Setelah Bosnia, kini giliran kaum muslimin di Kosovo yg menjadi sasaran
pembantaian dan pengusiran "bajingan-bajingan" serbia.

Mudah-mudahan peristiwa semacam ini tidak lagi dialami kaum muslimin di
Indonesia atau di mana saja, Dan semoga Allah swt selalu memberikan
perlindungan dan pertolonganNya kepada kaum muslimin di Kosovo dan di
seluruh dunia dalam menghadapi ancaman dan serangan "teroris-teroris"
macam serbia ini (amin).




======================================================================
Dari harian Republika....


             Serbia Bantai Ribuan Etnis Albania

PARIS -- Polisi dan serdadu Yugoslavia dari etnis Serbia
membantai para pemimpin etnis Albania di Kosovo. Mereka
menggiring ribuan penduduk ke dalam stadion untuk dijagal
secara massal. Sementara, ratusan ribu penduduk Kosovo dari
etnis Albania yang selamat melarikan diri ke perbatasan
beberapa negara sekitarnya -- Albania, Macedonia, dan
Montenegro.

Malic Brahimi, perwakilan Serikat Buruh Independen Kosovo
(BSPK) di Prancis, mengatakan pembantaian terhadap
pemimpin etnis Albania bahkan sudah berlangsung sejak Jumat
pekan lalu. ''Agim Ajrizi, pemimpin BSPK, dibunuh bersama
putranya dan ibunya yang berusia 65 tahun, Jumat lalu, di
Metrovica,'' kata Brahimi.

Ahad lalu, Hajrullah Gorani -- juga pemimpin BSPK -- diculik
dari rumahnya di Pristina dan tidak diketahui nasibnya. ''Polisi
Serbia juga menangkap kaum intelektual Kosovo secara
sistematis,'' kata Brahimi.

Sebelumnya, Fehmi Agani, penasihat utama pemimpin moderat
Ibrahim Rugova yang hadir pada pembicaraan damai di Paris
bulan lalu, dieksekusi di rumahnya. Sedangkan Ibrahim Rugova,
pemimpin moderat Kosovo, sampai saat ini masih aman di
tempat persembunyiannya.

Dalam pengungsiannya di Stuttgart, Jerman, pejabat Liga
Demokratik Kosovo (LDK), Hafiz Gagica, mengisahkan polisi
Serbia menggiring ribuan etnis Albania dan mengumpulkannya di
stadion utama Pristina, ibu kota Kosovo. ''Kami khawatir
mereka dibantai,'' kata Gagica dalam surat yang dikirim lewat
faksimile kepada Sekjen NATO Javier Solana.

Di perbatasan Albania, Macedonia, dan Montenegro, pengungsi
etnis Albania masih terus membanjir. Mereka membawa kisah
tragis masing-masing, setelah diusir, dihinakan, dan dipaksa
meninggalkan desanya.

Seorang wanita tua, Nyalledeze Bytyci, misalnya, diusir dari
rumahnya seusai shalat Idul Adha, Ahad (28/3). Tentara Serbia
menyeretnya dari dalam rumah dan mencampakkannya keluar.
Bersama puluhan warga desa Leshan lainnya, nenek berusia 85
tahun itu berjalan puluhan kilometer untuk sampai ke perbatasan
Albania. ''Mereka, polisi Serbia, mengobrak-abrik rumah dan
memaksa kami memekik 'Hidup Serbia','' kata Bytyci. ''Pria dan
wanita ditempatkan terpisah dan kami pun memulai perjalanan
panjang.''

Ini merupakan pengungsian massal terbesar di Eropa sejak
Perang Dunia (PD) II yang berakhir pada 1945. Hanya dalam
waktu 24 jam sejak serangan pertama NATO dan AS, puluhan
ribu pengungsi telah mengubah wajah Semenanjung Balkan jadi
ajang balas dendam membabi buta Yugoslavia dan menciptakan
bencana kemanusiaan paling parah di akhir Abad XX ini.

Ramanda Shaqiri (37) masih tak bisa melupakan peristiwa yang
dialaminya. Bersama istri dan dua anaknya, tukang kayu itu
bersembunyi di rumah di Desa Tarna ketika ledakan dan
tembakan terjadi. Setelah suara tembakan hilang, istrinya lari ke
rumah tentangganya. Ia memasuki lubang perlindungan bawah
tanah keluarga Gashi dan menemukan sesosok tubuh bersimbah
darah. Di dalam lubang perlindungan ia menemukan 36 anggota
keluarga Myslym Gashi telah jadi mayat.

Teriakan sang istri memaksa Shaqiri mendatangi rumah itu.
''Polisi Serbia melempar granat ke dalam ruang perlindungan
keluarga Gashi dan dilanjutkan dengan berondongan senjata,''
kata Shaqiri Setelah kejadian itu, Shaqiri membawa keluarganya
menuju desa terdekat untuk mencari perlindungan sementara. Itu
pun tidak lama. Polisi Serbia menyeretnya ke luar rumah
bersama penduduk lainnya, dan dipaksa berteriak ''Hidup
Serbia!'' sambil mengacungkan tiga jari tanda kemenangan.
''Suatu hari nanti, kami akan kembali ke Kosovo,'' tekadnya
penuh yakin. ''Itulah tanah air kami.''

Di Bosnia, ribuan penduduk Sandzak -- kawasan di barat daya
Serbia yang berpenduduk Muslim -- meninggalkan desa mereka
untuk menghindari kemungkinan dipaksa menjadi milisi dan
dipaksa memerangi saudara mereka sasama Muslim di Kosovo.
Wendy Rappaport, juru bicara UNHCR, mengatakan 5.500
Muslim tiba di Bosnia. Mereka kabur setelah Yugoslavia
menyatakan negara dalam keadaan perang.





Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com

Reply via email to