Point mengenai pemakaian nama orang lain paling masuk akal. Pertama, pakai nama
anak-anaknya/mantu-mantunya. Kedua, pakai nama adiknya/iparnya. Ketiga pakai
nama orang lain yang dipercaya. Sebenarnya usulan ini sama saja dengan membuang
garam ke air laut. Siapa sich yang enggak bisa membongkar KKN yang begitu jelas
dan transparannya kalau memang mau? <he...he...he..>.


Alexander Lumbantobing wrote:

> Lewat penasihat hukumnya, Suharto mati-matian menyerukan bahwa tidak ada
> kekayaan di luar negeri atas namanya.
>
> Ini merupakan indikasi kuat untuk pihak yang berwenang melakukan pelacakan,
> bahwa harta Suharto tidak didaftar memakai nama Suharto. Secara tidak
> langsung, Suharto mengaku kalau hartanya itu didaftar bukan dengan namanya.
>
> Jadi, kita harus mencari orang-orang yang dibayar Suharto untuk dipakai
> namanya sebagai pemilik rekening.
>
> Jauh sebelum ini, saya sudah mendapat berita adanya seorang pegawai rendahan
> di suatu negara maju yang ditangkap oleh aparat keamanan negara tersebut.
> Alasan penangkapan adalah bahwa sang pegawai rendahan itu memiliki rekening
> di bank dengan jumlah yang sangat aduhai untuk seorang seperti beliau.
> Laporan pajaknya tidak satu "irama" dengan jumlah rekeningnya. Ternyata
> beliau hanya sekedar orang yang dipinjam tandatangannya oleh Suharto.
>
> Untuk yang kelas lebih kakap, Suharto gondog kepada Habibie. Sewaktu Suharto
> "berobat" ke Jerman, Habibie menjadi saksi kunci dalm proses pengambilan
> specimen tandatangan para pemegang joint account dan beneficiary. Ini
> sebabnya sekarang Suharto kelabakan karena Habibie mengetahui "kartu mati"
> Suharto. Suharto kira Habibie ini bisa dipegang, ternyata malah Habibie yang
> memainkan kartu itu. Akhirnya mereka berdua (Suharto dan Habibie) malah
> saling mengancam akan membocorkan rahasia-rahasia antar mereka berdua.
>
> TampanDeh - eh maksudnya - repot, deh.
>
> Rgds,
>
> Alex
>
> Rgds,
>
> Alex

Reply via email to