FNU Brawijaya wrote:
> Buat Bung Blucer, kalau mau memimpin 30 tahun dan kaya lalu dimaki
> 200 juta orang apa mau?
FNA (Blucer): daripada enggak pernah mimpin dan enggak pernah kaya, tapi
tetap dimaki orang, yach saya pilih yang atas sajalah :)
FNU:
Sekarang gini aja, apa sih pemikiran orang yang sudah tua, yg sudah mau
mati? Tentu keselamatan keturunannya kan?
FNA:
pemikirannya banyak, bukan keselamatan keturunannya saja. Bisa ingin
berlibur ke Hawaii, atau ke London, atau ke New Zealand (yang ini
kayaknya hobinya Joop Ave, habis banyak yang imut-imut sich disana),
ataupun menambah partner hidup (selir).
FNU:
> Suharto saat ini sudah terhukum oleh rasa was-was bagaimana anak-cucu-
> nya nanti. Saat ini mungkin masih banyak yg merasa kasihan dengan sosok tua yang 
>disamping banyak dosa kepada rakyat, tetapi juga punya jasa kan? Kalau sudah 
>meninggal, siapa yg dapat menjamin keselamatan anak cucunya.
FNA: Saya bisa membayangkan sampai sejauh mana was-wasnya pak harto,
yang tentunya tidak sebesar was-wasnya 80 juta orang miskin untuk
makannya dan keluarganya untuk esok hari (enggak usah menunggu sampai
meninggal). Was-wasnya Pak Harto juga tidak sebesar was-wasnya penduduk
Ambon dan Sambas untuk keluar dimalam hari. Was-wasnya yang cuma sebesar
itu telah terbayar dengan mendapat kedudukan pemimpin selama 32 tahun
dan mewariskan harta trilyunan kepada anak (ponakan), adik, cucu dan
cicit tersayang.
> FNU> Lagipula ya.... mari kita bicara tentang Maslow deh....
> Suharto sudah punya kelima-limanya. Di akhir senjanya justru dia kehilangan
> satu buah (atau dua buah) yaitu pengakuan dan pencapaian. Sejelek-jeleknya
> seorang pemimpin, apa tidak ingin dikenang sebagai pahlawan, atau orang
> yang berjasa buat negara. Yang inilah yang saat ini hilang dari rengkuhan
> Suharto. Selama 10 tahun pertama tidak ada yg tidak mengakui kepiawaian
> dia. Siapa nyana 20 tahun kemudian semua pencapaiannya hilang.
> Pengakuan sebagai bapak pembangunan juga menjadi bahan ejekan...
FNA: Akh Maslow mana cocok untuk Pak Harto. Diperlukan teori kepuasan
baru untuk beliau. Bukankah lima macam elemen Maslow sebenarnya telah
diraih, hanya beliau saja tidak puas dan mau mencari elemen keenam dan
ketujuh.
FNU> Apakah sudah selesai? Belum.... nak-anake belum beres.
> Makanya...menurut saya, saat inipun Suharto sudah terhukum. Dan masih
> akan menerima jenis hukuman lain. Ini yang dimaksud dengan KUALAT.
> Hukuman masyarakat lebih pedih dari hukuman penjara. Apalagi kalau
> menerima keduanya.
FNA: Kalau dibilang pedih, saya cuma komentar mungkin saja. Karena
kedalaman hati pak harto susah diukur, buktinya beliau masih sempat
komentar disurat kabar jepang. Pengikut juga masih banyak, apanya yang
kualat, pak Karno malah lebih pedih lagi diakhir hidupnya, padahal
beliau yang malah korban supersemar. Pak harto masih bisa lihat cable,
ngobrol sana-sini, pak karno dulu (berdasarkan bukti-bukti sejarah)
benar-benar diisolasi.
FNU> Eh, Ini terlepas dari bagaimana dia memperoleh kekuasaan. Ken Arok
saja (yg diledekin terus oleh CW) di akhir hayatnya dikenang orang
kerajaannya sebagai orang terhotmat. Dari sekedar Tumapel menjadi
Singasari yang
> besar. Padahal anake rampok, ngerebut bini orang, bunuh bos-nya, toh
> masih dapat pengakuan dan pencapaian. Siapa yang meledek Ken Arok?
> Paling CW. Kalau nasib Suharto?
FNA: kalau soal mengenang akan kembali keindividu. Apakah akan dikenang
sebagai orang yang terhormat, atau dikenal sebagai orang yang gila
hormat. Saya akan tetap meledek ken Arok, karena saya tak pernah suka
sama orang yang ngerebut bini orang (malu-maluin lah yauw..:)

peace.
-Blucer-
FNA= First name available :)
>
> Salam,
> Jaya

Reply via email to