Sekali lagi terima kasih.

Jika memang demikian uraian Anda seperti pada alinea pertama, seperti yang
Anda tulis Kepala Kejati itu sama artinya dengan Jaksa Tinggi, berarti untuk
subjek ini saya anggap selesai. Dengan kata lain Kepala Kejati sama dengan
Jaksa Tinggi dan Kepala Kejagung sama dengan Jaksa Agung. Kalau tidak ada
lagi yang ahli hukum mengomentari ini berarti saya menerima penjelasan Anda
mengenai istilah Jaksa Agung.

Sekarang menyoal "Kepala Desa" dan "Lurah". Lurah adalah PNS yang wilayahnya
di dalam kecamatan kota. Kalau Kepala Desa wilayahnya bukan di kecamatan
kota. Kepala Desa bukan PNS. Contoh Kabupaten Dati II Trenggalek (Jatim)
yang mempunyai beberapa kecamatan. Salah satu kecamatannya adalah Kecamatan
Kota Trenggalek. Kecamatan kota ini dibagi beberapa wilayah kelurahan yang
dipegang oleh Lurah tadi. Sementara kecamatan-kecamatan selain kecamatan
kota tadi dibagi menjadi desa-desa (bukan kelurahan). "Bos Desa" ini dipilih
langsung lewat "pemilu" oleh rakyat di desa ybs. Dengan merujuk takrif
(definition) tadi mestinya "Bos Desa" ini disebut "Ketua Desa". Namun Anda
jangan lupa bahwa "Bos Desa" yang menang "pemilu" tadi diangkat secara resmi
oleh Bupati dan bertanggungjawab kepada Bupati lewat Camat. Jadi memang
tidak salah kalau sebutan "Bos Desa" itu tadi menjadi "Kepala Desa".
Ironisnya "Kepala Desa" ini tak bertanggungjawab kepada rakyat desa yang
memilihnya tapi kepada Bupati lewat Camat. Kasihan yah.

Efron

-----Original Message-----
From:   Yohannes Yaali [SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
Sent:   Wednesday, 26 May, 1999 19:54 PM
To:     [EMAIL PROTECTED]
Subject:        Re: Mengapa Jaksa Agung?

Terima kasih kembali. Barangkali kita sama-sama mesti tanya ke Kejaksaan
Tinggi atau membaca Undang-undang Pokok Kejaksaan, apakah benar di sana
para jaksanya disebut Jaksa Tinggi. Setahu saya Kejaksaan Tinggi,
di'komandan'i oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (KAJATI) yang disebut juga
Jaksa Tinggi dibantu oleh para asisten seperti Asisten Intelijen
(ASINTEL), Asisten Operasi (ASOPS), Asisten Pembinaan (ASBIN) dan
Asisten Pengawasan Daerah (ASWASDA), di bawahnya lagi terdapat
kepala-kepala bagian, kepala-kepala seksi dan sebagainya. Jaksa-jaksa
yang bertugas di Kejaksaan Tinggi sama halnya dengan jaksa-jaksa yang
bertugas di Kejaksaan Negeri, disebut jaksa saja dan bukan jaksa tinggi
- kecuali KAJATI yang oleh staf maupun bawahannya disebut Bapak Jaksa
Tinggi.

Mengenai adanya istilah hakim, hakim tinggi dan hakim agung, mungkin
disebabkan adanya tingkat penyelesaian perkara seperti banding dan
kasasi. Di tingkat banding, dilaksanakan di Pengadilan Tinggi, hakimnya
disebut Hakim tinggi namun tidak ada jaksa yang menghadiri sidang
perkara banding, sehingga tidak ada Jaksa Tinggi. Demikian pula dengan
perkara kasasi di tingkat Mahkamah Agung, tidak ada jaksa yang
menghadiri sidang maupun putusan kasasi.

Sistem peradilan di Indonesia masih mengaju kepada sistem peradilan
peninggalan kolonial sehingga mungkin beda dengan AS, demikian pula
istilah Attorney General-nya. Kata "attorney" juga dapat diartikan
"pengacara", sedangkan "jaksa" diinggriskan menjadi "public prosecutor"
atau "penuntut umum".

Sedangkan istilah "ketua" dan "kepala" mungkin penjelasan Anda itu
benar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-2 cetakan ke-9 -
Jakarta: Balai Pustaka, 1997, "ketua" [nomina] adalah (1) orang yang
tertua dan banyak pengalamannya (dalam suatu kampung, dan sebagainya);
(2) orang yang mengepalai atau memimpin (rapat, dewan, perkumpulan, dan
sebagainya). "Kepala" menurut kamus tadi adalah (1) bagian tubuh yang di
atas leher (pada manusia dan beberapa jenis hewan merupakan tempat otak,
pusat jaringan saraf, dan beberapa pusat indra); (2) bagian tubuh yang
di atas leher tempat tumbuhnya rambut; (3) bagian suatu benda yang
sebelah atas (ujung, depan, dan sebagainya); (4) bagian yang terutama
(yang penting, yang pokok, dan sebagainya); (5) pemimpin, ketua (kantor,
pekerjaan, perkumpulan, dan sebagainya); (6) otak (pikiran, akal, budi).
Anehnya ada istilah "Kepala Desa" yang berbeda artinya dengan "Lurah",
bahwa kepala desa diangkat dan dipilih oleh masyarakat desa, sedangkan
"Lurah" diangkat oleh Bupati berdasarkan suatu surat keputusan. Menurut
dosen/profesor Anda, bukankah seharusnya "kepala desa" itu disebut
"ketua desa"?

Regards,
Yohannes Yaali

On 25/05/1999 at 12:16:50 Efron wrote:
>Terima kasih Bung YY. Namun saya belum puas atas penjelasan Anda. Kejaksaan
Agung, dengan merujuk terminologi lembaga yang dibawahkan, terdiri atas
banyak
"jaksa agung". Coba simak untuk Kejati. Di sana para jaksanya disebut "Jaksa
Tinggi" dan bukan hanya satu. Contoh lain adalah MA. Bos MA di sebut Ketua
MA
bukan Mahkamah Agung saja seperti pada "jaksa agung". Oleh karena MA maka
yang
nongkrong di sana adalah para Hakim Agung (Supreme Judge). "Jaksa Agung"
sendiri
kalau di AS disebut "Attorney General" atau "Jaksa Umum" (terjemahan
harfiah).
Makanya menurut terminologi Kejagung dipimpin oleh Kepala Kejagung.

>Menyoal ketua dan kepala memang ada bedanya. Dulu (sekali) pertanyaan ini
pernah saya ungkapkan kepada dosen (profesor) saya sehubungan dengan mengapa
"ketua jurusan" kalau dibahasainggriskan menjadi "head of department".
Jawabannya sederhana: kalau ketua itu dipilih (oleh para anggota/lembaga),
sedang kepala itu diangkat (oleh penyelianya/yang lebih tinggi).

>Efron

>-----Original Message-----
>From:   Yohannes Yaali [SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
>Sent:   Tuesday, 25 May, 1999 16:53 PM
>To:     [EMAIL PROTECTED]
>Subject:        Mengapa Jaksa Agung?

>Saya cuma seorang karyawan swasta yang bergerak di bidang pelayaran, bukan
ahli
hukum, namun menarik sekali pembahasan rekan Efron tentang Jaksa Agung ini.
Jaksa adalah pegawai pemerintah di bidang hukum yang bertugas menyampaikan
dakwaan atau tuduhan di dalam proses pengadilan terhadap orang yang diduga
melanggar hukum. Urut-urutan lembaga negara non departemen ini dari tingkat
pusat adalah sebagai berikut: Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan
Kejaksaan
Negeri ditambah Cabang Kejaksaan Negeri di tingkat Kecamatan (berdasarkan
kebutuhan) dan Pos Kejaksaan Negeri di tingkat Kecamatan juga (tergantung
kebutuhan dan kecamatan tersebut letaknya dekat dengan tempat kedudukan
Kejaksaan Negeri).

>Kejaksaan Negeri dipimpin oleh seorang Jaksa berpangkat minimal IV/b dan
disebut KAJARI atau Kepala Kejaksaan Negeri. Kepala Kejaksaan Tinggi
dipimpin
oleh seorang Jaksa dan disebut KAJATI atau Kepala Kejaksaan Tinggi. Staf
maupun
bawahan di Kejaksaan Tinggi ini sering memanggil KAJATI dengan sebutan Bapak
JATI atau Bapak Jaksa Tinggi saja, jadi sebenarnya di Kejaksaan Tinggi bukan
isinya para jaksa tinggi melainkan jaksa-jaksa biasa yang dipimpin oleh
kepala
kejaksaaan yang disebut KAJATI atau Jaksa Tinggi.

>Sama pula halnya dengan kejaksaan agung yang dipimpin oleh Jaksa Agung
dibantu
oleh Jaksa Agung Muda plus Kepala Direktorat dan Kepala Inspektorat. Alasan
disebut Jaksa Agung dan bukan Kepala Kejaksaan Agung mungkin dapat
ditelusuri
dari terminologi kata-kata bahasa Indonesia. Di Indonesia kita akan
menemukan
kata-kata pemimpin, ketua dan kepala yang notabene artinya sama dengan
atasan.
Ada lagi yang namanya presiden, presiden direktur, direktur utama, direktur,
dan
sebagainya. Jika istilah Jaksa Agung dibahas, maka akan timbul pembahasan
baru,
mengapa Ketua Partai dan mengapa tidak disebut Kepala Partai? Mengapa Ketua
Majelis dan mengapa tidak disebut Kepala Majelis?

>Dalam pelajaran sejarah kita juga akan menemukan bahwa kerajaan dipimpin
oleh
raja dan bukan kepala kerajaan serta kesultanan yang dipimpin oleh sultan,
bukan
kepala kesultanan.

>Regards,
>Yohannes Yaali

>On 24/05/1999 at 10:51:14 Efron wrote:
>>Saya bukan pengamat hukum, apalagi ahli hukum. Saya ingin melihat
bagaimana
terminologi "jaksa agung" sehingga seorang Andi Ghalib disebut sebagai Jaksa
Agung.

>>Mari kita lihat pada sisi pengadilan/kehakiman. Yang terendah adalah
"pengadilan rendah". Untuk menghilangkan citra "rendah" maka di RI disebut
"pengadilan negeri PN". Lembaga ini banyak menampung para Hakim (rendah)
yang
dikomandani oleh seorang Kepala PN. Kepala PN otomatis adalah seorang Hakim
juga. Di atasnya ada "pengadilan tinggi (PT)" yang mewadahi para Hakim
Tinggi
dan dipimpin oleh seorang Kepala PT. Kepala PT secara individu juga disebut
Hakim Tinggi. Yang paling atas adalah Mahkamah Agung (MA) yang diisi oleh
para
Hakim Agung yang dipimpin oleh seorang Ketua MA. Syarat (salah satunya) jadi
Ketua MA adalah ia harus seorang Hakim Agung.

>>Kemudian pada sisi penuntut. Yang terendah adalah jaksa yang ditampung
dalam
Kejaksaan Negeri (Kejari) dan dipimpin oleh Kepala Kejari. Di atasnya adalah
Kejaksaan Tinggi (Kejati) yang isinya para Jaksa Tinggi dan dipimpin oleh
seorang Kepala Kejati. Ini berarti juga Kepala Kejati adalah juga seorang
Jaksa
Tinggi. Namun orang tidak pernah menyebut bos Kejati adalah Jaksa Tinggi,
tapi
Kepala Kejati. Lalu yang membingungkan adalah Kejaksaan Agung (Kejagung).
Kalau
melihat lembaganya berarti berisi para Jaksa Agung (atau bisa juga disebut
Jaksa
Tinggi Sekali) dengan melihat terminologi di atas. Bos Kejagung (mestinya)
disebut Kepala Kejagung. Secara individu Kepala Kejagung adalah juga Jaksa
Agung. Akan tetapi mengapa bos kejagung "hanya" disebut sebagai Jaksa Agung,
bukan Kepala Kejagung?

>>Mohon mereka yang ahli hukum dapat menjelaskannya.

>>Terima kasih.
>>Efron

Kirim email ke