Itulah ... kita tunggu saja ... yg diperlukan MS
adalah keberanian utk tampil dg pemikiran2 murninya ...
jadi kesan pengkultusan bisa mulai dieliminir...
Saya pikir bung Blucer juga setuju ...


-----Original Message-----
From: Dodo D. <[EMAIL PROTECTED]>
To: [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]>
Date: Monday, March 01, 1999 6:41 AM
Subject: Re: Inikah calon Presiden kita?


>Wah..wah..wah,
>Saya rasa pak Harto dulu ndak kurang kurangnya turun ke daerah
>membantu rakyat. Tapi karena rakyat tidak pernah di didik politik
>secara terbuka, dan pak Harto tidak pernah di debat di depan umum,
>akhirnya rakyat ya bodoh saja. Orang orang di sekeliling pak Harto
>selalu membenarkan ucapan dan tindakannya, sehingga rakyat yang
>bodohpun ikut2an memberikan pembenaran. Akhirnya terjadilah
>pengkultusan individu terhadap seorang yang namanya Soeharto.
>
>Apakah kita ingin mengulang kebodohan masa lalu?
>
>Kalau saya kok ndak mau.
>
>
>---Blucer Rajagukguk <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>>
>> Lebih setuju lagi kalau kemampuan menjawab pertanyaan rakyat segera
>> direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sudah banyak krisis dan
>> penderitaan rakyat yang terjadi, saya kira menjawab pertanyaan dalam
>> diskusi tidak cukup untuk rakyat, yang diharapkan pemimpin langsung
>> turun kelapangan untuk mengurangi penderitaan rakyat.
>> Sekali lagi, semoga niat MS untuk turun kelapangan segera diikuti oleh
>> pemimpin yang lain.
>> peace.
>>
>> Yuni Wulandana wrote:
>> >
>> > Assalamu'alikum ww
>> >
>> > Maaf ikut nimbrung.
>> > Saya sendiri cenderung melihat bahwa yg terjadi pada
>> > talk show adalah tidak saja kemampuan dari peserta
>> > secara individual, tapi juga kemampuan suatu team
>> > yang diwakili oleh individu tersebut. Persiapan utk menghadapi
>> > talk show bukanlah tugas sebuah individu, tapi sebuah
>> > team. Seorg peserta (individu) yg 'kelabakan' adalah
>> > bukti tidak saja kurang siapnya dia secara individu tapi
>> > juga team yg mempersiapkannya. Mugkin mereka kurang
>> > ber'brain storming' sebelum acara tsb atau sebab lain.
>> >
>> > Namun seperti juga  pelajar yg baik yg tidak belajar semalam
>> > sebelum ujian berlangsung, sebuah partai tidaklah berbrain storming
>> > hanya sebelum kampanye atau talk show. Menjawab sejuta
>> > pertanyaan yg ada di masyarakat sekarang adalah tugas sebuah
>> > partai. Tidaklah seperti sebuah PR dimana pak guru mengetahui
>> > jawaban yg benar dan sang pelajar berusaha menemukannya,
>> > dan pak guru memberinya nilai seratus jika dia menemukannya,
>> > masyarakat tidak pernah tahu jawaban yg benar. Mereka hanya
>> > tahu sejuta pertanyaannya saja. Partai tidaklah mampu mencari jawban
>> > yag benar, karena kalau pun benar, masyarakat toh tidak tahu.
>> > Partai hanyalah berusaha mencari jawaban yg cukup meyakinkan
>> > di mata masyarakat. Apakah itu jawaban yg benar ? Hanya perjalanan
>> > waktu yang bisa menjawabnya.
>> >
>> > Jika usaha menjawab ini dilakukan secara intensif oleh sebuah
>partai.
>> > atau setidak-tidaknya sebuah think tank partai, maka pertanyaan2
>> > yg terlontar di talk show bukanlah suatu kejutan. Walhasil,
>> > menjawabnya adalah hal yg enteng dilakukan .Bahwa yg melontarkan
>> > pertanyaan tidak puas dengan jawaban yg disediakan oleh sebuah
>> > partai, itu adalah urusan lain. In fact itu adalah urusan si
>pelontar perta-
>> > nyaan itu sendiri, apakah dia akan memilih partai itu atau tidak
>karena
>> > tidak memberikan jawab yg memuaskannya. Sebuah partai tidak
>menjawab pertanyaan
>> >
>> > berdasarkan keinginan masyarakat tapi berdasarkan visinya sendiri.
>> > Jawaban oleh sebuah partai adalah visi partai tsb.
>> >
>> > Kesimpulannya, saya setuju dengan pak Nur bahwa talk show janganlah
>> > dianggap sebagai budaya asing. Ibarat mengendarai mobil, janganlah
>> > dipandang sebagai budaya asing, tapi simaklah manfaatnya. Tentu saja
>> > utk dapat memanfaatkannya kita harus belajar mengendarai mobil,
>> > tidak bisalah kita terus terusan meminta orang lain utk menyetirnya
>> > buat kita. Kesimpulan kedua adalah bahwa keberhasilan menjawab
>> > seorg individu di talk show tidak hanya refleksi kemampuan
>individualnya
>> > tapi juga refleksi kemampuan think tank bahkan the whole party
>> > yg diwakilinya untuk menjawab tantangan masa depan.
>> >
>> > baiklah sudah terlalu panjang nimbrungnya, sekian dulu,
>> > selamat berdiskusi.
>> >
>> > doni
>> > Pittsburgh
>> >
>> > N.S. Sisworahardjo wrote:
>> >
>> > > Assalamu'alaikum wr. wb.
>> > >
>> > > Mas Budi yang budiman,
>> > >
>> > > Terima kasih atas komentar anda. Secara umum saya sependapat
>dengan anda
>> > > tentang kriteria seorang pemimpin. Tapi koq saya kurang
>sependapat dengan
>> > > pandangan bahwa acara talk show itu adalah model Amerika.
>Prinsip demokrasi
>> > > adalah keterbukaan, dan keterbukaan bisa dijamin dengan
>berlangsungnya
>> > > komunikasi dua arah secara intensif. Kalau kita lihat kampanye2
>partai
>> > > dulu, itu tidak lebih semacam monolog yang persis terjadi dalam
>pertunjukan
>> > > Loedreok. Bahkan kadang saya pikir, didalam pertunjukkan
>Loedreok malah
>> > > lebih baik dari kampanye tersebut. Mengapa, karena disitu
>terjadi proses
>> > > dialog dan interaksi yang baik antara pemain di atas panggung
>dan penonton.
>> > > Justru teater2 rakyat mampu menunjukan konsep demokrasi yang
>sebenarnya,
>> > > bahwa subjeck dalam suatu peran, tidak hanya ditampilkan oleh
>tokoh yang
>> > > berdiri di atas panggung namun oleh seluruh komponen yang
>terlibat dalam
>> > > proses pertunjukkan itu sendiri.
>> > >
>> > > Saya sependapat dengan Mas Budi bahwa penekanan pada sistem
>lebih penting
>> > > dari pada individu2 dalam sistem itu sendiri. Namun bisa kita
>bayangkan
>> > > kalau individu2 yang membentuk sistem itu sendiri masih kita
>ragukan
>> > > kemampuan. Paling tidak untuk bisa melihat kemampuan seseorang
>khan dari
>> > > komunikasi antara individu2 tersebut dengan komunitas yang ada.
>dan yang
>> > > menjadi pertanyaan saya adalah, cara apalagi yang bisa ditempuh
>agar
>> > > komunitas itu mampu melihat dan menilai individu2 itu kalau
>individu2 tidak
>> > > mampu berinteraksi dengan komunitasnya.
>> > >
>> > > Model kampanye monolog yang terjadi selama ini, tidak lebih dari
>bagian
>> > > pembodohan2 yang akan terus berlangsung dalam masyarakat. 30
>sudah hal itu
>> > > terbukti. Rezim ORBA menyatakan pendidikan politik dilakukan
>dalam masa
>> > > kampanye, namun kenyataannya sudah 30 tahun, ternyata masyarakat
>kita masih
>> > > juga tidak mampu untuk menerima suatu perbedaan. Konflik
>horizontal yang
>> > > terjadi dalam masyarakat kita sekarang ini adalah bukti otentik
>gagalnya
>> > > pendewasaan politik dalam masyarakat kita. Saya kita rasanya
>kita harus
>> > > menentukan suatu paradigma baru dalam hal ini.
>> > >
>> > > kalau soal kasus Habibie keseleo lidah, yach dia itu presiden
>karena
>> > > blessing undisguised, artinya dia menjadi presiden bukan karena
>> > > kemampuannya, dan memang dia nggak siap untuk jadi presiden.
>Dari sisi ini
>> > > kelihatan sekali Habibie dikerjain pihak2 kiri-kanan, seperti
>anak yang
>> > > baru belajar naik sepeda. fakta yang masih hangat adalah kasus
>penyadapan
>> > > telepon.
>> > >
>> > > Kalau seandainya apa yang dikhawatirkan Mas Budi, dimana kita
>nantinya
>> > > terpaksa memilih kucing di dalam karung, saya pikir, sungguh
>sangat
>> > > menyedihkan bangsa kita. Waktu 50 tahun masih belum cukup untuk
>mampu
>> > > belajar dari sejarah. Mental kita tidak lebih dari mental budak
>yang ingin
>> > > diperlakukan sebagai budak oleh para penguasa, mulai jaman
>raja2, VOC,
>> > > Belanda, dan kemudian oleh keturunan para bangsawan dan raja2.
>Kita rupanya
>> > > cukup merasa bangga diperlakukan sebagai budak :(
>> > >
>> > > Wassalam,
>> > > nur
>> > >
>> > > p.s. Buat Mas Hadeer, terima kasih banyak atas postingnya, walau
>hanya FYI,
>> > > saya kira banyak fakta yang bisa diungkap.
>> > >
>> > > >Bung Nur yang budiman,
>> > > >
>> > > >Kesimpulan saya adalah (mungkin saja saya salah) anda ingin
>mengatakan
>> > > >bahwa Megawati sebenarnya tidak pantas sebagai calon Presiden
>kita.
>> > > >Alasannya adalah antara lain karena ia tak pernah menanggapi
>undangan
>> > > >berkali-kali TPI untuk mengikuti acara dialog partai yang
>> > > >diselenggarakan oleh TPI.  Hal tsb. membuat anda kecewa karena
>dengan
>> > > >demikian kita atau masyarakat tidak tahu apa sebenarnya misi
>dan visi
>> > > >Megawati, dan sejauhmana kemampuannya untuk berdebat politik
>secara
>> > > >terbuka.  Namun tokh bagi anda semua jadi jelas, karena Megawati
>> > > >hanyalah "Lulusan SMA dan serba samar alias nggak jelas".
>> > > >
>> > > >Komentar saya:
>> > > >
>> > > >Sama seperti anda, saya juga merasa kecewa.  Meskipun demikian
>saya
>> > > >mendukung Megawati (sama seperti saya mendukung calon-calon
>Presiden
>> > > >lainnya) untuk menjadi Presiden R.I. meskipun dalam pemilu
>nanti mungkin
>> > > >saya tidak pilih PDI.
>> > > >
>> > > >Rasa kecewa membuat saya berpikir beberapa kemungkinan mengenai
>> > > >Megawati.  Pertama, dia merasa tidak mampu berdebat politik
>secara
>> > > >langsung dan terbuka.  Kedua, dia khawatir salah-salah dalam
>'talk and
>> > > >show' (seperti yang belakangan diperlihatkan oleh Pak Habibie),
>> > > >bisa-bisa membuat rencana dan strategi PDI dalam pemilu menjadi
>> > > >terganggu.  Ketiga, Megawati punya visi bahwa debat politik
>terbuka gaya
>> > > >Amerika tidak sesuai dengan budaya bangsa (Indonesia).  Keempat
>dst. ...
>> > > >(silahkan kepada netters lain kalau punya kemungkinan lain).
>> > > >
>> > > >Saya memang mendukung semua calon-Presiden menjadi Presiden,
>karena
>> > > >secara pribadi saya lebih suka nasib Ina ditentukan oleh suatu
>Tim atau
>> > > >Sistem yang hebat daripada oleh seorang Presiden yang hebat.
>Saya tidak
>> > > >keberatan kalau calon Presiden RI adalah pensiunan bintang film
>atau
>> > > >mantan penyiar teve, asal ya itu tadi...Tim atau Sistemnya
>harus solid.
>> > > >Saya tidak setuju dengan pendapat sobat saya yang sedang
>menyelesaikan
>> > > >S3, bahwa seorang buta-huruf yang cuma mengandalkan budi
>pekerti yang
>> > > >tinggi tidak pantas jadi calon Presiden kita, karena ia PASTI
>akan
>> > > >dijadikan bulan-bulanan oleh para pembantu dan lawan politiknya.
>> > > >
>> > > >Namun, tentu saja saya juga akan lebih suka kalau kita punya
>seorang
>> > > >Presiden yang hebat dan juga Tim/Sistem yang hebat.  Dengan
>kata lain,
>> > > >dengan Tim/Sistem yang sama mungkin saya akan memilih calon
>Presiden
>> > > >yang lebih berpendidikan, lulusan S2 atau S3 misalnya. Dan
>mungkin juga
>> > > >saya akan memilih lulusan S3 jurusan politik atau ekonomi,
>daripada S3
>> > > >jurusan kimia, engineering atau teknologi kedirgantaraan
>misalnya.  Tapi
>> > > >sayang, undang-undang politik kita tidak membolehkan saya untuk
>memilih
>> > > >seorang calon Presiden.
>> > > >Akhirnya, ingin sekali saya mendoakan agar dalam pemilu nanti
>bangsa
>> > > >Indonesia tidak sampai ibarat memilih kucing dalam karung,
>meskipun saya
>> > > >juga percaya bahwa sebagian dari peserta pemilu nanti akan
>terpaksa
>> > > >harus memilih kucing dalam karung.
>> > > >
>> > > >Last but not least, saya sadar bahwa komentar dan pendapat saya
>di atas
>> > > >mungkin salah.  Dan saya akan berbahagia sekali seandainya Bung
>Nur dan
>> > > >Netters lainnya dapat memberikan  pelajaran kepada saya yang
>bodoh ini.
>> > > >
>> > > >
>> > > >Salam,
>> > > >
>> > > >budi santoso
>>
>
>_________________________________________________________
>DO YOU YAHOO!?
>Get your free @yahoo.com address at http://mail.yahoo.com

Kirim email ke