Bung Yusuf, kali ini saya hanya akan mengkomentari
perihal voting terbuka dan tertutup. Semoga ada rekan2
lain yg kasih pendapat tentang mana yg sebaiknya
dilakukan.

Mengenai voting terbuka, tampaknya anda ada benarnya
dalam hal 38 suara yg dari TNI itu. Kemungkinan mereka
akan satu suara mengikuti "komandan"-nya.
Tapi saya melihat masih lebih baik dilakukan voting secara
terbuka yang disiarkan langsung melalui seluruh jaringan
televisi dan radio di tanah air. Dengan demikian, akan banyak
rakyat Indonesia yg menjadi saksi langsung dari pemungutan
suara tersebut. Mereka bisa mencatat, siapa2 memilih siapa.

Mengenai dugaan anda bahwa voting dengan cara tertutup
tidak akan diketahui siapa memilih siapa, ternyata masih
belum tepat.
Sekedar informasi saja, walaupun voting dilakukan secara tertutup
dengan cara mencoblos kertas calon presiden yg diinginkan,
akan tetap bisa diketahui siapa memilih siapa.
Letak kuncinya adalah di kertas pemilihan tersebut dan
dipercetakan serta saat pemanggilan satu2 anggota yg akan
ikut mencoblos. Kertas pilihan tersebut bisa diberikan kode2
yg kalau kita melihat dengan mata biasa saja (dalam artian
tidak pernah tahu dimana letak kodenya) maka kita tidak akan
bisa menemukan kode tersebut. Hanya orang2 yg memang sudah
tahu saja bisa mengetahuinya. Kertas yg sudah ada kodenya
(yg tidak bisa kelihatan dengan "mata biasa" tadi) itu
telah diurut sehingga setiap anggota yg akan mencoblos akan
dicatat namanya baik itu oleh petugas atau pun oleh orang khusus
yg menurut saya tidak sulit untuk disediakan. Kertas yg digunakan
adalah kerta polos tanpa nomor urut.
Mungkin anda kaget akan hal ini, tapi cara ini pernah dilakukan
dalam pemilihan ketua senat mahasiswa untuk mengetahui
siapa milih siapa. Kalau pada tingkat pemilihan senat mahasiswa saja
hal itu bisa dilakukan, apalagi tingkat yg sudah lebih tinggi,
maka kode2 rahasia pun bisa semakin sulit untuk dilacak.
Dengan voting tertutup ini, maka Golkar akan dengan mudah
dan aman mengiming2i uang kepada anggota2 dewan yg diperkirakan
akan menerima tawaran tersebut. Kalau skenario saya benar,
dalam artian Golkar hanya butuh sekitar 100 suara tambahan
saja (kekurangan 67 ditambah cadangan hilangnya suara dari
orang2 Golkar yg diperkirakan akan membelot), maka setiap
suara ditawari "harga" 20 milyar rupiah, menurut saya akan melirik.
Jangankan 20 milyar, wong 5-10 milyar saja bakalan banyak yg
mau koq. Sepuluh milyar itu khan gede banget lho, sudah bisa
untuk biaya pensiun.

Itulah sebabnya saya masih yakin Golkar akan berupaya
untuk menggolkan voting tertutup. Kalau ini bisa gol, maka
soal pencetakan kartu suara untuk pemilihan presiden
tampaknya akan dengan mudah diambil tugas oleh orang2
pemerintah atau orang2 KPU yg memang sudah mendapat
tugas khusus. Singkat kata, dengan kekuatan uang, hal2
seperti ini mah ngga sulit untuk dilakukan.

Itulah sebabnya saya pribadi lebih memilih voting secara
terbuka yg disiarkan secara langsung oleh radio dan televisi.
Juga termasuk sidang2 yg dilakukan oleh anggota MPR/DPR
nantinya dalam penyusunan GBHN. Biar nanti masyarakat
bisa menilai langsung siapa2 saja yg ternyata ngga pantas
duduk di kursi dewan.

Demikian saja masukan dari saya soal voting tertutup yg
secara teknis bisa tetap ketahuan siapa memilih siapa.

jabat erat,
Irwan Ariston Napitupulu

Reply via email to