Perubahan apa yang bisa dijanjikan oleh Pemilu yang akan datang kepada
mereka-mereka ini?

Apakah Akbar Tanjung, Amien Rais, Megawati akan memperbaiki nasib-nasib
mereka ini, ataukah mereka-mereka ini hanyalah suatu komoditi suara yang
dipertimbangkan pada awal Pemilu demi memenangkan perolehan suara dan
setelah pemilu selesai, kembali lagi mereka dicampakkan ke dunia mereka
yang berbeda dengan kehidupan para elitis dan politis di Jakarta?

Partai-partai yang Memperjuangkan nasib "Wong Cilik" adalah partai yang
seharusnya diberi kesempatan untuk memimpin negara ini. Bukan hanya
memperjuangkan di awal-awal pemilu demi menarik suara terbanyak, tetapi
juga memperjuangkan selama partai ini berkuasa dan membawa perubahan yang
berarti dan dapat mengangkat derajat hidup para kawula wong cilik ini.

Yang jelas, Golkar sudah gagal, kesempatan telah diberikan sebanyak 7
kali, namun tidak ada perubahan bahkan kemerosotan adalah jawaban selama
Golkar berkuasa di Indonesia. Golkar tidak pantas lagi untuk diberikan
pilihan suara.

Dan untuk memberikan suatu alasan bahwa "Tidak sesuai dengan kebudayaan
timur" pun terlihat sebagai kesan ingin melarikan diri dari suatu
kenyataan. Berikanlah jawaban yang sejujurnya, mungkin kekurangan pribadi
dalam menghadapi dialog-dialog seperti ini ataupun keberatan untuk
dijadikan bulan-bulanan media dan pers.

Semoga anda dapat memberikan suara anda kepada partai-partai yang memang
berhak untuk memenangkan Pemilu ini dan dapat membawa perubahan untuk
mengembalikan kejayaan Bangsa dan Negara Indonesia.

Andrew Pattiwael

Suara Merdeka
*******************************************************************
Pemilu bagi Kaum Pinggiran
"Hasilnya Sama, Terserah Sajalah..."

Pemilu tinggal 45 hari (dihitung dari tanggal 22 April-Red). Berbagai
infrastruktur pemilihan, baik tingkat pusat maupun daerah, sibuk
berbenah. Parpol bergegas menggalang massa. Organisasi pemantau pun
menyiapkan berbagai perangkat demi pemilihan yang jurdil.  Namun,
hiruk-pikuk itu konon kurang menggema di masyarakat pinggiran.  Mereka
malah terkesan apatis dan masa bodoh. Wartawan Suara Merdeka Ganug
Nugroho Adi dan H Ahmad Syamsul Huda melaporkannya.

"SUDAH mendaftar Pemilu?
Pertanyaan seperti itu belakangan ini
agaknya sering terdengar. Di kantor, pasar, terminal, bus kota, dan di
banyak tempat lain. Sebuah sapaan yang pada pemilu-pemilu sebelumnya
hampir dipastikan jarang terlontar.

Bisa dimaklumi. Sebab, sistem pendaftaran Pemilu kali ini menggunakan
stelsel aktif.  Para calon pemilih datang ke tempat pendaftaran,
menunjukkan tanda identitas-KTP, SIM, akta kelahiran-lalu mereka pun bisa
disebut sebagai "warga negara yang baik karena mau menggunakan hak pilih.
Tak ada mobilisasi, intimidasi seperti pada "pesta-pesta sebelumnya.
Atau, paling tidak, ada upaya mempersempit peluang ke arah sana. Satu hal
yang amat mustahil dilakukan pada rezim Orde Baru, diakui atau tidak
diakui.

Dan karena kebebasan yang selalu didengungkan itu lewat televisi, radio,
atau koran para pemilih pun berdatangan ke tempat pendaftaran. Tapi
sebagian terkesan ogah-ogahan, sebagian lagi malah memutuskan tidak
mendaftar dengan berbagai alasan.
"Kalau didatangi petugas, ya saya akan ndaftar. Soalnya kalau harus ke
kelurahan kan berarti meninggalkan pekerjaan. Artinya harus ada biaya
angkutan, kata Ridwan (19), seorang pengamen bus kota.

Mereka yang mendaftar pun memiliki alasan. "Saya harus menggunakan hak
pilih.  Saya akan mencoblos gambar lain, agar Pemerintah menjadi lebih
baik. Mumpung bebas, ujar Bandi (20), loper koran di Jl Pemuda.
Toh Santosa (29) punya pandangan lain. Nelayan di Tambaklorok itu
memutuskan tidak mendaftar karena menganggap Pemilu kali ini masih akan
sama dengan pemilu-pemilu sebelumnya, meskipun jumlah partai banyak.

"Saya masih belum punya pilihan. Lagipula hasilnya pasti sama seperti
dulu. Terserah sajalah.
Jarwo (24), seorang pedagang di Pasar Johar, malah menjawab singkat
ketika ditanya tentang pendaftaran. "Malas !

Jawaban Ilham (23) yang menggelar dagangan buku di sebelah kios Jarwo,
barangkali bisa sedikit lebih jelas, juga apa adanya. "Paling saya hanya
ikut kampanyenya. Pokoknya ikut rame-rame. Soal negara ini mau jadi apa
kan terserah bapak-bapak yang di atas.

Kalau saya manut saja. Presidennya mau Pak Amien, Bu Mega, atau Gus Dur,
terserah. Yang penting rakyat kecil seperti saya ini tidak tambah
sengsara, tuturnya.

Lantas kenapa mereka terkesan masa bodoh terhadap Pemilu tahun ini?
Belum Mengerti
Dari pemantauan Suara Merdeka ke "kalangan bawah, ternyata banyak dari
kelompok ini yang belum mengerti tentang pemilu. Paling tidak, Jupri
(45), pemulung di kawasan LIK Kaligawe, menganggap pemilu sama halnya
dengan penyuluhan kesehatan di Kantor Kelurahan.

Dia bahkan punya pengalaman menarik dengan "pesta demokrasi ini.
"Orang-orang dikumpulkan, diberi pengarahan, tapi saya tetap tidak
mengerti apa maksudnya.  Sejak dulu begitu-begitu saja. Saya bersama
teman-teman yang lain manut saja.
Dan kalau ada yang beda (Jupri menyebutnya sebagai kelebihan-Red), tambah
dia, barangkali karena ketika dikumpulkan tahun lalu (Pemilu 1997) mereka
dapat kaos, uang Rp 5.000, dan sebungkus nasi. "Ketika itu kami disuruh
nyoblos gambar yang di tengah. Itu lo, yang gambarnya seperti pohon besar.
Pada Pemilu tahun ini? "Wah saya tidak tahu kalau akan ada pemilu.

Biasanya kami dikumpulkan, dicatat-catat, tapi sekarang belum. Tidak tahu
kalau besok ya, kata bapak empat anak yang sudah 11 tahun memulung itu.
Tak hanya Jupri, sebagian warga di pinggiran Semarang seperti
Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Jatisari Mijen, Kalisegoro Gunungpati,
ternyata juga tidak tahu-menahu bahwa Pemilu 1999 akan berlangsung 7 Juni
mendatang. Sebab, mereka belum mendapatkan penyuluhan dari Deppen seperti
periode-periode sebelumnya.

Hal sama diungkapkan Masturi (35) dan Jayadi (40). Mereka mengatakan,
rakyat di daerah pinggiran cenderung pasif. Bila Deppen, petugas terkait,
dan partai-partai tidak aktif mengajak RT mengampanyekan Pemilu, rakyat
kecil dipastikan tak mengetahui banyak tentang itu.
Mendatangi Rakyat

Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Ngaliyan Abdul Djalil
menambahkan, setiap terjun ke kelurahan-kelurahan dia terus mengingatkan
RT dan tokoh-tokoh masyarakat untuk aktif ngopyak-opyak warganya
mendaftar Pemilu. Sebab, kesempatan itu hanya bisa didapatkan sekali
dalam setiap lima tahun. "Khusus tahun ini memang beda, karena reformasi,
katanya.

Menurut dia, kepedulian rakyat pinggiran terhadap penyelanggaraan Pemilu
1999 cukup tinggi. Terbukti sampai hari Rabu 21 April penduduk Kodya
Semarang yang mendaftar Pemilu 753.196 orang, atau sekitar 88,39% dari
jumlah perkiraan hak pilih 852.083 orang. (23t)

Kirim email ke