan-Rekan Permias@ yTH.,
> >> Saya tertarik dengan berita dibawah ini,
> >> dan saya kira berita ini layak menjadi
> >> pemikiran kita.
> >>
> >> Kalau kita perhatikan, hal ini memang
> >> sudah sering berlangsung sejak dulu,
> >> dimana untuk mengalihkan suatu 'issue'
> >> besar, selalu ditimbulkan issue yang
> >> lebih besar.
> >>
> >> Saya yakin, tentunya rekan-rekan mempunyai
> >> pemikiran tersendiri mengenai hal tersebut.
> >>
> >> Salam,
> >> bRidWaN
> >> ==========================================================
> >> AWAS, SOEHARTO ALIHKAN PERHATIAN !!
> >>
> >> MEDAN (Waspada): Awas! Saat ini sedang berlangsung
> >> upaya pengalihan isu dan perhatian rakyat dari
> >> masalah pengusutan harta kekayaan Soeharto ke
> >> persoalan Timor Timur (Timtim), status PNS dan RUU
> >> Politik yang sengaja terus dibesar-besarkan.
> >>
> >> "Saya melihat ada kecenderungan pengalihan isu pengusutan
> >> harta kekayaan Soeharto ke arah sana. Misalnya pemerintah
> >> Habibie tanpa pengusutan harta kekayaan Soeharto ke arah
> >> sana. Misalnya, pemerintah Habibie tanpa pendahuluan atas
> >> conditioning tahu-tahu membuat suatu pernyataan mau
> >> melepas Timtim, pemerintah Habibie kan pemerintahan
> >> transisi, hanya sampai Pemilu, kok membuat keputusan
> >> seperti itu," kata anggota Barisan Nasional Letjen
> >> (Purn) Bambang Triantoro di kediamannya Sabtu malam.
> >>
> >> Sedangkan pakar politik Kastorius Sinaga mengemukakan,
> >> meskipun mungkin tidak secara sengaja, namun secara
> >> psikologis isu pengusutan harta kekayaan Soeharto saat
> >> ini sudah mulai beralih dan perhatian masyarakat terhadap
> >> kasus tersebut cenderung mahasiswa dan kelompok pro
> >> reformasi terhadap pengusutan harta Soeharto jangan surut.
> >>
> >> "Tapi walau bagaimana pun saya optimis masalah tersebut
> >> akan terus bangkit, karena ini merupakan persoalan hukum.
> >> Dari yang bersangkutan (keluarga Cendana-red) bisa saja
> >> terus berupaya agar isu yang mengarah ke mereka beralih,"
> >> ujarnya, seperti dilaporkan Merdeka Minggu.
> >>
> >> Tentang kemampuan keluarga Cendana memanage berbagai isu
> >> supaya isu pengusutan harta kekayaan Soeharto hilang dari
> >> perhatian masyarakat. Kastorius yang juga sosiolog itu
> >> menyatakan keluarga Cendana memang memiliki akses
> >> internasional, tapi nampaknya mereka akan lebih memakai
> >> isu-isu yang ada di dalam negeri.
> >>
> >> Sementara itu pengamat politik Arbi Sanit mengakui,
> >> saat ini ada upaya yang sengaja dilakukan untuk
> >> menampilkan, meredam dan atau memperbesar isu-isu
> >> tertentu untuk kepentingan Soeharto.
> >>
> >> "Kemampuan Soeharto untuk itu kan sangat berlebihan,
> >> jaringannya luas untuk menyebar dan menaikkan isu.
> >> Tapi sampai seberapa jauh pemerintah Habibie disuruh
> >> Soeharto memainkan isu-isu yang ada, sulit diukur
> >> tambahnya.
> >>
> >> Diutarakan, pengusutan harta kekayaan Soeharto menjadi
> >> lebih lamban karena cenderungan mengandalkan hukum,
> >> padahal masalahnya lebih daripada sekadar persoalan
> >> hukum.
> >>
> >> "Sedangkan pengusutan harta kekayaan Soeharto menjadi
> >> lebih lambat karena cenderung mengandalkan hukum,
> >> padahal masalahnya lebih daripada sekadar persoalan
> >> hukum.
> >>
> >> "Sedangkan hukum yang ada sekarang kan ciptaan
> >> Soeharto yang berkiblat kepada kepentingan dia
> >> pribadi dan keluarganya.
> >>
> >> Nuasanya menjadi kabur, misalnya saja Tap MPR (soal
> >> pengusutan harta Soeharto) kan banyak persyaratannya.
> >> Tapi tidak ada hukum pembuktian terbalik. Coba kalau
> >> Jaksa Agung-nya Adnan Buyung Nasution, jelas-jelas
> >> pasti lain," kata Arbi.
> >>
> >> Ditambahkan, sikap pemerintah Habibie sendiri tidak
> >> tegas terhadap masalah pengusutan harta kekayaan
> >> Soeharto. "Itu dianggapnya harta karun saja, kalau
> >> di Filipina kan kekayaan Marcos dianggap bisa untuk
> >> menambah anggaran negara yang kurang.
> >>
> >> Jadi diusut secara serius. Kalau terhadap Soeharto
> >> sejak awal Jaksa Agung tidak intensif," ujarnya lagi
> >> sambil menambahkan, sebenarnya isu mengenai Timtim
> >> bukan Indonesia yang menentukan apalagi kini sedang
> >> dalam pembahasan di New York. "Karena itu untuk
> >> menyodoknya disulutlah isu dari sini (Indonesia)
> >> lepaskan saja Timtim," ujarnya.
> >>
> >> Melanjutkan pernyataannya anggota Barnas Bambang
> >> Triantoro mengemukakan, sikap Habibie mengenai Timtim
> >> cenderung membuat suasana semakin keruh, bahkan ada
> >> kemungkinan isu Timtim tersebut merupakan bagian dari
> >> upaya menunda pelaksanaan Pemilu.
> >>
> >> Sedangkan praktisi politik Sri Bintang Pamungkas
> >> berpendapat, munculnya itu Timtim dapat saja
> >> merupakan upaya pengalihan isu pengusutan harta
> >> kekayaan Soeharto.
> >>
> >> "Kebetulan negara ini sudah amburadul. Secara
> >> langsung saya tidak lihat ada kesengajaan, karena
> >> sudah amburadul jadi semua persoalan muncul pada
> >> saat yang sama. Tapi apakah dengan isu yang macam-
> >> macam dan dengan borok yang macam-macam itu persoalan
>
=== message truncated ===

_________________________________________________________
DO YOU YAHOO!?
Get your free @yahoo.com address at http://mail.yahoo.com

Kirim email ke